Setelah beberapa saat infus Bella akan segera habis. Evan yang tidak ikutan tidur, menekan tombol untuk memanggil perawat. Seorang perawat masuk ke dalam ruangan setelah mengetuk dua kali pintu kamar Bella.
" Permisi, Pak!" sapa perawat itu.
" Sssttttt!" Evan meletakkan telunjuknya ke depan bibir.
" Maaf!" kata perawat itu.
Bella semakin meringsek ke dalam pelukan Evan karena dia merasa sangat nyaman disana.
" Infusnya mau habis!" ucap Evan lirih.
" Iya, Pak!" jawab perawat itu.
Perawat itu menghentikan aliran infus yang ada di selang infus.
" Kalo Ibu sudah bangun, bapak bisa memanggil saya untuk melepaskan jarumnya!" kata perawat itu pelan.
" Iya, Suster! Trima kasih!" jawab Evan.
" Sama-sama! Permisi!" pamit perawat itu lalu melangkah keluar kamar Bella.
Evan merasakan tangannya sedikit kebas karena posisinya yang kurang pas saat ini. Perlahan Evan menarik tangannya sambil berusaha untuk bangun. Bella menggeliat karena merasakan gerakan Evan. Matanya mengerjap lalu terbuka.
" Sayang!" sapa Bella dan Evan baru menyadarinya.
" Maaf, sayang! Aku hanya ingin memperbaiki posisi tanganku. Apa aku mengganggu tidurmu?" tanya Evan.
" Nggak apa-apa! Apa kita masih lama?" tanya Evan.
" Apa kamu ingin pulang?" tanya Evan.
" Iya! Aku ingin memelukmu dengan leluasa!" jawab Bella tanpa malu-malu.
" Hahaha! Tentu saja, babe!" jawab Evan.
Tidak lama kemudian Evan memanggil kembali perawat tadi dan menyuruhnya melepaskan jarum yang ada di tangan Bella. Setelah Evan menyeleseikan administrasi, Evan membawa Bella pulang ke apartement Bella.
" Sayang!" panggil Bella yang ada di ranjang kamarnya.
" Sebentar, sayang! Aku harus menghubungi asistenku sebentar!" teriak Evan yang sedang berdiri di balkon kamar Bella.
Bella cemberut, dia merasa Evan mengabaikan dirinya, matanya mendadak berkaca-kaca dan hatinya merasa sedih sekali.
" Ok, Fer! Nanti kabari aku lagi!" kata Evan.
" Tadi Nyonya mencari, Bos!" kata Ferdi.
" Dia ke kantor?" tanya Evan.
" Iya, Bos! Saya bilang kalo Bos sedang ada meeting di luar!" kata Ferdi.
" Trima kasih, Fer! Apa dia menunggu?" tanya Evan yang tahu akan sifat posessif istrinya.
" Iya, Bos! Nyonya menunggu hingga jam 3 sore, lalu pamit pulang!" tutur Ferdi.
" Apa dia marah?" tanya Evan.
" Sepertinya Nyonya kecewa dan sedikit marah, Bos!" kata Ferdi.
" Biarlah! Ok, aku tunggu beritanya!" kata Evan lalu mematikan panggilannya dan memasukkan ponselnya ke dalam saku celana kainnya. Evan masuk ke dalam kamar dan melihat tubuh Bella yang terbaring di ranjang.
" Babe?" sapa Evan yang terkejut melihat tubuh Bella sesekali terguncang seperti sedang menangis.
" Sayang! Kamu kenapa?" tanya Evan yang mendekati tubuh Bella. Evan terkejut melihat cucuran airmata di pipi kekasihnya itu.
" Hei! Ada apa? Apa ada yang sakit lagi?" tanya Evan memeluk tubuh Bella. Bella menggelengkan kepalanya.
" Lalu kenapa menangis?" tanya Evan mengusap punggung Bella membuat wanita itu merasa nyaman dan lega.
" Aku tidak suka kamu mengabaikanku!" rengek Bella.
Bella bukan tipe wanita yang takut mengatakan apa yang ada di dalam hatinya jika bersama orang yang dia sayang.
" Hmmm! Aku kan hanya sebentar, sayang! Aku harus memantau perusahaan juga! Apa kamu mau anak kita kekurangan?" jawab Evan mengecup kening Bella.
Bella menatap lekat wajah Evan, dia menggelengkan kepalanya. Dia meraba rahang kokoh yang sedikit berbulu itu.
" Aku hanya ingin dipeluk olehmu!" ucap Bella manja.
" Kamu tidak pernah semanja ini, sayang! Apa ini bawaan baby kita?" tanya Evan mengusap perut Bella di dalam pakaiannya.
