"Key? Kau kenapa?" Stella melihat Keyna tampak murung sejak tadi, Keyna malah sibuk memutar-mutar pulpen yang di pegangnya. Keyna sama sekali tidak bisa konsentrasi sejak jam masuk kuliah tadi. Hingga seluruh proses pembelajaran berakhir.
"Yeah? Keyna, kau kenapa?" Stella memukul kepala Keyna kuat, membuat Keyna tersadar, ia menoleh kesal, melihat kedua sahabatnya itu kini menatapnya binggung.
"Apa yang kau pikirkan?" Laura ikut kesal melihatnya. Keyna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia tidak sadar ternyata sebagian anggota kelasnya sudah keluar dan hanya menyisakan beberapa orang lagi di dalam ruangan itu.
"Hmm. Banyak, aku tak bisa hidup tenang akhir-akhir ini," jelasnya serius. Stella dan Laura saling melempar pandang tak mengerti dengan sahabatnya itu, tak biasanya memang, Keyna bersikap seperti ini. Ia seperti tidak punya semangat hidup.
"Pikiran apa yang sedang menganggu mu?" tanya Stella penasaran. Keyna menggeleng cepat.
"Aku akan ambil cuti libur kuliah minggu ini, aku ada acara keluarga." kata Keyna jujur.
"Acara keluarga?" Stella menatapnya heran. Tak biasanya memang. Keyna mengangguk malas. Ia tidak mungkin mengatakan pada sahabatnya kalau ini adalah acara pernikahannya dengan mantan kekasihnya dulu. Bisa jadi semua orang akan heboh dan ia akan jadi bahan gosip satu kelas, ditambah lagi ini adalah sebuah perjodohan.
"Maaf, aku tak bisa mengundang kalian karena itu acara hanya dihadiri keluarga saja." Jelas Keyna sedikit menunduk merasa tidak enak hati pada kedua sahabatnya itu. Laura dan Stella semakin menatapnya aneh.
"Tidak apa. Pergilah. Tenangkan hidupmu yang sudah makin kacau ini, Sepertinya masalah mu berat." Stella memahaminya. Laura ikut mengangguk sedikit.
"Kau diet ketat." Laura mencolek pinggang Keyna yang makin tampak kecil.
"Ini diet alami." balas Keyna mengumpulkan alat tulisnya lalu bangkit dari tempat duduknya, menyandang tas selempangnya. Stella dan Luara lantas tertawa kecil mendengarnya.
"Apapun acaranya, kau harus tetap semangat, jangan lelah, setidaknya orang di rumahmu tak menyuruhmu mencuci piring." Stella makin tertawa keras.
"Baiklah, terimakasih, doakan saja aku tak mati setelah ini. Aku pergi." balas Keyna sedikit tersenyum, lalu beranjak pergi dengan langkah cepat. Baru beberapa langkah dari kelasnya ponselnya bergetar. Keyna meraih benda munggil itu dari dalam saku celana jeans yang di gunakannya, melihat nomor baru muncul di sana. Sedikit ragu Keyna menggulir layar jawab dan menempelkan benda itu di telinga kirinya.
"Hallo! Key?"
"Ini aku, Ken." suara Ken terdengar jelas di seberang sana. Membuat Keyna semakin tidak bersemangat. Keyna rasanya tidak ingin berbicara pada lelaki ini. Ini akan menambah beban pikirannya.
"Aku ingin berbicara banyak hal padamu. Apa kita bisa bertemu?" tanyanya lagi.Keyna menarik napas berat dan menghembuskan perlahan.
"Aku lagi sibuk, katakan saja apa yang ingin kau katakan padaku sekarang, aku tak punya waktu untuk bertemu denganmu." jelasnya membuat Ken mendengarnya tertawa miris. Ia tahu akan sulit mengajak Keyna berbicara baik-baik setelah apa yang mereka lalui di masa lalu.
"Sialan, kau belum memaafkan ku?"
"Sepertinya kau masih dendam padaku. Aku serius ingin membicarakan soal pernikahan ini dengan mu." lanjutnya kesal.
"Soal apa? Ini hanya pernikahan kontrak, aku sudah tahu. Kau punya pacar, aku juga tahu, kau tidak ingin aku mengusik kehidupan mu, aku juga tahu, apalagi? Jelaskan saja sekarang." Keyna mencoba menebak apa saja yang dikhawatirkan Ken padanya. Ia sudah tahu semuanya, bukan?.
"Baiklah, aku juga takkan mengusik mu, lakukan apa yang ingin kau lakukan. Dan ingat ini hanya untuk beberapa tahun saja, setelah itu aku yang akan memisahkan mu." jelasnya serius. Keyna sudah sampai ke parkiran mobilnya. Ia membuka pintu mobilnya dan masuk.
"Baiklah, aku menurut saja. Aku juga tidak ingin terlalu lama melihat wajahmu, mendengar suara mu saja sudah membuatku muak."jujurnya membuat Ken kembali tertawa.
"Aisssttt, sialan. Separah itu kau membenci ku?" tanyanya tak percaya.
"Yah, melebihi apapun di dunia ini. Dijodohkan denganmu adalah musibah terbesarku." balas Keyna mantap. Dan Ken kembali terdengar tertawa keras. Keyna sama sekali tidak bisa memaafkannya.
