"Bismillahirrohmanirrohim. Saudara Zidan Leonli bin Zaki Leonli, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan saudari Zidny Sandika binti Darmawan dengan maskawin seperangkat alat sholat dan cincin emas TUNAI..."
"Saya terima nikah dan kawinnya Zidny Sandika binti Darmawan dengan maskawin tersebut TUNAI ...."
"Bagaimana, Saksi?"
"SAHI"
"ALHAMDULILLAH."
Semuanya mengadahkan tangan dan berdoa bersama. Ya, wanita yang dinikahi oleh Zidan adalah Zidny atau Sansan!
Zidan menatap istrinya itu. Sansan dengan ragu menatap mata Zidan. Sansan langsung mengambil tangan suaminya itu dan mengecupnya singkat. Zidan tahu, istrinya itu pasti malu jika ia tatap seperti itu. Padahal bukanlah itu alasannya. Sansan hanya takut jika Zidan mengetahui jika ia adalah wanita yang di club itu.
Setelah Sansan mencium punggung tangan suaminya itu. Kini giliran Zidan yang mencium kening istrinya. Zidan mencium kening Sansan singkat.
----
Menikah dadakan! Walaupun sebenarnya sudah direncanakan dan dipersiapkan. Namun, hampir saja mereka tidak jadi menikah, akan tetapi jodoh tidaklah bisa ditukar. Jodoh itu takdir dan tidak ada siapa pun yang bisa mengubah takdir yang telah ditetapkan.
Sansan sebelumnya tidak tahu jika ia akan menikah dengan Zidan, pria yang telah merenggut keperawanannya. Namun, saat Nuni memberitahu nama pria yang akan menjadi calon suaminya, Sansan tahu
jika ialah pria itu.
Lalu, apa alasan Sansan menerima ajakan menikah dadakan ini? Tentu saja ini adalah pilihan tepat, karena pria itu bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya sekaligus menutup apa yang sudah terjadi.
Sansan akan menutupi rahasia ini. Ya, Zidan atau siapa pun tidak boleh tahu tentang kejadian itu.
"Cucu Nenek sekarang sudah menjadi seorang istri," ucap Nuni. Sansan langsung memeluk Neneknya itu.
"Terima kasih ya, Nek, untuk semuanya."
"Sama-sama, Sayang."
"Zid, mulai sekarang panggil Mama ya, bukan Tante," ucap Wanti.
Sansan tersenyum singkat. "Baik, Ma."
Sansan sebenarnya sedih, karena di hari pernikahannya pun orang tuanya tidak hadir. Namun, Sansan tidak lagi memedulikan itu. Jika orang tuanya menganggapnya sudah tiada, kenapa Sansan masih terus-terusan
berharap mereka menemuinya?
"Zid, ikut aku sebentar!" ucap Zidan menarik tangan Sansan pergi dari situ.
----
Acara ijab kabul pun sudah selesai
sejak satu jam yang lalu. Acara resepsi diadakan nanti malam di hotel berbintang. Sekarang waktunya keluarga mempelai pria maupun keluarga mempelai wanita beristirahat.
Zidan mengajak Sansan duduk di sofa.
"Aku mau ngomong sesuatu," ucap Zidan yang membuat jantung Sansan berdetak tak karuan. Apakah Zidan mengetahui siapa Sansan yang sebenarnya?
"Saya tahu kau pun sama kagetnya dengan pernikahan dadakan ini, tapi kau tenang saja, saya akan menafkahimu dan memberikan semua kebutuhanmu."
Dahi Sansan mengkerut saat Zidan berubah berbicara formal padanya. Ia jadi bingung untuk menjawab.
"Terima kasih, Pak Zidan."
Mata Zidan melotot saat wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu memanggilnya dengan sebutan Pak. Apa ia tak salah dengar?
"Kau memanggilku Pak?"
Sansan menunduk, menahan cekikikan yang akan keluar dari mulutnya.
"Iya, karena aku tahu Pak Zidan tampak lebih dewasa. Sangat jauh dengan umurku yang masih belasan," ucap Sansan sopan, dengan suara yang lembut dan pelan.
Zidan mengusap mukanya pelan. Baru mengetahui jika istrinya adalah seorang remaja. Apakah mamanya tak salah pilih?
"Jadi, kau masih kecil?"
"Umurku masih delapan belas tahun, Pak," ucap Sansan.
