Kecupan hangat siang itu ..

Liburan semester telah berakhir.

Diandra memasuki gerbang kampus dengan langkah berat. Banyak pertanyaan terlintas dalam benaknya saat ini.

"Apa yang harus aku katakan dihadapan Adrian nanti?"

"Bagaimana aku harus bersikap saat bertemu dengannya?"

Pikiran Diandra tidak berfokus pada hari pertamanya di kampus melainkan pada sosok Adrian, yang mungkin saja akan ditemuinya di salah satu sudut kampus.

"Hai Dee.." seorang lelaki tiba-tiba menepuk bahu Diandra dari belakang.

Ia tersentak sesaat setelah tangan itu menggapai pundaknya. Tapi ia menyadari itu bukanlah Adrian.

"hhhhhh" Diandra menghela napas lega.

"Ada apa?'' Ia bertanya sedikit ketus kepada laki-laki jangkung itu.

Yuda, teman satu jurusan Diandra.

"Tidaak,hanya ingin menyapa" sahut Yuda dengan senyum jenaka.

"Bagaimana liburanmu di Bali?" lanjutnya.

"Yaa, menyenangkan." sahut Diandra datar.

''Morning coffee?'' ajak Yuda.

''Ayoo!!'' sahut Diandra.

Yaps. Kopi. Kata kunci yang selalu di gunakan Yuda untuk menenangkan suasana hati Diandra.

Sudah sejak lama Yuda memendam perasaannya pada Diandra. Tetapi ia tahu bahwa hati Diandra hanya tertuju pada Adrian.

Yang dapat dilakukan Yuda hanyalah selalu berada didekat Diandra dan mengamati suasana hatinya.

"Dua ice americano , satu red velvet cake ." Yuda memesan menu favorit Diandra.

Sementara itu Diandra sudah duduk di spot favoritnya. Meja disudut dekat jendela.

Memandangi hiruk pikuk ibu kota dengan tatapan mata kosong. Menghitung setiap kendaraan yang lewat di depan kedai kopi.

"Dee.. jangan dihitung. Nanti lepas semua ban mobil itu.''gurau Yuda yang menghampirinya membawa dua gelas ice americano.

"Hanya ini?" tanya Diandra.

"Sabaaar, your favorite red velvet is on its way." sahut Yuda sambil tersenyum menatap Diandra.

"Thank you." Diandra membalas dengan senyum tipis.

Sebenarnya, Diandra menyadari bahwa perhatian Yuda padanya bukanlah sebatas teman. Tetapi Diandra tak bisa menghapus Adrian dalam benaknya.

"Dee, aku duluan ya ada kelas, nanti kita makan siang bareng, aku whatsapp setelah kelas ku selesai." ucap Yuda.

Mereka berpisah di depan perpustakaaan kampus. Yuda rela memutar arah demi mengantarkan Diandra ke perpustakaan sedangkan kelasnya ada di arah yang berlawanan.

"Okay, see you nanti siang ya da." sahut Diandra.

Diandra masuk ke perpustakaan, ia tidak begitu suka membaca, hanya ingin menenangkan pikiran dengan suasana tenang dalam perpustakaan sebelum kelasnya dimulai.

Diandra mengambil satu buku yang judulnya bahkan tidak ia pahami. Lalu duduk di lantai sudut ruang perpustakaan yang saat itu kosong dan hening. Tak ada seorang pun di sekeliling Diandra.

"Sayang." tiba-tiba terdengar suara yang sangat tidak asing ditelinga Diandra.

Adrian.Ya itu Adrian. Ia berbisik dari balik kabinet yang penuh dengan tumpukan buku. Sehingga dirinya tak terlihat oleh Diandra. Namun Diandra tetap mengenali suara penuh karisma itu.

Hingga saat ini Diandra masih belum mengerti mengapa hatinya berdetak kencang setiap mendengar suara itu.

"Apa kabar?" Adrian mendekat dan berjongkong tepat di depan Diandra.

Diandra tak mampu membalas pertanyaan Adrian. Ia masih tercengang atas kehadiran Adrian yang tiba-tiba.

"Aku rindu. Bolehkan?" lanjut Adrian.

Adrian duduk di sebelah Diandra. Perlahan menggenggam tangan Diandra yang sudah berkeringat sejak tadi.

"Kenapa diam saja? Sudah dua minggu kita tidak bertemu." ucap Adrian.

"Jangan begini Adrian. Kita tidak bisa terus begini." Diandra berusaha menjawab perlahan. Ia menahan gemuruh dalam dadanya yang sesungguhnya tak sanggup lagi ia bendung.

"Dee, aku suka kamu, kamu juga suka aku kan? Lalu apa masalahnya? Silvi? Aku sudah tidak ada rasa padanya." Adrian mencoba menjelaskan.

"Aku sudah mengatakan semua padamu, apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Silvi." lanjut Adrian.

