Perjodohan

Keyna sedang duduk di atas sofa di depan Ibunya yang sejak tadi berbicara padanya, tentang pernikahannya yang akan diadakan sebentar lagi. Satupun ucapan Serena tak ia dengarkan. Gadis berambut sebahu yang ia biarkan terurai begitu saja itu terlihat berantakan dan sudah dua hari tak Keyna sisir. Mata bulatnya menatap lurus pada Sang Ibu di depannya. Wajah cantiknya terlihat sedikit pucat. Ia benar-benar stres beberapa hari ini. Bibir mungilnya kini terlihat manyun. Walaupun begitu Keyna masih terlihat sangat cantik.

Keyna tidak habis pikir, kenapa jalan hidupnya seperti ini. Perjodohan yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya, menikah muda, diusainya yang belum genap dua puluh tahun.

Ia mencoba mencerna semuanya. Awalnya Keyna pikir ini akan menyenangkan, tetapi ternyata tidak. Semakin ia dewasa, rencana ini malah semakin menjadi beban kepalanya dan sekarang ia tidak ingin hal itu terjadi.

"Perjodohan, mimpi apa aku ini?" otaknya masih mencoba menerimanya.

"Apa yang terjadi dengan ku?”

"Mengikuti kehendak orang tua untuk melancarkan bisnis mereka,"

"Ah, ini seperti mereka menjualku lebih tepatnya." Keyna tak bisa menolaknya, jika menolak, mereka dengan mudah akan memberhentikan kuliahnya, ia akan diusir dari rumah, jadi gelandangan dan tidak punya apa-apa. Keyna tidak ingin hal itu terjadi, yang jelas ia tidak habis pikir, kenapa orang tuanya bisa sejahat itu padanya.

Penolakan Keyna sama sekali tidak didengar oleh mereka. Entah sudah berapa kali Keyna menolaknya, memohon pada Ibunya kalau ia tidak ingin itu menikah tapi Ibunya sudah tak mendengarnya lagi.

"Jadi, Ibu sudah memesan banyak bunga mawar untuk nanti, bunga mawar kesukaanmu, kau bahagia, kan?" kata Ibunya pada Keyna yang masih diam. Serena menoleh kesal. Ia sekarang sadar seluruh ucapannya tidak masuk ke kepala Keyna.

"Keyna? Apa kau dengar apa yang Ibu katakan?" Serena melotot kesal ke arah Keyna yang lantas saja terperanjat kaget. Ia menoleh pada Ibunya dengan muka bingung.

"Ah... Iya, Ibu." Keyna mengaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung apa yang baru saja Ibunya katakan padanya. Ia sama sekali tidak mendengarkan Ibunya bicara sedikitpun, ia terlalu fokus pada pikirannya sendiri.

"Kau tak mendengarkan Ibumu, bicara?" tanyanya lagi dengan nada terdengar sedikit marah.

"M-maaf Bu," Keyna memasang muka makin bingung. Ia berpikir sejenak. Mencoba mengingat apa saja yang tadi dikatakan Sang Ibu padanya.

"A-aku lagi banyak tugas kuliah, jadi terserahmu mau membuat rencana yang seperti apa, aku mengikut saja. Aku ke kamar dulu. Aku tidak bisa berpikir sekarang, semua aku serahkan padamu." ucapnya serius, berdiri, menunduk sedikit, meminta maaf, lalu beranjak pergi dengan wajah lesu menuju kamarnya yang tak jauh dari ruang keluarga mereka.

"Key... Ibu belum selesai bicara." teriak Serena melihat Keyna kini berjalan cepat menuju kamarnya, membuka pintu, lalu masuk.

"Maaf Bu, terserah mu saja. Aku menurut saja." katanya lagi lalu menutup pintu kamarnya. Serena menoleh jengkel, menatap anak gadisnya itu kini menghilang di balik pintu kamar.

"Ah! Dasar anak jaman sekarang, dia sudah mulai membangkang Ibunya." Serena menggerutu kesal. Ikut berdiri lalu beranjak pergi menuju dapur.

Keyna mengambil duduk di pinggir tempat tidurnya, kembali mengingat masalah perjodohannya dengan lelaki yang selalu Ibunya banggakan, yang akan memegang jabatan tertinggi di Group LT. Keyna tidak tahu siapa lelaki itu. Bahkan sekalipun Keyna tidak pernah bertemu dengannya.

