2. Journey to The Unexplored Ruins

"Sudah siap?"

"Sudah~"

"Yup!"

"Siap kapan saja."

"Oke, mari kita berangkat."

Hari ini adalah hari keberangkatan tim ku menuju reruntuhan yang akan kami lakukan eksplorasi. Reruntuhan itu ditemukan di wilayah Kota Izhagas. Jarak antara Kota Honard dengan Kota Izhagas lumayan jauh, kami memerlukan waktu paling cepat setidaknya 3 hari.

Kami semua belum pernah ke Izhagas sebelumnya, jadi ini juga adalah kesempatan kami untuk berkunjung sekaligus jalan-jalan disana.

Kota Izhagas terkenal akan tempat pembelajaran ilmu pedangnya yang sangat lengkap.

Ilmu pedang ada bermacam-macam.

Masing-masing ilmu pedang memiliki ciri khasnya masing-masing. Dari ilmu pedang yang serangannya khusus untuk menyerang secara diam-diam, sampai ilmu yang memiliki serangan yang terlihat mencolok.

Di Izhagas, kamu bisa bebas memilih ilmu pedang apa yang ingin di pelajari. Semuanya ada di Izhagas, kotanya ahli pedang.

"Uhh! Ayo berangkat! Udah ga sabar nih! Ke Izhagasss!!"

Zur adalah anggota yang paling antusias di antara kita berempat. Ya wajar sih, dia adalah seorang rouge dengan senjata pedang, tentunya dia ingin mengasah kemampuan berpedangnya di Izhagas, kotanya ahli pedang.

"Oi, ingat kita kesana bukan untuk liburan, tapi karena misi."

Elise menepuk bahunya Zur sambil mengingatkan tujuan kita sebenarnya ke Izhagas.

"Iya, iyaa. Aku tahu kok, hehehe."

Zur yang di tepuk bahunya oleh Elise hanya bisa cengengesan, karena dia sudah berpengalaman membuat Elise marah besar dan itu sudah membuatnya menjadi trauma.

Setelah berjalan selama kurang lebih 1 jam, kami akhirnya sampai di gerbang Kota Honard.

Sesampainya di gerbang, kami langsung di sapa oleh penjaga yang bertugas hari ini. Kebetulan yang bertugas hari ini adalah orang yang sudah kenal dengan kami cukup lama. Dia adalah Durothyl Miramyar.

"Pagi, Jun. Mau melakukan misi hari ini? Kemana?"

"Ah iya, pak. Mau ke Izhagas."

"Hmm, lumayan jauh. Hati-hati ya!"

"Pastinya."

Setelah berpamitan, kami mulai perjalanan kami menuju Kota Izhagas.

Rute yang kami pilih menuju Izhagas adalah rute yang paling cepat. Rute ini banyak menggunakan jalan pintas. Tapi, jalan-jalan pintas ini kebanyakan harus melalui tempat-tempat dimana biasanya para monster berkumpul. Yah, itu bukan suatu masalah yang besar bagi kami, tim petualang. Monster-monster yang ada di wilayah ini biasanya, sepengetahuanku, adalah monster tingkat D ke bawah, jadi ini bukan suatu halangan yang begitu besar. Anggap saja sebagai pemanasan sebelum melakukan eksplorasi.

Rute ini melewati jalan utama, lalu masuk ke Hutan Falna dimana hutan ini merupakan salah satu tempat tinggal beberapa monster tingkat E. Setelah itu, kita akan menembus ke jalan utama lagi. Yup, hutan itu merupakan salah satu jalan pintas. Rute di hutan ini tidak terlalu membingungkan. Jika dilihat sesuai peta, kita hanya perlu berjalan lurus saja sampai tembus ke jalan utama lagi menuju Izhagas.

Oke, pertama-tama, mari kita keluar gerbang dulu.

Langit cerah.

Angin berhembus sepoy-sepoy.

Cuaca yang bagus untuk melakukan perjalanan.

"Hmm, jalan pintas pertama yang harus kita lalui adalah Hutan Falna ini ya?"

"Sepertinya begitu, Elise."

Aku menjawab pertanyaan Elise sambil menunjuk ke arah letak hutan itu di peta yang aku beli tadi.

