#1

Inilah yang paling tak disukai oleh Zidan jika berdebat dengan Wanti. Apalagi perdebatan itu terjadi pada pagi hari, membuat Zidan kehilangan nafsu saja. 

Pria berbulu mata lentik itu menarik kunci mobilnya, lalu berlalu dari sana meninggalkan Wanti yang masih mengoceh di meja makan. 

"Ada apa, Bro? Kenapa pagi-pagi sudah kusut seperti ini?" tanya Rifan sahabat dan rekan kerja Zidan. 

"Cariin gue istri dong, Fan." 

"Wis, berat, nih, kayaknya. Bukannya lo udah punya Reni? Kalian udah pacaran dua tahun, loh." "Reni selingkuh." 

Mata Rifan melebar, ia memilih duduk di samping Zidan menatap pria itu serius. 

"Cowok secakep dan setajir Io masih diselingkuhin? Wah, bakal nyesal tuh si Reni. By the way, selingkuhnya sama siapa?"

 "Doni. Sepupu gue." 

"Wadaw, sabar ya, Bro. Ini nih salah satu akibat ngenalin pacar ke kerabat sendiri. Kalau hubungan lo gak didukung ya paling ditikung." 

"Apaan, sih, lo. Udah, ah. Sekarang, bantuin gue mikir gimana bisa move on dari Reni." 

"Makanya, Bro. Gue ajakin ke club kagak mau. Banyak, tuh, cewek cantik dengan body aduhai di sana yang bisa lo pilih." 

"Lo pikir gue mau sama cewek murahan?" 

"Eits, Brother. Buat muasin nafsu aja, bayaran mereka gak akan bikin Io bangkrut kok. Percaya sama gue! Yuklah, ke club malam ini bareng gue." Rifan merangkul pundak Zidan ,

lalu membisikan sesuatu yang membuat Zidan akhirnya mengangguk setuju.

Untuk pertama kalinya, malam ini seorang Zidan Leonli datang ke club atas ajakan Rifan yang memaksanya. Baru melangkah masuk saja suasana di club sudah terasa beda. Cahaya yang hanya samar-samar dengan musik yang memekakkan telinga menjadi kesan pertama bagi Zidan. Apalagi melihat banyaknya pria dan wanita yang asyik berjoget ria sambil mabuk-mabukan. 

Para bartender datang menawarkan minuman berakohol yang langsung ditolak oleh Zidan. 

Sedangkan Rifan dengan senang hati menerima bir itu dan langsung menonohnya. 

"Aduh, Bro! Lo harus cobain. Mantap banget ini," ucap Rifan menyodorkan gelasnya pada Zidan.

"Tapi gue gak mau mabuk"

"Udahlah, kita lupakan semua masalah. Saatnya bersenang-senang." 

Akhirnya, Zidan menarik satu gelas yang berisi bir itu, tanpa pikir panjang lagi Zidan langsung meminum hingga tandas. Lidah Zidan terasa tebal karena minuman keras itu. Namun, mengingat semua masalah yang tengah menimpanya akhir-akhir ini membuat Zidan menambah bir itu berkali-kali sampai ia kehilangan kendali. 

Rifan yang sejak tadi sudah mabuk, berjalan gontai ke arah panggung, ikut berjoget dengan puluhan orang di sana. Zidan memegang pelipisnya. Kepala Zidan terasa berat dan penglihatannya semakin tidak jelas. 

Mata Zidan tak sengaja menatap seorang gadis di hadapannya. Zidan tersenyum ketika melihat gadis itu tampak seperti Reni, mantan kekasihnya. Zidan pun menarik gadis itu duduk bersamanya. Ternyata gadis yang disangka Reni oleh Zidan adalah Sansan. 

"Kamu akan jadi milikku seutuhnya," bisik Zidan di telinga Sansan yang membuat gadis itu bergidik ngeri. Tampak sekali pria itu sudah mabuk melewati batas. 

Apa gue kabur aja, ya? batin Sansan. Namun, saat melihat penampilan pria mabuk itu yang sangat rapi, terbukti jika ia pasti orang kaya. Sansan harus memanfaatkan itu. 