Dia sekolah di Luar Negeri, lulusan terbaik di Harvard, anak bungsu dari pemilik Group LT. Keyna hanya mendengar itu. Tentang lelaki yang akan dijodohkan dengannya itu. Perjodohan akan dilakukan sebulan lagi.

Keyna menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskan perlahan. Detik berikutnya ia mengacak rambutnya frustasi. Ia makin pusing dibuatnya.

"Apa dia sudah tua? Apa dia tak punya alasan untuk menolaknya?" Keyna makin gelisah memikirkan banyak hal yang akan terjadi dengannya setelah ini. Ia tak bisa membayangkan apa saja yang terjadi selanjutnya.

"Apa yang harus ku lakukan? Terjun bebas di udara. Ah tidak mungkin? Aku harus mengapai cita-cita ku." pikiran Keyna melayang jauh, ia ingin menolaknya, tapi sepertinya makin sulit, ditambah lagi ia tidak punya tabungan yang cukup untuk pergi dari rumah sang Ibu.

"Apa aku akan jatuh cinta padanya?"

"Ah, tidak mungkin." Keyna menggeleng kesal.

Jatuh cinta? Kini pikiran Keyna tertuju pada Kennard, mantannya dulu ketika masih duduk di Sekolah Menengah Atas, cinta pertamanya, yang merebut ciuman pertamanya, yang ternyata juga pacar sahabatnya sendiri. Sahabat masa kecilnya. Ternyata Kennard mengencani kedua sahabat itu. Secara bersamaan. Keyna tak mengerti dan semua masih sulit ia lupakan.Dengan mudahnya Kennard mengencani kedua sahabat itu tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Sejak itu Keyna tak pernah lagi berkencan dengan siapapun. Keyna jadi trauma untuk memulai hubungan baru lagi dengan lelaki mana pun, dan selalu mengelak ketika beberapa lelaki mendekatinya. Dia selalu berpikiran lelaki dunia ini sama saja, sama seperti Kennard.

Sejak saat itu pula persahabatan Keyna dan Daniza hancur, tanpa ada sedikit pun tersisa, karena lelaki brengsek yang diidamkan oleh semua siswi di sekolahnya itu. Kennard adalah lelaki paling gagah dan pintar di sekolah mereka, dan juga playboy, tentu saja, dia dengan mudah mengencani semua gadis yang menurutnya paling cantik di sekolah.

Tak hanya Keyna dan Daniza yang menjadi korban Kennard, tapi Kennard telah mengencani lebih dari tiga puluh siswi di sekolahnya. Keyna baru tahu ketika Daniza memberi tahunya saat mereka bertengkar hebat karena Kennard.

Entahlah, Keyna tidak tahu kenapa lelaki itu menghilang setelah Keyna menamparnya waktu itu. Bahkan Keyna tidak menemukannya lagi di sekolah setelah itu. Dan Kennard sama sekali tidak meminta maaf padanya. Padahal Keyna menunggu Kennard untuk meminta maaf padanya. Hal itu juga yang membuat Keyna makin membencinya. Kennard menghilang tanpa jejak, tidak ada satupun yang tahu ia ke mana, dan tak pernah lagi bertemu dengan Keyna maupun Daniza. Keyna juga tidak pernah lagi mendengar sedikitpun kabar Kennard hingga sekarang.

Di hari itu juga yang membuat Keyna merasa sangat trauma. Dimana Keyna dan Daniza terjebak masalah yang sama sekali tidak mereka sangka. Membuat Keyna mengalami mimpi buruk setiap kali mengingat kejadian yang ia lihat ketika itu.

***

Sementara itu. Kennard sedang duduk di samping gadis yang kini menangis terisak. Beberapa kali lelaki berkulit putih dan berpostur tubuh tinggi itu mengusap rambut hitam miliknya yang dipotong rapi, ia terlihat tampan. Wajahnya kusut. Sesekali ia melihat gadis yang sedang menyandarkan kepalanya di bahu Kennard, gadis berambut pirang dipotong pendek itu. Matanya sembab, karena sejak tadi ia menangis. Kennard bahkan tak bisa berpikir jernih sejak dia pulang dari Amerika beberapa waktu lalu.

"Ken? Kenapa kau harus menikahi gadis itu, siapa gadis itu, aku mencintai mu?" isak tanggis gadis itu di pundak Kennard yang berada di sampingnya, ia memegang pergelanggan tangan Kennard.