Perjalanan kami menuju Izhagas dimulai.

= = = = =

Hutan Falna.

Hutan ini masih berada di wilayah region Arkmunsker.

Hutan ini tidak begitu luas, jadi tidak jarang orang-orang, biasanya petualang, menggunakan hutan ini sebagai jalan pintas menuju Izhagas atau kota lainnya yang jalan utamanya bisa ditembus melalui hutan ini.

Hanya saja di dalam hutan ini adalah salah satu tempat tinggal para monster, umumnya monster tingkat E. Salah satu resiko menggunakan jalur ini sih, tapi di Kota Honard dimana sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petualang, hal ini bukan menjadi hambatan yang serius.

Saat ini kami sudah berada di jalan masuk ke Hutan Falna.

Dari luar, hutan ini terlihat tidak terlalu lebat. Terlihat hewan-hewan berlalu lalang. Burung, kijang, dan lain sebagainya.

"Kalau dilihat-lihat, hutan ini cukup asri. Tidak bisa aku bayangkan kalau hutan ini adalah tempat tinggal beberapa monster."

Benar apa yang dikatakan Zur.

Meskipun hutan ini dihuni oleh monster-monster, hutan ini terlihat cukup asri dan subur. Seolah-olah hutan ini adalah tempat tersembunyi yang baru pertama kali ditemukan.

Tapi, ini semua hanya bagian luarnya saja. Jati diri hutan ini baru bisa dilihat kalau kita sudah memasuki area hutan yang lebih dalam.

Dari apa yang aku pernah dengar dari omongan orang-orang, hutan ini memiliki 3 area. Area-area ini berbentuk melingkar dimulai dari area pertama yaitu yang terluar, lalu lanjut ke area kedua dan yang terdalam yaitu area ketiga. Area pertama adalah area terluar dari hutan ini, yaitu area tempatnya hewan-hewan liar tinggal, area ini adalah area dimana kami berada saat ini. Jika kita masuk lebih dalam lagi, maka kita akan memasuki area kedua, yaitu area dimana kita bisa mulai melihat monster-monster berkeliaran.

Monster-monster yang berada di area kedua ini biasanya adalah monster-monster tingkat F seperti slime, dan lain sebagainya. Di area ini, beberapa pohon masih terlihat asri tetapi jumlahnya tidak sebanyak di area pertama. Beberapa hewan liar masih bisa terlihat di area ini karena slime tidak terlalu membahayakan bagi mereka.

Jika kita masuk lebih dalam lagi, maka kita akan memasuki area terakhir yaitu area ketiga. Area ini lah yang menjadi tempat tinggal para monster tingkat E seperti goblin, dan direwolf. Di area ini, hutan yang kita lihat di area pertama berbanding terbalik dengan yang ada di area ketiga. Di area ini, pepohonan banyak ditebang oleh goblin untuk dijadikan perumahan sebagai tempat mereka tinggal. Hewan-hewan juga sangat jarang terlihat karena sudah banyak diburu oleh para direwolf.

Kami saat ini masih berada di area pertama. Kami terus berjalan ke dalam hutan untuk mencapai area kedua. Setelah berjalan selama kurang lebih satu jam, kami mulai melihat slime-slime berkeliaran. Itu artinya kami sudah memasuki area kedua.

Sebenarnya slime ini tidak begitu membahayakan, hanya saja karena mereka bergerak dalam berkelompok membuat mereka menjadi menjengkelkan. Karena itu kami berusaha untuk tidak bertemu dengan kelompok-kelompok slime karena malas untuk melawan mereka.

Area kedua ini tidak luas seperti area pertama, jadi berjalan melewati area ini tidak membutuhkan waktu yang begitu lama. Setelah berjalan selama kurang lebih 30 menit, kami akhirnya sampai di area ketiga.

Saat kami sampai di area ketiga, kami tidak menemukan tanda-tanda kehidupan apa pun selain kami. Walaupun pepohonan sudah banyak ditebang dan beberapa bahkan sudah mati, kami sama sekali tidak menemukan tanda-tanda adanya monster disekitar kami. Yah, ini bukan hal yang aneh sih, karena para goblin dan direwolf hidup berjauhan. Jika dilihat dari sudut pandang kami, wilayah para goblin berada di sisi kiri area ini dan wilayah para direwolf berada di sisi kanan area ini.

