" Iy...iya, dokter! Trima kasih!" jawab Evan.
" Suster! Antar bapak ini ke istrinya!" kata dokter itu.
" Apa tidak sebaiknya istri saya dipindahkan ke ruangan?" tanya Evan.
" Tapi itu tidak perlu, Pak!" jawab Dokter itu.
" Tapi saya mau dia dipindahkan saja!" kata Evan tegas. Dokter itu diam sejenak sambil menatap lekat pada Evan.
" Baiklah jika bapak memaksa! Suster, apa ada kamar kosong?" tanya Dokter itu pada perawat yang mendampinginnya.
" Sebentar saya tanyakan dulu, Dokter!" kata perawat itu.
" Berikan ruanagn VVIP!" kata Evan lagi.
" Baik, Pak!" sahut perawat itu. Lalu perawat itu pergi ke bagian administrasi dekat IGD dan tidak lama kemudian dia kembali.
" Ada, Dokter!" jawab perawat itu.
" Segera pindahkan istri bapak ini!" kata Dokter itu.
" Baik, Dokter! Silahkan, Pak, ikuti saya!" ajak perawat itu. Evan mengikuti kemana perawat itu membawanya. Mereka pergi ke bagian administrasi untuk pengurusan kamar dahulu. Setelah Evan membaca dan menandatangani beberapa dokumen, perawat itu mengajak Evan masuk ke dalam lift dan naik ke lantai 3. Mereka berhenti di kamar no. 001.
" Silahkan, Pak!" kata perawat itu.
" Trima kasih!" jawab Evan pelan.
Evan menghela nafas panjang, dia membuka pintu yang ada di depannya dan terlihat Bella yang sedang terbaring lemah dengan mata terpejam dan selang infus di tangannya. Disampingnya ada seorang perawat sedang berdiri mengamati selang infusnya. Evan mendekati Bella dan mencium lembut kening wanita itu. Asataga, bapak! Kira-kira dong nyium-nyiumnya! Kan aku jomblo! batin perawat itu melirik Evan.
" Dooo!" sapa Bella pelan yang tiba-tiba terbangun.
" Hai! Apa aku membangunkanmu?" tanya Evan lembut. Bella menggelengkan kepalanya dan tersenyum lembut.
" Jam berapa ini? Mama pasti mencariku!" kata Bella.
" Hampir jam 2 siang! Aku sudah bilang sama mama kalo kamu bersamaku!" jawab Evan.
" Apa yang terjadi? Kenapa perutku tadi sakit sekali?" tanya Bella.
" Apakah sekarang masih sakit?" tanya Evan dengan wajah khawatir.
" Tidak! Sudah lebih baik!" jawab Bella.
" Saya permisi dulu, kalo ada apa-apa bapak ato ibu bisa menekan tombol yang ada di situ!" kata perawat itu sambil menunjuk tombol di lengan brankar.
" Iya, suster! Trima kasih!" jawab Evan tersenyum.
" Sama-sama, Pak! Saya Andin!" kata perawat itu lagi.
" Iya!" jawab Evan masih dengan tersenyum dan Bella merasa jengkel dengan kegenitan perawat itu.
" Ckkk! Dasar genit!" gerutu Bella.
" Kamu bilang apa, sayang?" tanya Evan.
" Nggak usah senyum-senyum lagi sama perempuan lain! Genit amat!" kata Bella kesal.
" Apa kamu cemburu?" goda Evan.
" Ckkk! PD amat!" ucap Bella melengos.
" Hahaha! Kekasihku sangat menggemaskan sekali! Apa kamu sedang menggodaku?" bisik Evan.
" Mana mungkin!" gerutu Bella dengan wajah cemberut.
" Jangan memajukan bibir seksimu, babe!" bisik Evan.
" Dasar Omes!" seketika pipi Bella memerah karena malu.
" Aku jadi omes sejak merasakan kamu, sayang! Karena kamu sangat nikmat!" kata Evan merayu.
" Ckkk!" decak Bella membuat Evan merengkuh tubuh Bella ke dalam pelukannya.
" Kapan kamu terakhir datang bulan?" tanya Evan.
" Entahlah! Kenapa? Apa semua baik-baik saja?" tanya Bella dengan nada khawatir.
" Ingat-ingatlah!" kata Evan.
Bella mengurai pelukannya pada Evan lalu berusaha mengingat siklus datang bulannya. Pucat di wajahnya sedikit berkurang dan kembali ke warna kulitnya yang semula akibat cairan infus yang masuk ke dalam tubuhnya.
" Astaga! Aku...Bagaimana jika aku hamil?" tanya Bella dengan wajah sedih menatap nanar Evan.
" Gugurkan!" ucap Evan menangkup wajah Bella yang ditariknya agar mendekatkan ke wajahnya.