"Tapi sembilan tahun bukan waktu yang singkat Adrian, aku tak ingin menyakitinya, aku juga perempuan. Kamu mungkin tidak mencintainya. Tapi dia? Bagaimana dengan perasaannya?" sahut Diandra dengan suara lirih.

"Sudah berapa kali aku katakan, semua itu hanya tentang tanggung jawab, Dee." Adrian berusaha menjelaskan kembali hal yang sudah berulang kali ia katakan pada Diandra.

"Tanggung jawab? Jika memang benar itu maksudmu, lakukanlah dengan benar. Selesaikan semua dengan baik. Jangan datang padaku dengan bahumu yang masih dipenuhi rasa tanggung jawab atas hati wanita lain." bisik Diandra dengan mengerutkan dahi.

"Aku menyukaimu, Adrian. Tapi Silvi tidak pantas untuk kau perlakukan seperti ini. Dia tidak bersalah." lanjutnya.

Adrian terdiam sejenak setelah mendengar perkataan Diandra.

"Aku mengerti apa maksudmu, Dee. Aku berjanji akan menyelesaikan semua ini tanpa menyakiti siapapun." sahut Adrian.

"Lihat aku, Dee." Adrian menyentuh lembut pipi Diandra yang sedari tadi hanya memandang lurus kedepan.

"Aku ingin menatap mata indahmu." lanjut Adrian.

Diandra mematung. Hatinya kembali bergemuruh, menatap kedua mata Adrian.

"Aku mencinatimu,Dee." ucap Adrian sembari merapikan anak rambut di dahi Diandra.

Perlahan ia menyentuh lembut bibir Diandra dengan ibu jarinya. Lalu mengecupnya pelan.

Diandra tersentak. Ia berusaha melepaskan pelukan Adrian. Tetapi Adrian sudah melingkarkan lengannya pada pinggang Diandra dan merangkulnya dengan erat.

"Kamu sangat cantik, Dee." manis tutur Adrian sambil kembali memainkan anak rambut Diandra.

Diandra kembali terhanyut pada tatapan mata coklat Adrian yang begitu hangat. Ingin rasanya ia tetap berada dalam pelukan Adrian tanpa memikirkan perasaan siapapun.

"Nanti malam ada acara?" tanya Adrian sambil tetap merangkul erat pinggang Diandra.

"Ada janji makan malam dengan teman-teman." sahut Diandra.

"Besok siang? Bisa lunch denganku? Ada toko daging yang baru buka di ujung jalan sana." ajak Adrian.

"Kita lihat besok ya." jawab Diandra penuh keraguan.

"Aku ada kelas." Diandra melepaskan pelukan Adrian dan beranjak meninggalkan tempat itu.

Adrian menatap punggung Diandra yang perlahan menghilang dibalik barisan kabinet.

"Dee, kelas ku sudah selesai. Kamu dimana?" Yuda mengirim pesan singkat pada Diandra.

"Yudaa!!" seru Diandra sambil berlari kecil dari jarak sepuluh meter di belakang Yuda.

"Hai, sudah selesai? Bisa berangkat sekarang?" sahut Yuda sambil tersenyum riang.

"Iya, tapi aku ajak Winda boleh ya?" tanya Diandra.

"Tentu saja. Nur? Icha? Mereka tidak ikut juga?" kata Yuda.

"Tidak. Hanya Winda. Dia kebetulan searah, jadi kita lunch bersama. Nur dan Icha sedang bekerja paruh waktu, tempatnya agak jauh dari sini." jelas Diandra.

"Baiklah, ayo berangkat." ajak Yuda.

Mereka pergi ke restauran ramen favorit Diandra di seberang kampus. Begitulah Yuda, dia bahagia dengan apapun yang disukai Diandra.

"Mau seperti biasa atau mau coba menu lain?" tanya Yuda sambil membolak-balik daftar menu.

"Mmmm.. hari ini aku ingin yang ini." Diandra menunjuk menu ramen dengan kuah pedas.

"Hei, kamu makan ini di siang hari? Nanti sakit perut." Yuda mengernyitkan dahi pada Diandra.

"Lalu aku harus memakannya waktu subuh?" celoteh Diandra.

"Biarkan saja, Yuda." sambung Winda yang baru saja datang dan langsung duduk di sebelah Diandra.

"Sakit perut tinggal minum obat, kan." lanjutnya sambil tersenyum dan melirik Diandra.

"Yes. Betul sekali!" seru Diandra.

Yuda menatap heran kedua wanita itu sambil menggelengkan kepala.

"Winda mau pesan apa?" tanya Yuda.

"Aku ramen dengan kuah miso, minumnya tetap teh es teh ya." sahut Winda sambil terseyum jenaka.

"Baik ibu-ibu, tunggu sebentar, pesanan segera datang." kata Yuda.