Jadi yang berada di hadapan kami saat ini adalah wilayah yang tidak ditinggali oleh siapa pun, wilayah yang bebas. Biasanya para monster memakai wilayah ini untuk berburu makanan, jadi walaupun ini adalah wilayah yang kosong, setidaknya kami akan menemukan satu atau dua monster yang sedang berburu. Apa saja hewan buruan mereka? Sisa-sisa dari hewan yang dulunya pernah tinggal di area ini dan juga beberapa buah-buahan, kecuali untuk para direwolf yang karnivora, mereka hanya memakan daging segar hewan yang ada di area ini.

Hewan-hewan yang ada di area ini walaupun mereka diburu oleh direwolf secara rutin, jumlah mereka tidak menipis, hal ini dikarenakan kecepatan reproduksi mereka dan juga tingkat kecerdasan mereka dalam bertahan hidup. Hewan betina dan yang masih kecil tidak akan pergi keluar dari kediaman mereka sembarangan, hanya yang jantan saja yang keluar untuk mencari makanan dan juga sesekali memantau pergerakan dari para goblin dan direwolf. Wilayah yang ditinggali oleh hewan-hewan ini adalah wilayah kosong, dimana kami berada saat ini.

Ekosistem di hutan ini bisa dikatakan cukup menarik karena hal ini. Walaupun goblin dan direwolf memburu secara rutin, jumlah hewan-hewan yang ada di area ketiga tidak menipis. Mungkin hewan-hewan ini telah beradaptasi dari waktu ke waktu agar bisa bertahan hidup walaupun dikelilingi oleh monster-monster yang bisa mengancam nyawa mereka.

Area ini adalah area yang paling luas di hutan ini. Kami memerlukan waktu kurang lebih 6 jam perjalanan untuk mencapai akhir dari area ini. Selama perjalanan kami sesekali bertemu dengan beberapa hewan yang sedang mencari makanan. Karena kewaspadaan mereka, mereka langsung pergi segera setelah melihat kami. Kami juga sesekali bertemu dengan beberapa kelompok goblin yang sedang berburu, ada yang bertarung melawan kami, ada juga yang memilih untuk mundur. Berbeda dengan kelompok direwolf yang kami temui, mereka tanpa banyak pikir langsung menyerbu kami.

Perjalanan ini kami lakukan hingga akhirnya kami berhasil keluar dari hutan ini dan tembus di jalan utama. Karena matahari sudah mulai menunjukkan bahwa hari sudah sore, kami memilih untuk mencari tempat bermalam dan juga sekaligus istirahat.

= = = = =

Keesokan harinya.

"Hoahm~"

Pagiku ditemani oleh burung-burung yang berkicauan dan sinar matahari pagi yang cerah.

Aku melihat teman-temanku yang masih tertidur pulas, kecuali satu orang.

"Pagi, Jun."

"Pagi, Fred. Udah bangun aja."

"Udah kebiasaan."

Ternyata Alfred bangun lebih dulu dari pada aku.

Alfred mulai mengambil armornya dan membangunkan Elise dan Zur yang masih betah di alam mimpi.

"Hoahm~"

"Hoaaahm~"

Akhirnya setelah Alfred berusaha membangunkan mereka selama 10 menit, mereka keluar dari alam mimpi mereka.

"Eh, udah pagi ya."

Elise yang masih mengusap-usap matanya bertanya ke Alfred yang sekarang sudah memakai armornya.

Alfred hanya mengangguk dan mulai memasak sesuatu untuk sarapan.

"Eh? Dari mana kau dapat semua ini, Fred?"

Aku bertanya karena penasaran. Apakah dia mempersiapkan ini semua saat kami semua masih tidur? Kayu bakar, daging, bahkan sampai bahan-bahan untuk membuat sebuah sup sudah dia siapkan.

"Aku terbangun saat kalian semua masih tidur. Matahari belum terbit. Karena malas tidur lagi, mending aku pergi mencari bahan-bahan ini."