Plakkkk! Bella menampar wajah Evan dengan keras, dia tidak percaya dengan pendengarannya saat ini. Tubuhnya bergetar dan bibirnya terasa kelu, Evan terpaksa melepas tangkupan tangannya dan merasakan pipi kirinya panas akibat tamparan itu.
" Tega lo, Do!...Perbuatan kita yang salah! Dia tidak berdosa!...Ini darah daging lo!" kata Bella dengan mata berkaca-kaca.
Evan menatap kedua bola mata Bella yang tergenang air mata, lalu kembali menangkup wajah cantik itu. Tapi Bella berusaha untuk menolak Evan dengan membuang wajahnya ke kanan.
" Gugurkan pernikahanmu!" ucap Evan cepat.
Bella menatap tajam mata Evan dan berusaha memahami ucapan pria yang sangat dicintainya itu.
" Gugurkan pernikahanmu dengan cowok brengsek itu, sayang!" kata Evan membuat Bella meneteskan airmatanya.
" Maksud..."
" Kamu akan mengandung dia dan melahirkan dia dengan selamat!...Kita akan membesarkan anaknya bersama-sama!" ucap Evan yang kembali menangkup wajah Bella.
Dengan penuh kelembutan, Evan mencium bibir ibu dari calon bayinya, lalu mengecup kening Bella dan mengusap perut yang masih rata itu.
" Do?...Benarkah?...Kamu...serius?" tanya Bella terkejut, airmatanya kembali menetes di kedua pipinya.
" Tentu saja, sayang! Mana mungkin aku tega membunuh dia! Itu buah cinta kita, aku yang berharap agar kamu bisa hamil anak kita!" ucap Evan lagi sambil menciumi wajah Bella.
Cup...! Cup...! Cup...! Cup...!
" Dooo! I love you!" ucap Bella lembut saat Evan menghentikan ciumannya.
" I Love you more, Arabella Netta Smith!" balas Evan dengan tak kalah lembut.
Mereka kemudian saling tatap dengan penuh cinta dan kebahagiaan, sejenak kemudian telah terdengar suara decapan di ruangan tersebut akibat bibir mereka yang bertemu dan beraksi. Xixixi...beraksi!!!
" Apa dia baik-baik saja?" tanya Bella tiba-tiba melepas paksa bibir Evan.
" Iya, sayang! Dia baik-baik saja! Dia sehat dan kuat! Asalkan nanti mainnya tidak terlalu keras!" bisik Evan.
" Mainnya?" ucap Bella membeo sambil mengerutkan keningnya.
" Ya!" jawab Evan.
" Dia masih belum lahir, babe! Jadi mana mungkin..." Bella menghentikan kata-katanya, dia seperti baru menyadari apa makna sesungguhnya dari perkataan Evan.
" Dasar Omessss!" kata Bella memukul dada Evan lalu bersandar di dada pria itu.
" Hahaha! Tapi kamu suka'kan!" tawa renyah Evan menggema di ruangan itu.
" Aku sangat suka! Apalagi dengan aroma tubuhmu! Membuatku sangat nyaman!" kata Bella yang mengendus-endus dada Evan.
" Babe! Kau bisa membangunkannya!" bisik Evan.
" Siapa?" tanya Bella masih belum sadar.
" Itu! Yang dibawah!" kata Evan lagi.
" Ckkkk! Apa kamu mau aku pingsan lagi?" gerutu Bella.
" Kan papinya sudah tahu, jadi mainnya bakal pelan-pelan!" kata Evan menggoda.
" Papi?" ulang Bella menatap Evan.
" Iya! Aku akan menjadi seorang papi! Dan kamu menjadi seorang Mami yang cantik juga...seksi!" bisik Evan.
" Dasar..."
" Aku sangat suka saat kamu hamil mami! Karena aku merasa tubuhmu lebih berisi dan lebih seksi!" kata Evan mengecup kening Bella.
" Emang kerasa?" kata Bella tanpa berpikir dia telah membangkitkan sesuatu di bawah sana.
" Tentu saja aku merasakannya, babe! Apa kamu sengaja menggodaku dengan menanyakan itu?" goda Evan.
" Apa maksudmu? Ak...aku hanya bertanya saja!" jawab Bella gugup. dia takut jika Evan akan menyerangnya saat ini, karena dia bisa melihat dibawah sana sedikit menggembung.
" Tapi mami takut, Pi!" kata Bella dengan wajah murung.
" Takut kenapa?" tanya Evan menatap Bella lekat-lekat.
" Bagaimana dengan...Keluargaku?!" tanya Bella.
" Papi akan menghadapi keluarga mami! Papi akan melakukan apa saja agar kita dapat bersama!" kata Evan memeluk Bella erat.
Dia tahu jika dia salah dan telah membuat aib di keluarga mereka berdua. Bella merupakan putri kesayangan papanya dan dia akan berhadapan dengan papa Bella juga Malv jika dia berani menyakiti Bella. Evan memeluk erat tubuh Bella lalu mengecup kening wanita itu untuk memberikan kekuatan padanya.