Kalau Tidak Ada Dia, Aku Tidak Bisa Tidur

 "Baik, ingat-ingatlah perkataanmu."

Xue Feijing menggertakan giginya dan menatap Luo Tiantian.

"Tidak bisa. Kakak Jing, kamu kan sudah bilang akan membuatku terkenal." Luo Tiantian menggelengkan kepala dan berkata dengan polosnya.

Ketika Xue Feijing melihat penampilan Luo Tiantian yang polos ini, dia marah dan berkata, "Suruh saja pamanmu itu untuk membuatmu terkenal."

"Oh."

Luo Tiantian menundukkan kepalanya dan merasa frustrasi. Bahunya terangkat sesekali, dan tampaknya dia sedang menangis.

Xue Feijing mengerutkan dahinya dan berpikir, apakah dia telah membuat adik kecil ini ketakutan?

Namun, ketika Xue Feijing hendak berbicara, dia malah melihat adik kecil itu mengambil ponsel sambil menangis tersedu-sedu.

Beberapa detik kemudian, gadis itu berkata, "Huhuhu, Paman, Kakak Jing sudah tidak menginginkanku lagi."

Wajah Xue Feijing tampak menggelap dan penuh ancaman. Dia memperingatkan, "Luo Tiantian, kamu salah jika tidak diam."

Begitu Luo Tiantian mendengar kata-kata Xue Feijing, dia langsung tertawa terbahak-bahak. "Paman, Kakak Jing sudah bilang kalau dia mau menjadikanku artis yang paling terkenal."

"..." Xue Feimo, yang telah lama terdiam, memegang ponselnya dengan erat dan berkata, "Adik kecil, kamu bisa melakukannya dengan baik."

Luo Tiantian tersenyum licik. "Benarkah? Paman juga merasa bahwa aku bisa menjadi artis terkenal, kan? Terima kasih, Paman."

Saat dia berbicara, suasana hati Luo Tiantian menurun lagi, "Tetapi Paman, Kakak Jing marah padaku. Apa yang harus aku lakukan?"

"..." Xue Feimo mencubit alisnya.

Luo Tiantian si ratu drama ini benar-benar membuatnya sangat pusing.

Sudah beberapa menit berlalu, namun Xue Feimo tak kunjung bicara.

Luo Tiantian tiba-tiba menangis dan berkata, "Paman, kamu juga membenciku, kan? Huhuhu, aku sudah tahu."

"!!!" Xue Feimo tampak terkejut.

Dia mendengar suara tangisan dari ujung telepon…

Mengapa?

Tiba-tiba muncul bayangan sepasang mata yang basah di depannya.

Mulut Xue Feimo bereaksi lebih cepat daripada otaknya, dan dia berkata, "Tenanglah, jangan menangis. Berikan ponsel ini ke Kakak."

Mendengar suara Xue Feimo yang lembut dan memanjakan, perlahan-lahan jantung Luo Tiantian berdetak lebih cepat.

"Oh, baik."

Sambil menahan perasaan aneh di dalam hatinya, Luo Tiantian mengangkat kepala dan melihat Xue Feijing.

Kemudian dia berkata dengan hati-hati, "Kakak Jing, Paman mencarimu."

"Huh."

Xue Feijing memutar matanya dan menjawab telepon dengan marah, "Katakan, kamu sayang aku atau sayang dia? Pilih satu."

Xue Feimo tidak mengatakan apa-apa, dan raut wajahnya tiba-tiba menjadi suram.

Karena kakaknya sudah bertanya seperti itu, mau tidak mau, dia harus menjawabnya. Menghindar dari pertanyaan bukanlah gayanya.

Tak punya pilihan, kini Xue Feimo hanya bisa mencubit alisnya dan berkata, "Kakak, dia adalah obat tidurku."

 Setelah terdiam sejenak, dia berkata lagi, "Kalau tidak ada dia, aku tidak bisa tidur."

"...!!!" Entah kenapa, Xue Feijing gemetar saat mendengar jawaban adiknya, "Mo Mo, kamu sangat menjijikkan."

Setelah itu, dia langsung menutup telepon.

Melihat reaksi Kakak Jing yang seperti itu, Luo Tiantian pun sedikit penasaran.

Hanya saja, dia tidak berani bertanya.

"Luo Tiantian, bawa pulang barang-barang ini dan hafalkan dengan baik. Persyaratan rekaman dan isi rekaman semua ada di dalamnya. Jangan sampai terlambat ke bandara. Pesawatnya akan berangkat pukul 4 sore besok."

Setelah melempar tas file kepada Luo Tiantian, Xue Feijing memimpin pengacara dan Lao Li pergi.

"Kakak Jing, kamu mau pergi ke mana?" Luo Tiantian cepat-cepat bertanya.

"Rapat."

"Oh, kalau begitu aku pulang ke rumah dulu, ya?"

"Terserah."

"..." Luo Tiantian mengangkat bahunya.

Dia mengambil tas file dan tanpa sadar menelpon Xue Feimo.

Namun setelah dia tersadar, dia segera mematikan panggilan telepon itu.

"Luo Tiantian, kamu gila!" ucapnya pada dirinya sendiri.

Akhirnya dia melangkahkan kaki dan pergi meninggalkan perusahaan dengan tergesa-gesa.

 -

 Luo Tiantian kembali ke vila dengan naik taksi. Dia masih merasa sedikit gelisah.

Begitu kepala pelayan melihat Luo Tiantian, matanya tampak berbinar, lalu dia menyapa Luo Tiantian, "Nona Luo, Anda sudah kembali!"

"... Hmm." Luo Tiantian hanya berdeham pelan.

Kepala pelayan bergegas membayar ongkos taksi dan menatapnya sambil tersenyum.

"Tuan Muda sangat baik terhadap Nona Luo. Barusan beliau menelepon dan menyuruh saya menjemput Anda di pintu gerbang."