Dugaanku benar. Rajin sekali Alfred, pagi-pagi sudah produktif.

"Wahh baru bangun sudah disuguhi makanan."

"Iya, dong. Semua ini aku yang siapkan."

Zur yang dari tadi setengah sadar langsung sadar sepenuhnya begitu dia melihat masakan Alfred. Alfred lalu menjawab Zur dengan bangganya membusungkan dadanya.

Kami sarapan terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan menuju ke Kota Izhagas.

Rute selanjutnya adalah melintasi Danau Ituleche. Jaraknya sekitar 3 jam dari dimana kami berada saat ini.

Setelah selesai sarapan kami bergegas bersiap-siap untuk berangkat melanjutkan perjalanan kami selanjutnya.

= = = = =

Danau Ituleche.

Danau ini berada di wilayah Desa Myrefall. Desa Myrefall adalah desa yang penduduknya mayoritas bermata pencaharian pemasok ikan, khususnya ikan air tawar. Danau ini termasuk danau yang ukurannya cukup besar. Konon, danau ini terbentuk dari serangan sihir Tier SS yang dilakukan oleh seorang pertapa yang murka karena meditasinya selama 50 tahun diganggu. Tidak ada yang bisa mengkonfirmasi jika informasi itu benar atau tidak.

Setelah danau ini terbentuk, orang-orang yang melewati jalur ini mulai berkunjung ke danau. Ada yang hanya melihat-lihat saja, ada yang mencoba untuk memancing disini. Orang-orang yang memancing itu mendapat ikan-ikan yang cukup bagus, karena itu banyak orang-orang yang ingin memancing di danau ini. Karena danau ini mempunyai ikan-ikan yang bagus dan berkualitas, orang-orang ini mulai berpikir untuk menetap di wilayah dekat dengan danau. Mereka pun mulai mencari lahan kosong untuk ditinggali, dan itu lah cikal bakal bagaimana Desa Myrefall ini terbentuk. Nama Myrefall itu sendiri diambil dari nama kepala desa yang pertama atau lebih dikenal disana dengan The Founder of Myrefall.

Desa ini tidak begitu besar. Penduduk desa ini hanya berjumlah sekitar 50 orang.

Saat ini kami sudah dekat dengan Desa Myrefall.

"Kita akan menyeberangi Danau Ituleche?"

"Iya. Tetapi, desa tidak akan memfasilitasi perahu atau sejenisnya untuk menyeberang. Mereka hanya ingin orang-orang yang pantas saja untuk menyeberangi danau itu. Dengan kata lain, hanya mereka yang mampu berjalan diatas air saja yang boleh menyeberangi danau itu. Agak sulit dimengerti sih alasannya, tapi kita sebagai pendatang sebaiknya menghormati kehendak dari penduduk disana."

Aku menjawab pertanyaan dari Elise sambil melanjutkan perjalanan menuju pintu masuk desa.

= = = = =

"Selamat datang di Myrefall!"

Begitu kami sampai di pintu masuk desa, kami langsung disambut oleh penjaga disana.

Penjaga hanya menanyakan kami beberapa pertanyaan sederhana. Seperti apa tujuan kami kesini, apa pekerjaan kami, dan lain sebagainya.

Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, kami lalu masuk ke desa.

Desa ini walaupun penduduknya tidak banyak, namun aktivitas dari penduduk-penduduk disini yang lumayan aktif membuat desa ini tidak terkesan sepi.

Kami lalu melanjutkan perjalanan kami menuju ke area Danau Ituleche. Disana, kami melihat beberapa penduduk sedang duduk santai memancing ikan. Kalau dilihat secara langsung, ukuran danau ini memang cukup luas, airnya juga jernih.

Saat sudah berada di pinggir danau, salah satu penduduk desa menghampiri kami.

"Aku belum pernah melihat kalian sebelumnya, apa kalian orang-orang dari kota?"

"Iya, pak. Tepatnya kami adalah tim petualang yang sedang singgah di desa ini."

"Ohh. Petualang, toh. Kalau kalian petualang, pasti kalian ingin menyeberangi danau ini ya?"

"Benar sekali, pak."