" Mungkin Papi!" jawab Bella lembut.
" Apa papi boleh menemui adik baby saat ini?" goda Evan yang merasa gairahnya perlahan naik saat Bella meraba rahangnya.
" Apa papi tidak capek?" tanya Bella yang merasa pahanya mengenai benda keras.
" Papi nggak akan pernah capek jika untuk menemui adek baby!" bisik Evan lalu menjilat telinga Bella. Tubuh Bella meremang karena sentuhan Evan yang tidak hanya di telinga, tangan Evan ternyata sudah menyusup di bagian inti Bella dan mengusap-usapnya.
" Pa...piiiii!" desah Bella tanpa menahannya.
" Kamu cepat sekali basah, babe!" goda Evan.
Wajah Bella merona mendengar perkataan Evan, karena memang itu yang terjadi. Evan selalu bisa membuat dirinya basah hanya dengan sedikit sentuhan saja. Bibir Evan dengan nakalnya menyentuh setiap jengkal kulit di tubuh Bella dan membuat wanita itu bergerak bagaikan ular dengan bibir penuh dengan desahan dan erangan bahkan desisan.
" Dooo...ak...ku....akhhhhhh!" teriakan Bella setelah pelepasan pertamanya.
" Jangan terlalu banyak bergerak, babe! Ingat di dalam perutmu ada calon baby kita!" bisik Evan di telinga Bella. Wanita itu tidak mampu menjawabnya karena tubuhnya terasa lemas. Evan masih ingin bermain-main dengan tubuh indah itu, dia mengulang kembali kegiatannya yang menyentuh Bella dari ujung rambut hingga ujung kaki.
" Semua yang ada pada tubuhmu terasa sangat nikmat, sayang!" ucap Evan, membuat Bella merasa tersanjung dan bangga karena Evan sangat menyukai seluruh bagian tubuhnya juga hatinya.
" Ahhh, Dooo!" desah Bella saat Evan mengarahkan juniornya ke bibir intinya dan mencoba menekannya agar bisa menerobos masuk.
" Kamu semakin sempit, babe! Jangan dijepit, nanti bisa bahaya!" kata Evan setelah dia menekan juniornya dengan sedikit keras karena Bella mencoba menghalangi jalan masuknya.
" Hehe!" kekeh Bella, lalu dengan cepat Bella melepaskan himpitannya dan Evan langsung menerobos intinya. Mereka saling mendesahkan nama berkali-kali hingga gelombang itu datang dan menghempaskan tubuh mereka berdua. Evan terjatuh sesaat di tubuh Bella dengan menahan kedua tangannya di samping perut Bella. Perlahan Evan menjatuhkan tubuhnya setelah mengecup lembut kening Bella.
" Aku akan kembali ke Itali setelah acara pertunangan!" ucap Bella tiba-tiba.
" Apa? Nggak! Aku nggak akan ijinkan!" ucap Evan marah.
" Aku tidak mau keluargaku tahu tetang kehamilanku, Do!" kata Bella.
" Aku akan bicara pada mereka, sayang!" kata Evan.
" Dan mengatakan apa? Jika kamu telah membuatku hamil tapi kamu telah beristri?" kata Bella serius.
" Aku akan menceraikan dia, Babe!" kata Evan lagi.
" Tidak! Kamu tidak boleh melakukan itu, Do! Aku tidak mau dikatakan sebagai pelakor meski pada kenyataannya seperti itu!" kata Bella yang telah memutar tubuhnya menghadap Evan, begitu pula sebaliknya.
" Tapi kalian membutuhkanku, sayang!" ucap Evan frustasi.
" Aku akan menjadikan putusnya pertunanganku sebagai alasan untuk menyendiri, sayang! Kamu bisa datang jika merindukanku!" kata Bella serak, airmatanya telah membendung di pelupuk matanya. Dia mengatakan hal itu agar Evan setuju dengan rencananya, walau dia yakin jika dia dan calon anaknya lah yang akan lebih sering merindukannya.
" Kamu akan kemana?" tanya Evan.
" Entahlah!" jawab Bella.
" Jangan terlalu jauh! Akan terasa lama jika aku merindukan kalian!" kata Evan manja.
" Bagaimana jika Korea?" tanya Bella.
" Tentu saja! Itu sangat dekat, babe!" jawab Evan lalu mendekap tubuh polos Bella.
" I love you, papi!" ucap Bella.
" I love you more, mami!" balas Evan mengecup lembut bibir Bella. Bella menempelkan wajahnya di dada Evan yang terasa nyaman itu.