"Aku akan melayanimu, tetapi harus sepadan dengan bayaranku," ucap Sansan dengan suara menggodanya. Ia menarik krah kemeja yang dipakai oleh Zidan, lalu mencium pipi pria itu dengan lembut. Sentuhan demi sentuhan diberikan oleh Sansan teruntuk Zidan. Pria itu sangat menikmati, pikirannya semakin kacau tidak bisa berpikir lebih jernih untuk saat ini. 

Zidan menangkup muka Sansan dengan kedua tangannya, lalu memiringkan mukanya dan langsung melumat bibir merah Sansan dengan ganas. Zidan melumat dengan rakus dan menggigit pelan ujung bibir Sansan. Gadis itu terkejut dengan aksi Zidan tanpa meminta izin terlebih dahulu padanya. Sansan kesusahan bernapas, karena Zidan belum juga melepaskan ciumannya. Terpaksa Sansan mendorong tubuh Zidan. 

"Siapa lo beraninya ngambil first kiss gue!" bentak Sansan. 

"Aku Zidan. Aku Zidan, calon suami kamu." Zidan terkekeh, lalu kembali mencium bibir Sansan, tetapi kali ini gadis itu menghindar. 

"Mau ke mana, Sayang?" 

"Om-om mesum! Pergi gak lo!" ucap Sansan. Ia sudah salah target. Tak seharusnya ia mengincar pria mabuk berat seperti ini. 

"Sini, Sayang! Aku mau kamu," ucap Zidan berhasil mendekap Sansan ke pelukannya. Sansan tak melawan, karena jika ia bergerak maka dekapan pria itu semakin kuat. 

"Sini, Sayang! Aku mau kamu," ucap Zidan berhasil mendekap Sansan ke pelukannya. Sansan tak melawan, karena jika ia bergerak maka dekapan pria itu semakin kuat. 

Zidan malah menyodorkan gelas yang berisi bir ke arah mulut Sansan. Gadis itu menggeleng, tetapi Zidan memaksa. Sampai akhirnya, satu gelas habis oleh Sansan. 

Zidan terkekeh, lalu mencium pipi Sansan pelan. Ia juga menggigit gemas pipi gadis itu. Sansan merasakan kepalanya mulai memberat, pikirannya sudah mulau keruh. Bayang-bayang tentang kekuarganya selama ini melintas di pikirannya. Selama ini Sansan tak pernah merasakan apa itu keluarga. Sansan menggumpal tangannya. Ingin melepaskan semua emosinya saat ini. Tanpa disodorkan oleh Zidan lagi, kini Sansan sendiri yang menuangkan bir itu ke gelasnya dan menghabiskannya dengan cepat. Entah sudah berapa gelas dihabiskan oleh Sansan hingga membuat badannya terasa melayang. 

Zidan menggendong tubuh Sansan yang hendak tertidur, berat di kepalanya membuat Sansan menutup mata. Pria itu dalam keadaan mabuk membawa gadis di gendongannya itu ke lantai atas club. Ia kesusahan menaiki tangga, karena menggendong badan Sansan. 

Zidan berjalan ke salah satu kamar yang ada di sana. Tidak ada penerangan, cahaya pun hanya remang-remang. Di sini tidak seberisik di bawah, karena lantai ini dikhususkan untuk tidur. 

Zidan mendorong pintu dengan kakinya. Setelah pintu itu berhasil terbuka, ia membaringkan Sansan ke atas ranjang. Zidan mulai membuka 

kancing bajunya dan melepaskan celananya. Ia menaiki kasur, lalu merobek baju yang dipakai Sansan menampakkan buah dada gadis itu. 

"Kamu adalah milikku malam ini," ucap Zidan menjilati dada Sansan. 

Malam itu menjadi kepuasan bagi Zidan. Sedangkan, bagi Sansan adalah malam paling buruk yang tak akan terlupakan. 

Sansan menggumpal tangannya kesal. Hampir seharian ia tidak keluar kamar. Sejak kepulangannya subuh tadi, Sansan masuk ke rumahnya melalui tangga menuju lantai atas menuju kamarnya. Sansan tak kunjung keluar kamar. 

Berulang kali Nuni memanggilnya, tetapi Sansan beralasan sedang tidak enak badan dan ingin beristirahat saja di kamarnya.