"Aku minta maaf, Aku belum bertemu dengannya, setelah aku menikah aku akan sering kesini melihat mu, berhentilah menangis, selesaikan kuliah mu, setelah itu aku akan menjemputmu, ini hanya pernikahan kontrak." suara lelaki itu terdengar lembut mencoba menenangkan gadisnya. Jika seperti ini, ia tidak bisa menikah, padahal ini juga untuknya.

"Jika aku tak menikah dengannya, kuliah mu akan putus. Apartemen ini akan dijual, kau mau tinggal di mana? Ini untuk mu juga, aku tak punya apa-apa untuk menyekolahkan mu, tanpa uang dari mereka." tambahnya mengusap air mata gadis di sampingnya itu. Gadis itu terlihat sangat berantakkan.

"Kau janji akan menjemput ku setelah mendapatkan semuanya?" tanya gadis itu masih terisak. Kennard lantas saja mengangguk mantap.

"Iya. Aku janji. Jadi bersabarlah sebentar. Tidurlah, ini sudah malam, bukan kah besok kau masuk pagi. Aku pulang dulu." ucapnya melepaskan pegangan tangan gadis itu dengan sedikit berat. Tidak tega.

"Baiklah. Hati-hati di jalan. Aku tak mau kau kenapa-kenapa." ucapnya dengan wajah datar masih terlihat sangat sedih. Lelaki itu tersenyum samar membuat ia terlihat cukup tampan. Pergi meninggalkan gadis itu di ruang tengah apartemennya, ia kembali menangis terisak ketika Kennard menghilang di balik pintu apartemennya. Ia melihat ke arah ponselnya di atas meja dan meraihnya cepat, membuka layar pembuka dan mencari nama seseorang, setelah itu menekan tombol panggil.

Keyna kini mencoba memejamkan matanya, tapi pikiran tentang pernikahannya masih berlalu lalang di kepalanya, membuat ia sangat tidak tenang. Keyna kembali duduk, melirik jam weker yang berada di atas meja di samping tempat tidurnya. Jam sebelas malam. Ponselnya berdering membuatnya sedikit terkejut. Siapa yang menelpon tengah malam seperti ini. Keyna mengambil benda mungil itu cepat. Melihat nama yang muncul dilayar ponselnya.

"Laura?" gumamnya binggung dan mengeser layar jawab di ponselnya, menempelkan benda pipih itu di telinga kirinya.

"Key? Kau sudah tidur?" ucapnya dengan suara serak.

"Belum, aku tak bisa tidur Laura. Kau kenapa? Kau seperti habis menangis." tanya Keyna sedikit khawatir mendengar suara serak sahabatnya itu. Mereka sudah saling kenal selama dua tahun terakhir, selama berada di kampus dan di kelas yang sama dengannya. Keduanya cukup dekat.

"Pacarku akan menikah dengan gadis lain." ucapnya spontan membuat Keyna kaget

"Apa?"

"Benarkah? Orang yang selalu kau banggakan yang mencintaimu setengah mati, itu?" tanya Keyna sedikit tak percaya. Ia ingat Laura selalu menceritakan padanya tentang lelaki itu. Bagaimana bisa ia mendengar berita seperti ini disaat kepalanya pusing memikirkan perjodohannya.

"Iya. Dia dijodohkan oleh Ibunya. Aku ini hanya sampah keluarganya, aku tak bisa apa-apa selain mengiklaskannya." Laura menangis kembali. Keyna hanya bisa menghela napas dalam-dalam mendengar ucapan itu. Ia mengerti kenapa Laura bisa sesedih ini sekarang. Ia tahu betapa Laura sangat mencintai lelaki itu.

"Laura, aku minta maaf, aku tak bisa membantu mu soal ini, aku yakin jika kakak mu benar-benar mencintai mu, dia akan jadi milik mu apa pun yang terjadi. Jadi bersabarlah dia pasti akan kembali padamu. Tidurlah, ini sudah larut, aku akan menjemputmu besok." ucap Keyna menenangkan. Berharap saja Laura bisa memahaminya.

"Baiklah. Terimakasih. Selamat malam" lirihnya menurut membuat Keyna bernapas lega. Bersyukur ia tak lama berbicara pada Laura dan menambah pikirannya.

"Baik lah." Jawab Keyna lemas. Dia paling tahu sahabatnya satu ini paling manja dari Stella.

Keyna meletakkan ponselnya ketempat semula, dan kembali mencoba tidur, masalah yang dihadapinya semakin banyak setelah mendengar cerita Laura. Bagaimana bisa masalah yang datang secara bersamaan seperti ini. Membuat kepala Keyna ingin meledak.