Zidan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ini artinya bukan ia yang akan dilayani seoranh istri, tetapi dirinyalah yang akan menjaga anak kecil itu.
"Anak kecil ...."
Sansan menatap Zidan tak terima dikatakan anak kecil.
"Aku udah besar," protes Sansan.
"Ah, sudahlah, anak kecil," ucap Zidan melangkah pergi meninggalkan Sansan.
Acara resepsi yang diadakan malam ini sangat mewah. Acara dilaksanakan di hotel berbintang milik keluarga Zidan. Para tamu undangan pun beramai-ramai memadati tempat.
Tempat yang dipilih adalah outdor, sehingga dari sini bisa langsung menatap langit malam tanpa penghalang. Bintang tampak bertaburan mengindahi acara malam ini. Cuaca pun mendukung.
Malam ini sangat indah. Tema resepsinya adalah kristal. Ada banyak juntaian kristal. Warna silver adalah pilihan Zidan. Alhasil, para tamu datang memakai baju bewarna silver.
Kaki Sansan dan Zidan sudah terasa membengkak, karena berdiri sejak tadi melayani tamu yang tak berhenti untuk bersalaman kepada mereka. Ucapan selamat dan doa-doa sudah melimpah diterima oleh Zidan dan Sansan.
"San! Udah nikah aje lo, San!" ucap Ragib yang langsung membuat Sansan menutup mulut sepupunya itu.
"Jangan panggil gue Sansan! Lo kan tahu, orang-orang di sini tahunya nama gue Zidny!" ucap Sansan, lalu melepaskan bekapannya pada Ragib. "Oke-oke, sorry."
Untung saja musik yang dimainkan oleh band di pentas sana sangat kencang, sehingga suara Ragib tak terdengar jelas oleh Zidan. Lagipula suami Sansan itu tengah asyik juga mengobrol dengan temannya. Sansan jadi bisa bernapas lega.
"Selamat, Sist! Bahagia, ya!" ucap Atid pula. Mereka pun berpelukan singkat.
"Thank you, Guys. Kalian udah datang, walaupun pas nikahan gue tadi kalian nggak hadir."
"Ya lo main nikah aja, Sa-eh, Zid. Kita kan gak tahu, kita kaget dengar lo udah nikah aja. Terlalu mendadak tau, nggak."
"Ya, maaf ... ini, kan, juga rencana Nenek gue."
"Jadi, ini maksud lo nanyain tentang Pak Zidan? Karena lo mau nikah sama dia?" tanya Ragib berbisik di telinga Sansan.
Sansan hanya mengangguk saja. Sebenarnya bukan itu alasannya, tetapi ... ah, sudahlah, semua serba kebetulan.
"Eh, Bro! Lo nggak kenalin istri lo ke gua gitu?" tanya Rifan menatap Sansan.
Zidan tiba-tiba menarik Sansan, merangkul pundak istrinya itu pelan.
"Ini Zidny, istri gue. Kenalin, Zid, ini Rifan teman aku," ucap Zidan memperkenalkan mereka.
Rifan mengulurkan tangannya, tetapi Sansan hanya menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada, isyarat tidak usah bersalaman. Rifan menarik tangannya kembali. Alim banget istri si Zidan, ucap Rifan dalam hati.
Ragib dan Atid yang melihat tingkah Sansan jadi senyum-senyum sendiri, karena tidak biasanya Sansan menolak uluran tangan seseorang untuk berjabat tangan. Apakah ini bukti, jika Sansan sangat menghormati suaminya?
Acara sudah selesai tepat pada jam 23:00 WIB. Zidan dan keluarganya langsung pulang ke rumah. Tidak terkecuali dengan Sansan yang ikut dengan Zidan. Nuni pun ikut ke rumah Zidan, karena Sansan tidak ingin neneknya itu tinggal sendiri di rumah.
Sansan terpaksa mandi, karena badannya sangat terasa gerah. Berbeda dengan Zidan yang langsung tepar dalam keadaan masih memakai baju resepsinya.
Setelah selesai mandi, Zidny memakai baju tebal dan tetap memakai hijabnya. Ia tak akan mau berpenampilan sexy di hadapan Zidan. Bisa-bisa suaminya itu tahu jika ia
adalah Sansan yang di club itu.
Sansan membuka pintu kamar mandi pelan, untung saja tadi ia membawa baju ke kamar mandi, jadi ia bisa keluar dengan penampilan
lengkap.