Penolakan yang tak didengar

Acara pernikahan Ken dan Keyna akan dilakukan besok. Seluruh keperluan sudah dipersiapkan. Hal ini membuat kepala Keyna makin terasa berat. Bahkan ia tidak keluar dari kamarnya. Ia memilih untuk mengurung dirinya. Merasa sangat frustasi.

Keyna tidak tahu bagaimana nasibnya setelah ini. Setelah menikah dengan Kennard, ia sama sekali tidak bisa berpikir. Keyna benar-benar tidak ingin bertemu siapapun sekarang. Bahkan sang Ibu. Keyna juga tidak mengerti kenapa hidupnya bisa sekacau ini.

Sejak tadi Keyna hanya berbaring malas di atas tempat tidurnya, bermain bersama kucingnya, yang ia beri nama Milo. Keyna tidak tahu dimana ia mendapatkan nama itu. Nama itu tiba-tiba saja muncul di kepalanya ketika pertama kali ia mengadopsinya, saat kucing itu berumur tiga bulan. Sekarang kucing itu sudah tumbuh sangat besar, dan tampak sangat lucu. Ia akan tidur di bawa kaki Keyna jika malam hari dan selalu bermain dengannya. Seperti beberapa hari ini, Milo juga tidak keluar dari kamar Keyna. Ia memilih untuk tetap di sana. Membuat Keyna merasa senang. Ia merasa Milo mengerti dirinya yang sedang kacau itu. Keyna malah berdoa sesuatu masalah terjadi besok, agar pernikahan itu batal dan ia bisa bebas dari semuanya.

"Key, kau bisa buka pintunya?" Suara Kiara membuyarkan ingatan Keyna.

"Apalagi ini." gerutu Keyna kesal, ia mengambil posisi duduk dengan malas, lalu turun, beranjak menuju pintu kamar dan membukanya. Melihat kakaknya itu sedang berdiri di sana dengan tatapan serius.

"Kata Bibik kau belum makan? Kau mau mati?" katanya masuk kedalam kamar Keyna tanpa permisi, membawa nampan berisi piring nasi bersama lauknya dan segelas air putih. Meletakkan di atas meja kayu disamping tempat tidur Keyna.

"Ayo makan, kau jangan membuatku pusing juga." kata Kiara jutek, seperti biasa, ia memang selalu berkata ketus pada Keyna, walaupun begitu ia tetap menyayangi Keyna. Ia meraih ponselnya dan duduk di atas tempat tidur Keyna. Keyna terpaksa menutup pintu kamarnya lagi dengan malas, lalu berjalan menuju meja di samping tempat tidurnya, ia sama sekali tidak selera makan. Ia terpaksa meraih nasi itu dan membawanya ke atas sofa di sudut kamarnya.

"Kalau kau mau menolaknya, kau bisa lakukan ketika kau sudah bersamanya. Yang jelas ikuti saja dulu Ibu, aku yakin dia juga tak sudi menikah dengan mu. Kau bisa bicarakan baik-baik padanya setelah kalian menikah." jelasnya membuat Keyna menoleh serius. Ia tak menyangka kalau kakaknya itu mengerti keinginannya. Bukan seperti Ibunya yang selalu memaksakan semua kehendaknya.

"Kau sudah tahu, Ayah dan Ibu tak bisa ditolak. Sampai nangis darah pun kau takkan bisa menghindarinya sekarang. Jadi tetaplah hidup meski dunia sedang tak baik-baik padamu. Aku tahu kau sangat menolaknya, terlebih lagi setelah kau mengetahui Ken dulu juga mantan mu. Aku tahu kau membencinya. Bicarakan saja nanti baik-baik padanya. Aku yakin dia akan mengerti. Aku lihat Ken bisa diajak bicara." Kiara kembali bangkit dari tempat tidur Keyna, Keyna mendengarnya diam sambil menunduk kepala.

"Habisi makananmu. Jangan membuatku sedih melihatmu. Aku tak suka." katanya kesal, beranjak ke pintu kamar Keyna, membukanya dan keluar dari kamarnya. Keyna menarik napas berat dan menghembuskan perlahan. Kiara benar, sekarang ia sudah tak bisa menolaknya. Penolakannya sama sekali tak didengar.

Keyna harus berbicara lebih banyak lagi pada lelaki itu. Harusnya ia menerima ajakan Ken kemarin untuk berbicara dengannya. Tapi, ia juga bisa katakan setelah mereka menikah nanti. Keyna harap Ken bisa mengerti dirinya. Dan tidak memberatkan ia di pernikahan ini. Itu saja harapan Keyna sekarang.

***

Sementara itu. Ken merasa kembali terjebak bersama Laura di apartemen gadis itu. Gadis itu sama sekali tidak melepaskan pelukannya pada Ken yang sedang duduk di atas sofa di ruang tengah apartemennya. Ken kadang merasa ini adalah hukuman untuknya karena dulu sering mempermainkan banyak wanita dan sekarang ia malah terjebak dengan wanita ini.

