6. Bingkisan Perak

Berkali-kali wanita cantik itu menatap ke jalan dengan raut wajah penuh kecemasan, sembari berharap bahwa sosok yang dia tunggu sejak tadi segera memunculkan dirinya. Namun, bahkan setelah lima jam dia berjalan mondar-mandir di depan pintu, dengan sesekali menatap ke jalanan, sosok yang diharapkannya tak kunjung juga datang. Alhasil semakin cemaslah wanita cantik itu.

"Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia belum pulang?" Bibi Xia menatap cemas ke jalan, tak tahu kenapa perasaannya berkata tidak baik mengenai keadaan Zhang Wei. Seolah ada peringatan kecil di sana, mengatakan Zhang Wei sedang kesulitan. Namun, bibi Xia tidak ingin berprasangka buruk. Mungkin saja Zhang Wei masih marah karena masalah tadi, sebab itulah Zhang Wei belum pulang ke rumah.

"Apakah aku tidak seharusnya melarangnya menjadi Kultivator?" Bibi Xia dilema, jika dipikir-pikir lagi, menghalang mimpi seseorang bukanlah yang benar, terlebih lagi ketika seseorang tersebut berharap besar pada impiannya. Hanya saja ....

"Andai kau tahu Zhang'er. Bibi tidak melarangmu untuk bermimpi, bahkan jika kau bermimpi menjadi Kaisar sekali pun ... tapi untuk mimpimu yang satu itu, maaf Bibi tidak akan mengizinkanmu. Semua demi kebaikanmu." Bibi Xia tahu benar apa yang dilakukannya ini adalah pilihan yang benar. Sangat benar untuk keselamatan Zhang Wei.

"Bibi Xia?"

Wanita cantik lekas menoleh ketika dia mendengar suara panggilan untuknya. Bibi Xia menemukan seorang gadis manis berdiri tidak jauh darinya sambil menenteng sesuatu.

"Apa yang Bibi Xia lakukan? Kenapa berjalan mondar-mandir di depan pintu? Apa sedang menunggu seseorang?" Gadis manis itu adalah Chyou. Chyou berjalan mendekati Bibi Xia. Di akhir kalimat dia menoleh sekilas ke jalan, mencari seseorang yang mungkin saja sedang ditunggu Bibi Xia.

Bibi Xia melenguh pelan, dijatuhkannya bongkongnya di kursi kayu yang ada di dekatnya. "Zhang'er belum pulang, Bibi khawatir dengannya," jawab Bibi Xia lemah sambil menopang keningnya yang mulai terasa pusing, lantaran terus memikirkan Zhang Wei.

"Zhang gege belum pulang? Pergi ke mana dia, Bi?" tanya Chyou heran. Setahunya Zhang Wei sudah pulang setelah pertemuannya tadi siang di dekat rumah perpustakaan. Tidak mungkin Zhang Wei pergi ke tempat lain, selain ....

"Mungkin saja dia masih di sungai? Memperbaiki tangkaran di sana?"

Jika Zhang Wei belum pulang, ada kemungkinan bocah laki-laki itu masih di sungai, entah sedang memperbaiki atau menambah tangkaran perangkap ikan di sana.

"Tidak-tidak." Bibi Xia menggeleng. "Zhang'er sudah pulang dari sana, dia bahkan membawa beberapa ikan hasil tangkapannya hari ini." Lanjut bibi Xia lemah.

"Lalu?" Chyou tidak mengerti. Jika Zhang Wei benar sudah pulang, seharusnya Zhang Wei ada di rumah, dan bibi Xia tidak perlu berekspresi sedih seperti sekarang. Zhang Wei jika sudah pulang dari sungai, biasanya dia tidak akan ke mana-mana lagi, kecuali keluar mengurus hal penting di belakang rumah.

"Bibi telah membuatnya marah. Tadi kami berdebat tentang keinginannya menjadi Kultivator," jelas Bibi Xia lemah. Ditangkupnya wajahnya, merasa bersalah.

Mendengar penjelasan Bibi Xia, Chyou langsung mengerti inti permasalahannya. Kenapa Zhang Wei tidak ada di rumah.

'Ah, masalah itu lagi.' Chyou tak bersuara, selain menatap Bibi Xia dengan pandangan iba.

Chyou tebak, Zhang Wei pasti sedang kecewa pada bibi Xia sebab bibi Xia terus melarangnya menjadi kultivator. Chyou hafal permasalahan ini, karena dirinya memang sering tak sengaja mendengar perdebatan antara Zhang Wei dan bibi Xia yang dipicu karena keinginan Zhang Wei menjadi kultivator. Sebenarnya, Chyou juga cukup penasaran, alasan apa yang membuat bibi Xia begitu kekeh melarang Zhang Wei menjadi kultivator. Dan Chyou tidak ingin berprasangka dulu, dia belum tahu jelas apa alasan bibi Xia begitu kekeh pada larangannya. Bisa jadi pelarangan itu bertujuan baik untuk Zhang Wei. Tidak ada yang tahu bukan?

"Apa seharusnya Bibi tidak melarangnya?" Bibi Xia menatap Chyou, seakan minta jawaban dari gadis kecil itu. Chyou tersenyum kaku, tidak tahu harus menjawab apa.

"Menurut Chyou, ada baiknya Bibi menyampaikan jawaban dari pertanyaannya? Mungkin Zhang gege akan mendengarkan dan mengerti maksud larangan Bibi?" Chyou tidak yakin, tapi hanya ini yang bisa dia katakan.

"Begitukah?" Bibi Xia kembali murung, entah memikirkan apa lagi.

