Semua yang ada di ruangan itu kompak dalam diam. Tidak ada seorang pun berani membuka suara menjawab pertanyaan yang dilontarkan Arini barusan. Bingung, tak tahu harus memberi jawaban apalagi agar wanita itu percaya.
Arini berdiri kemudian melangkah ke arah Farzan. Dia menatap sayu sang adik ipar dengan mata merah digenangi air. Wajahnya menyiratkan kesedihan yang mendalam. Meski sakit, tapi Arini bisa merasakan ada yang disimpan oleh keluarganya saat ini.
Dia menarik tangan Farzan ke posisi berdiri, sehingga mereka berhadapan saat ini. “Kamu jawab kakak, Zan. Kenapa Bran belum pulang?” lirihnya terdengar memilukan di telinga pria itu.
Farzan menarik napas dalam, sehingga menimbulkan sesak di dalam dada.
“Zan!!” bentar Arini, “kamu selama ini nggak pernah bohong sama Kakak.”
Netra cokelat lebar Arini menatap mata elang Farzan satu per satu. Dia berharap adik yang telah dibesarkan dengan penuh kasih sayang mau menjawab pertanyaannya dengan jujur.