"Ken, apa kau bisa membatalkan saja rencana Ibumu." tanya Laura membuat Ken merasa kepalanya terasa semakin sakit. Entah sudah berapa kali Laura mengatakan hal ini padanya sejak kemarin.

"Tidak, aku tak bisa, kau tahu kan, aku melakukan ini demi mu juga. Jika aku tak melakukannya kau mau tinggal di mana?Aku tak punya tabungan, aku tak punya uang untuk menghidupi mu. Jadi mari kita lakukan saja sampai aku punya uang dan aku bisa membawamu pergi." balasnya serius, dan entah sudah berapa kali juga Ken mengatakan hal ini. Ia cukup kesal. Ia melihat gadis itu kini menatapnya dengan tatapan sedih.

"Aku tak rela kau bersama dia. Aku benci jika harus membagimu dengannya." katanya kembali terisak membuat Ken semakin pusing. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi.

"Tidak, jangan menangis lagi, aku hanya menikah saja dengannya, tidak akan ada yang terjadi di sana, dia juga menolak pernikahan ini." Ken sudah kehabisan kata-kata.

"Benarkah?" Laura menghapus air matanya kasar.

"Yeah, dia juga membenci ku, jadi kau jangan khawatir, pernikahan ini tidak akan bertahan lama." jelasnya mantap membuat Laura tersenyum samar. Ia merasa lega mendengar ucapan Ken kali ini.

"Jadi berhentilah menangis seperti anak kecil, kau bukan anak kecil lagi, aku lelah dan kepalaku ingin meledak jika kau terus begini, kau tahu hidup ku jadi semakin rumit jika kau merengek seperti ini." Ken melepaskan pelukan Luara padanya. Ia sudah merasa gerah sendiri dan juga sangat tidak nyaman dengan perlakuan gadis itu padanya.

"Aku pulang," Ken bangkit dari sofa melihat Laura kini menatapnya serius. Ia masih ingin Ken di sini bersamanya tapi ia tak bisa menahannya lebih lama lagi.

"Ku ulangi lagi tidak akan ada yang terjadi di sana." Jelasnya Ken serius. Laura mengangguk sedikit, melihat Ken kini berjalan meninggalkanya. Laura ikut berdiri, mengikuti Ken menuju pintu apartemennya dan keluar dari sana.

Laura sebenarnya bahagia sekali saat Ken mengatakan ia akan kembali. Tapi malah berita ini yang didengarnya. Tentang perjodohan dari kedua orang tuanya Ken yang membuat Laura kesal. Ia tahu Ibu Ken tidak menyukainya. Tapi tidak seperti ini juga. Ia tidak tahu menahu tentang rencana perjodohan ini. Ia cukup kaget mendengarnya dari Ken beberapa waktu lalu.

Ken juga tidak tahu, rencana ini dibuat untuk memisahkan Kennard dari Laura. Jadi Ibunya mempercepatnya. Sebenarnya rencana ini akan di lakukan setelah Keyna lulus kuliah. Tapi menginggat Ken tersiksa bersama Laura, Thalia tidak sudi jika Ken harus terjebak seumur hidupnya dengan gadis yang tidak tahu asalnya itu. Thalia tidak terima jika Ken bersamanya. Ia tidak rela jika anak bungsunya itu jatuh pada gadis yang salah. Ia juga tak rela jika harta kekayaannya jatuh pada gadis miskin itu. Ia tidak bisa melihat Ken tidak bahagia dan bahkan jadi selalu membangkang pada dirinya.

Ini adalah salah satu cara agar Ken lepas dari gadis itu secepatnya. Agar Ken pergi dari gadis itu. Membuka dirinya lagi seperti dulu. Bukan Ken yang ia lihat selalu merasa bersalah. Ia rasa Ken sangat banyak berubah setelah kejadian malam itu. Ken jadi lebih pendiam dan seluruh teman-temannya ia jauhi. Ia juga tidak dekat lagi dengan Ibunya. Ia akan selalu marah setiap kali Thalia meminta untuk melepaskan Laura. Untuk menjauh dari gadis itu.

Tapi Ken selalu menolaknya dengan mengatakan aku membunuh Ayahnya. Aku bersalah dan aku berhutang padanya. Hal itu membuat dada Thalia terasa remuk. Ia tidak tega melihat anak kesayangannya itu merasa bersalah setiap hari.

Ia selalu mengatakan pada dirinya kalau Ken tidak bersalah. Ken tidak melakukan itu. Ken tidak menabraknya, walaupun tidak ada bukti, ia tahu anaknya itu tidak bersalah dan ia masih berusaha untuk mencari tahu tentang masalah ini, tentang kebenaran ini. Membersihkan nama anaknya dan lepas dari Laura. Hanya itu yang Thalia inginkan sekarang. Ia hanya ingin Ken bahagia. Itu saja.