Di sepanjang jalan menuju pulang Lara terus saja mengerucutkan bibirnya, sebenarnya ia masih kepikiran dengan kata-kata teman-temannya tadi, ya maklumlah anak kecil.
Mobil yang Lara tumpangi telah sampai di rumahnya, semua pelayan berjejer dan menunduk, sebenarnya Lara tidak menyukai hal seperti itu ia hanya ingin biasa saja karena menurut Lara tidak ada derajat di antara manusia-manusia apalagi tentang harta. Yang bisa meninggikan derajat itu hanyalah kebaikan dan amal, bukan harta.
Lara mewarisi sifat baik hatinya dari Jidah neneknya Lara yang ada di Cairo Mesir.
"Tidak usah seperti itu Bi biasa saja tidak usah menunduk seperti itu ya." Lara memberitahu kepada pembantunya.
Laras pun datang dari kamarnya "Kamu sudah pulang ternyata!"
"Ya bunda," jawab Lara jutek.
"Lo putri Bunda kenapa kok cemberut gitu?"
"Tadi Ara dikatain gak punya otak!"
"Kok bisa Lara dikatain seperti itu memang apa yang Lara lakukan?"
"Tadi bu guru nanya Ara cita-citanya jadi apa dan Ara menjawab cita-cita Ara ingin keliling dunia."
"Sayang,, keliling dunia itu bukanlah suatu cita-cita tapi kewajiban bagi kita, sebab sekarang juga kita bisa keliling dunia," ucapan Laras sama seperti ucapan teman-temannya di sekolah.
"Tuhkan Bunda sama terus kayak temen-temen Ara gak pernah ngedukung Ara, udahlah!!" Lara melepaskan pelukan Laras dan menghentakkan kaki lalu pergi ke kamarnya.
"Loh Lara tunggu!! Lara..."
Laras sangat aneh dengan Lara yang mempunyai sifat sederhana dan tidak mau terlihat seperti orang kaya padahal hartanya sangat banyak.
"Dasar anak aneh!" Gerutu Laras mendapat bunyi keras dari pintu kamar yang Lara banting sampai menutup.
Laras menelpon Dion..
[" Halo Mas Kamu di mana? Kamu kapan pulang? mau makan di rumah apa mau makan di luar?"]
"Aku makan di luar saja," jawab Dion di telepon.
Dion menutup telepon tersebut, Dion makan di luar bersama Limas dan Dion tidak berkata apapun pada Laras.
Malampun tiba di ruang makan hanya ada Lara dan Laras, Lara bertanya kepada Laras di mana Papahnya dan Laras menjawab kalau Dion masih ada di kantor sedang mengerjakan pekerjaan.
****
"Kamu suka makan ini?" Tanya Dion pada Limas yang memakan chiken sangat lahap.
"Iya suka banget."
Saat ini Dion dan Limas berada di KFC, Dion memesankan beberapa paket untuk Limas.
"Om nanti aku boleh beliin ibu gak?"
"Iya boleh."
Limas makan sedari bercerita tentang hari pertama sekolahnya yang sangat menyenangkan tapi ia teringat tadi juga di sekolahnya dia di bully.
"Loh kamu kenapa?" Dion melihat Limas tiba-tiba memberhentikan makannya.
"Tadi Limas dikatain pincang sama teman-teman."
"Ya udah makan dulu aja ya jangan sedih!"
Setelah selesai makan dari KFC dan berbelanja untuk kebutuhan sekolah Limas naik permainan-permainan yang ada di mall, Dion berusaha membuat Limas tersenyum karena menurut Dion senyumannya itu adalah penghilang penat, kesedihan dan kegundahan. Dengan memandang Limas Dion merasa selalu tenang.
"Om sudah malam kita pulang yuk?" Ajak Limas pada Dion.
Di mobil Limas dinasehati oleh Dion jangan mendengarkan orang-orang yang suka menghina dirinya, karena dibalik hinaan pasti ada suatu kebaikan maka dari itu tetap bersabar. Limas mengangguk paham.
****
"Assalamualaikum!" Dion membuka knop pintu.
Terdengar suara nyaring dari dalam rumah "Papah!!" Lara berlari ke arah Dion.
"Sayang! Muach!" Dion mencium Lara.
"Papah dari mana ajah sihh Ara kangen tahu Lara pengen cerita banyak deh ke Papah."
Dion menurunkan Lara dari pangkuannya, "Sebentar ya sayang Papah mau mandi dulu gak papa kan?"