"E-eh ... i-itu, Chyou tahu dari Kakak. Ya-ya, Kakak berkata seperti itu pada Chyou saat Chyou marah sama Ayah." Chyou segera mengklarifikasikan maksud ucapannya. Setidaknya dia tidak ingin bibi Xia heran dengan sikapnya yang sok bijak. Karena di mata orang-orang Chyou hanya lah anak kecil yang tidak tahu apa-apa.

Padahal sebenarnya, Chyou adalah gadis kecil dengan Jiwa perempuan tua yang usianya bahkan lebih tua dari pada desa Suling Bambu. Berkat kemampuan Chyou yang tinggi, dia bisa menipu semua orang di desa Suling Bambu, termasuk keluarga angkatnya sendiri. Tidak ada yang sadar bahwa Chyou adalah roh wanita tua yang menyamar menjadi anak kecil.

Dulu, Chyou tidak sengaja ditemukan oleh keluarga Xun tergeletak tidak sadarkan diri di pinggir hutan. Untungnya kepala keluarga Xun adalah orang yang baik, sehingga mereka mau mengadopsi Chyou sebagai anak angkat mereka, dan sebuah kebetulan juga keluarga Xun tidak memiliki anak perempuan. Lalu mereka menganggap Chyou sebagai anak perempuan mereka.

"Tidak apa-apa, Chyou. Apa yang kamu ucapkan memang benarnya." Bibi Xia menghela nafas. Ia tahu dialah yang bersalah di sini.

"Oh, iya, ada perlu apa Chyou datang ke sini?" Bibi Xia segera mengganti topik pembicaraan. Tidak ingin membahas masalahnya dengan Zhang Wei kepada orang lain. Ya, meski pun Chyou tidak bisa dikatakan sebagai orang lain di sini. Bibi Xia sudah menganggap Chyou seperti keponakannya sendiri.

"Oh, itu, aku diminta ayah untuk memberikan ini kepada Zhang gege dan Bibi Xia." Chyou memberikan bingkisan di tangannya kepada Bibi Xia. Bibi Xia menerima dan melihat sejenak isi dari benda yang ditutup kain hitam itu.

"Ini?" Bibi Xia tersentak ketika mengetahui isi bingkisan itu adalah belasan keping perak. Uang yang jumlahnya tidak sedikit. Bibi Xia beralih menatap Chyou terkejut. "Apa maksudnya ini? Kenapa ayahmu memberikan kami ini?" tanya bibi Xia sedikit keras.

"Itu, tadi Zhang gege telah memberi beberapa ekor ikannya kepada kami. Kata ayah uang itu untuk membayar hasil ikan Zhang gege, tapi karena Zhang gege tidak mau dibayar, jadi ayah memutuskan memberikan uang ini pada Bibi Xia," jelas Chyou.

"Kata ayah jangan dikembalikan," ucap Chyou lagi.

"Tapi ini ... jumlahnya terlalu banyak untuk harga beberapa ikan. Bahkan ikan di pasar pun tidak semahal ini."

Bibi Xia berniat mengembalikan uang itu. Menurutnya tidak terlalu pantas untuknya menerima uang itu jika mengingat-ingat kembali semua kebaikan yang keluarga Xun berikan. Bahkan rumah yang dia dan Zhang Wei tinggal adalah rumah pemberian keluarga Xun. Keluarga Xun bahkan tidak pernah meminta tagihan untuk rumah yang mereka berikan. Terlalu berat rasanya bagi bibi Xia jika menerima uang itu setelah apa yang dilakukan keluarga Xun selama ini kepadanya. Sementara bibi Xia dan Zhang Wei tidak pernah membayar sepeser pun selain memberi ikan yang memang sengaja mereka berikan sebagai tanda terima kasih atas kebaikan keluarga Xun selama ini.

"Kata ayah uang itu setara dengan ikan yang selama dua tahun ini Zhang gege berikan. Jadi, bibi Xia tidak boleh menerimanya, jika tidak, ayah pasti akan memarahi Chyou. Seharusnya uang ini diantar oleh kakak Liang, tapi aku sangat meminta pada ayah untuk memberikan uang ini kepadaku dan biar aku yang mengantarnya kepada bibi Xia, dan ayah berpesan agar uang itu tidak dibawa pulang atau Chyou akan kena marah," ucap Chyou menolak menerima kembali bingkisan hitam itu. Chyou menggeleng pelan.

Bibi Xia terlena, tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Dirinya terlalu malu untuk menerima atau pun menolak uang pemberian keluarga Xun. Bibi Xia tahu apa yang dilakukan keluarga Xun selama ini bukan lain hanya untuk membantu mereka menopang hidup.

'Pasti karena mereka merasa berhutang budi. Padahal aku sudah meminta mereka untuk melupakan masalah itu.' Bibi Xia menghela nafas pelan. Terpaksa dia akan menerima uang itu dan menyimpannya, kasihan juga jika Chyou harus kena marah karena penolakannya terhadap uang itu.

"Baiklah, bibi akan menerima uang ini. Katakan pada ayahmu bahwa aku sangat berterima kasih atas kebaikannya selama ini dan ... tolong jangan bersikap seperti ini lagi, bibi merasa tidak enak." Bibi Xia mengumbar senyum hangat.

Chyou balas tersenyum sambil mengangguk. "Hem, akan Chyou sampaikan kepada Ayah. Kalau begitu Chyou pamit." Chyou berbalik pulang dan melambai tangan sebelum ia berlari kecil meninggalkan rumah kecil itu.

Bibi Xia tersenyum dan balas menyapa lambaian Chyou.

"Gadis kecil yang menggemaskan," gumam Bibi Xia setelah Chyou hilang dari pandangannya.