Setelah berbincang-bincang sedikit dengan penduduk desa, kami lalu mulai menyeberangi danau. Karena pihak desa tidak menyediakan fasilitas apa pun untuk menyeberang, kami harus mencari sendiri cara untuk menyeberangi danau ini. Bagaimana cara kami menyeberangi danau ini? Sudah pasti, dengan sihir.

Aku bisa menggunakan sihir Tier C [Walk on Water] yang memungkinkan aku dan orang-orang yang berada dalam jangkauan sihirku bisa berjalan di atas air.

Aku lalu merapalkan mantra sihir itu.

"Retaw sata nalajreb kutnu uktakedid gnaro nad uka naknikgnum."

[Walk on Water]

Setelah aku merapalkan mantra itu, kakiku dan kaki teman-temanku mengeluarkan sinar berwarna biru muda terang.

Kami lalu tanpa basa-basi langsung berjalan ke arah danau, menyeberang dengan berjalan di atas danau. Keren 'kan.

Kami berjalan dan terus berjalan.

Penduduk-penduduk yang sedang memancing melihat kami dengan raut wajah yang seperti berkata 'boleh juga'. Aku membalas tatapan mereka dengan raut wajah yang bangga.

Sebenarnya sihir ini tidak termasuk sihir yang susah untuk dikuasai, hanya saja mungkin penduduk desa ini jarang melihat sihir secara langsung jadi beberapa dari mereka melihat kami dengan tatapan kagum. Melihat mereka membuat aku mengingat diriku yang masih kecil dulu.

Kami berjalan lurus menyeberangi danau yang luas ini selama sekitar 6 jam, waktu yang cukup lama dan cukup membosankan juga. Berjalan selama 6 jam tanpa henti juga menguras cukup banyak energi, karena kami tidak bisa duduk untuk beristirahat. Kenapa? Ya karena hanya telapak kaki kami saja yang terkena efek sihir ini. Tapi ini demi sampai ke Izhagas dengan waktu yang singkat jadi kami menahan rasa lelah itu.

Selama penyeberangan kami melihat berbagai jenis ikan yang berada di bawah air. Ikan-ikan ini bisa terlihat dengan jelas karena jernihnya air danau ini. Untuk menghilangkan rasa bosan dan juga lelah, Zur, Alfred, dan Elise sesekali bermain tebak-tebakan apa nama ikan yang berenang di bawah mereka. Aku juga ingin ikut menebak tapi lebih baik aku fokus saja dalam mempertahankan sihir ini dari pada kami semua terjatuh ke dalam danau karena kehilangan efek dari sihir ini.

Setelah sekitar 6 jam berjalan di atas air, kami akhirnya sampai di seberang danau.

"Hahh.."

Aku yang sudah ingin istirahat langsung duduk begitu kami sampai di daratan. Mempertahankan sihir selama 6 jam cukup melelahkan juga ya. Selain lelah fisik, batinku juga lelah karena konsentrasi mempertahankan efek sihir.

"Hahaha. Lihat si Jun, baru segitu saja sudah lelah."

"Diam kau. Aku lelahnya 2 kali lipat dari kau, Zur."

Aku menghiraukan ejekan Zur dan langsung duduk bersandar di bawah pohon yang berada di dekatku.

Elise yang juga kelihatan ngos-ngosan juga berpendapat kalau sebaiknya kita istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan.

Kami pun istirahat sebentar selama kurang lebih 1 jam, setelah itu kami melanjutkan perjalanan kami melalui jalan utama menuju Kota Izhagas.

Setelah Danau Ituleche, tidak ada lagi jalan pintas yang bisa kita pakai. Jadi kita hanya perlu mengikuti jalan utama menuju Kota Izhagas.

= = = = =

Setelah berjalan selama kurang lebih 3 jam, kami akhirnya mulai melihat Kota Izhagas dari kejauhan.

Aku mengecek kembali peta yang kubawa bersamaku, dan benar sekali, kita sudah berada di dekat wilayah Kota Izhagas.

Tetapi karena hari sudah mulai gelap, kami memutuskan untuk bermalam dulu sebelum melanjutkan perjalanan.

- End of Chapter 2 -