"Iya tapi Papah janji sesudah mandi langsung ke kamar Ara." Lara memberikan jari kelingkingannya, dan Dion mengikat jari kelingking Lara dengan jari kelingkinya.
"Mas kamu dari mana sih?" Gerutu Laras.
"Aku baru ketemu putriku."
"Maksud kamu apa Mas?"
"Iya putriku, anak yang kamu buang!"
"Oh jadi itu alasan kamu gak mau makan dengan kita karena kamu lebih memilih anak cacat itu!!"
Plak!!! Tamparan keras dari Dion mengenai pipi Laras.
"Cukup Laras!! Kamu biadab!!! itu anak mu sendiri anak yang kamu lahirkan tapi kenapa kamu bisa membencinya seperti itu."
Tok..tok!!
"Maaf Tuan Dion, kata Lara tuan harus cepat ke kamar," Ucap pembantunya dari luar kamar.
Dion meninggalkan perdebatan dengan Laras dan Dion segera pergi ke kamarnya Lara, biasanya Lara mau tidur kalau dibacakan dongeng terlebih dahulu.
"Papah kok lama terus sih!"
"Hehehe maaf sayang."
Kamar tuan putri Ara yang dihiasi dengan tema kartun Rafunzel, Lara yang ingin tema nya seperti itu karena menurutnya dia sama seperti Rafunzel yang tidak punya teman, tapi yang lebih punya kemiripan dengan tokoh Rafunzel itu Limas, dia asing dan hidup dengan orang tua asuh padahal orang tua kandungnya adalah saudagar kaya yang terpandang di kota.
Dion menarik selimut ke tubuh Lara lalu mengusap-ngusap kepala Lara dengan lembut, membacakan sebuah dongeng karangannya sendiri yang berjudul -Seorang putri diasingkan-
"Tapi yang Papah ceritakan itu bukan Ara kan? Ara sangat takut kalau Ara diasingkan," ujar Lara.
"Tidak Lara itu bukan kamu kok."
Ara adalah nama panggilan Lara untuk dirinya sendiri dari dirinya sendiri juga. Beberapa menit setelah Dion membacakan dongeng akhirnya Larapun tertidur.
Dion keluar dari kamar dia pergi ke balkon menatap langit malam yang hitam pekat sama seperti hatinya yang sudah lama tak beribadah kepada Tuhannya.
"Ya allah pantas saja permasalahan selalu datang padaku, aku sadar ya allah ini adalah teguran darimu untukku," ujar Dion.
Dion melihat jam dinding yang baru menunjukan pukul 20.00 ia segera solat isya terlebih dahulu di mushola rumahnya.
Dia ingat Mushola ini dibuat karena kemauan Ibunya Jidah, tapi jarang sekali Dion gunakan untuk sembahyang atau beribadah lainnya.
Dion memutar keran membasuh telapak tangan membersihkan sela-selanya dengan baik dan diawali dengan niat berwudhu diakhiri dengan membasuh kaki dan ditutup dengan membaca doa setelah wudhu. Walau Dion dikenal jarang sekali shalat tapi dia masih hafal betul do'a do'anya..
Gerakan demi gerakan sangat lamban sedari mengingat kembali, setelah selesai salam Dion meminta ampun kepada Allah karena dia sering lalai atas perintahnya. Tak lupa dia juga mendoakan istrinya yang keras kepala dan egois agar dilembutkan hatinya dan cepat diberi hidayah untuk istrinya tersebut. Lalu Dionpun mendoakan kesembuhan anaknya Limas, menurut Dokter penyakit Limas itu jarang bisa disembuhkan karena itu penyakit bawaan dari lahir.
Air mata Dion turun dengan deras tak henti-henti sampai dia tertidur di mushola.
Esoknya..
"Bunda Papah ke mana lagi?" tanya Lara yang kini sedang berada di ruang tv.
"Loh bukannya tidur dengan kamu?"
"Engga Bunda pas Ara bangun Papah udah gak ada di deket Ara."
Laras mencari Dion ke ruang kerjanya tapi tidak ada, lalu mencari ke balkon tidak ada, mencari ke tempat Gym tidak ada. Rumah ini terlalu luas jika Laras telusuri satu persatu ruangan yang sering menjadi tempat Dion bersantai.
"Apa dia ada di mushola?" Setahu Laras mushola itu adalah tempat yang sangat jarang Dion kunjungi, tapi Laras mencoba mengecek. Ternyata benar, Dion ada di sana sedang tertidur di sajadah dengan pakaian orang baru selesai shalat.