"Terserah mu, aku tak peduli itu. Kita akan bicara lagi nanti. Sampai jumpa dihari pernikahan kita." katanya tertawa lebih keras mematikan sambungan telepon itu tanpa mendengar jawaban Keyna yang kini tersenyum sinis. Keyna kini menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi mobilnya, menatap lurus di depannya. Ia tak mengerti musibah apa yang sedang melandanya sekarang. Semua sulit ia terima. Kennard akan menjadi suaminya.
"Gadis sialan." Ken melempar ponselnya di atas tempat tidurnya, ia merasa kesal sendiri setelah berbicara pada Keyna, padahal ia ingin mengatur gadis itu agar menurut semua keinginannya. Tidak mengusik hidupnya dan menuruti semua keinginannya. Itu saja cukup. Dan ia juga ingin meminta maaf dengan tulus pada gadis itu. Tapi sepertinya sangat sulit.
"Ken? Kau didalam?" suara sang ibu membuat Ken tersadar, suara Ibunya terdengar jelas di balik pintu kamarnya. Ken beranjak menuju pintu kamarnya, membukanya, melihat Ibunya sedang berdiri disana.
"Ada apa Bu?" tanyanya heran.
"Tolong pergilah ke rumah Keyna, pilih cincin yang cocok untuk kalian berdua." katanya serius sontak saja Ken menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia baru saja menghubungi gadis itu dan dia tak mau ditemui.
"Lakukan saja seperti keinginan Ibu, dia tak mau menemui ku, lebih baik aku tidur saja." jelasnya kesal dan Ibunya menatapnya aneh.
"Pilih saja mana yang Ibu rasa cocok. Aku mau tidur." balas Ken pamit. Ken menutup kembali pintu kamarnya.
"Ken!" Ibunya kembali mengedor pintu kamar itu dan Ken memilih untuk mengabaikan saja. Ia mengambil duduk di atas sofa sambil melihat ke arah jendela kamarnya.
***
Keyna menghempaskan tubuhnya diatas tempat tidurnya. Ia lelah, kepalanya terasa sangat berat sejak kemarin. Dan ia hanya ingin tidur agar nanti ia merasa sedikit lebih baik. Keyna mencoba memejamkan matanya, berharap ia segera tidur, tapi baru memejamkan matanya sebentar suara ketukan pintu kamarnya membuat Keyna kesal.
"Key, Ibu mau bicara, keluar lah sebentar." terdengar suara sang Ibu di luar sana. Keyna kembali duduk sambil menggaruk kepalanya. Ia berdiri dan beranjak malas menuju pintu dan membuka pintu kamarnya, melihat Ibunya kini tersenyum padanya.
"Apa Bu, aku lelah." katanya serius saat sang Ibu kini menarik lengannya.
"Sebentar saja, nanti kau bisa tidur lagi. Pilih cincin pernikahan mu dulu. Ibu sudah memilih beberapa model," katanya tersenyum menarik Keyna menuju ruang tamu rumahnya, seorang yang tak dikenalnya berada disana dan terlihat beberapa pasang cincin permata di atas meja kaca.
"Kau suka yang mana?" tanya Serena melihat Keyna masih diam di sana. Ia tidak seharusnya melakukan ini. Ini hanya pernikahan kontrak. Detik berikutnya Keyna menunjuk cincin di depannya sembarangan.
"Ini saja." kata Keyna asal.
"Kau serius?" tanya ibunya memastikan. Keyna mengangguk cepat.
"Iya. Aku pamit." jelas Keyna membalikkan tubuhnya, kembali berjalan pergi meninggalkan Serena yang kini menatap cincin permata itu sambil tersenyum samar. Detik berikutnya ia mengangguk setuju pada pilihan itu.
Keyna kembali ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya kembali di atas kasur. Mencoba tidur kembali. Baru beberapa menit Keyna sudah tertidur. Alam bawa sadarnya membawanya kembali ke kenangan itu.
"Tidak!" Keyna menggeleng cepat. Keringat dingin mulai bercucuran di dahinya.
"Jangan, ibu... ibu." kata Keyna lagi, sambil menggelengkan kepalanya lagi dan lagi.
"Key, Keyna? Bangun." suara Serena samar-samar terdengar di telinganya. Keyna mencoba sadar. Tapi ia merasa sulit.
"Key, Keyna, bangun." Serena mengguncang kuat bahunya membuat Keyna tersadar, matanya melebar melihat Ibunya kini menatapnya tak berkedip.
"I-ibu!" Keyna lantas duduk melihat Serena kini menarik tubuhnya dan memeluknya erat.
"Iya, Ibu disini, kau tak apa?" tanyanya serius sambil mengusap punggung Keyna mencoba menenangkan putrinya itu. Keyna mengangguk lemah. Bukannya tenang ia malah makin sakit kepala setelah memimpikan kembali kejadian itu. Kejadian yang tidak bisa ia lupakan. Mimpi buruk itu selalu menganggu tidurnya.
"Kau mimpi itu lagi?" tanya Serena khawatir. Keyna mengangguk sedikit.
"Aku takut." Keyna memperat pelukannya pada Serena.
"Ibu disini bersama mu. Jangan khawatir." balasnya sambil mengusap kembali punggung Keyna. Ia merasa sedih setiap kali Keyna bermimpi buruk tentang kejadian itu. Ia tidak tahu pastinya, yang jelas kejadian itu membuat putrinya selalu berada dalam ketakutan. Keyna cukup terguncang setelah kejadian itu. Walaupun sudah berlalu beberapa tahun, tetap saja Keyna ingat.