Curiga

Sejak tadi pagi hingga malam ini Laura merasa tak tenang, ia bahkan tak punya selera untuk makan. Ia marah dan gelisah. Ken tak bisa dihubungi. Ia sudah mencoba beberapa kali menghubungi lelaki itu. Tapi malah operator yang menjawab teleponnya dan mengatakan nomor itu sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan, hal ini membuat Laura sangat geram.

Bagaimana bisa Ken mengacuhkan dirinya seperti ini. Ia yakin Ken sekarang sedang menikmati waktunya bersama gadis itu. Laura merasa gila memikirkannya. Laura sungguh frustasi dibuatnya. Ia juga mencoba menghubungi Keyna, agar bisa bercerita padanya, sahabatnya itu juga menghilang entah kemana sejak kemarin.

***

Keyna sudah kembali kerumahnya. Ia berjalan cepat menuju kamarnya. Ia merasa sangat kacau dan juga merasa tidak nyaman dengan tubuhnya, ia merasa kelelahan. Ia sangat bersyukur acara itu sekarang sudah berakhir.

"Kenapa dia mencium keningku, apa dia benar-benar menganggap ku istrinya, sialan, dia memang pintar berakting di depan orang ramai." Keyna melempar high heels yang tadi di pakainya sembarangan di lantai kamarnya, yang sudah ia jinjing sejak keluar dari mobil tadi hingga masuk ke kamarnya, duduk di tepi tempat tidurnya, mengusap mukanya kesal, melihat ke arah cincin yang terpasang di jari manisnya. Ia kesal ditambah lagi Ken ikut pulang dengannya. Beban Keyna merasa bertambah berat.

"Sialan, kenapa mesti Ken yang jadi suami ku," gerutu Keyna kesal melihat ke arah Ken masuk ke kamarnya tanpa permisi, dengan menjenjeng jas hitam yang dikenakannya tadi. Ken sudah mencopotnya karena merasa sangat gerah.

"Kau tak mandi? Apa ini kamarmu?" Ken melirik keseluruh ruangan kamar yang berukuran sedang itu. Dinding kamar Keyna yang di cat berwana biru muda. Warna lembut yang membuat kamar itu terlihat nyaman. Meja rias terbuat dari kayu berada di samping tempat tidur Keyna. Sebuah rak kayu terletak disudut ruangan tempat menyimpan buku-buku Keyna. Beberapa hiasan dinding gaya retro terpajang di sana. Karpet bulu berwarna coklat tergeletak di lantai dibawah tempat tidurnya. Kaca besar disandarkan di dinding kamar. Disudut lain terlihat sebuah sofa berwarna hijau telur asin terletak nyaman di sana.

"Kau suka Vintage? Warna yang lembut, tak sama dengan mu yang kasar ini," jelas Ken lagi. Ia tak menjawab semua pertanyaan Ken padanya. Keyna rasanya tak sudi satu ruangan dengan lelaki ini. Dan ia binggung di mana ia akan meletakkan Ken malam ini.

"Kenapa kau menamparku tadi? Kau bodoh sekali." Ken mengambil duduk di sofa di sudut kamar Keyna, melihat ke arah gadis itu masih memasang muka kesal padanya. Ken merasa tak ada masalah sama sekali pada Keyna, padahal emosi Keyna sudah memuncak. Dan ia benar-benar ingin membunuh lelaki ini dengan tangannya sendiri. Sekarang juga.

"Karena kau brengsek," Keyna bangkit, emosinya sudah tak bisa ditahan, ia berlari kecil ke arah Ken dan memukul Ken kuat.

"Kyah. Sakit, kau mau membunuhku hanya karena ciuman?" ucap Ken hendak memegang kedua tangan Keyna yang lincah memukul seluruh tubuhnya. Keyna cukup kesal mendengarnya.

Hanya karena ciuman? Keyna tersenyum sinis.

"Apa?" Keyna meninggikan suaranya. Menatap Ken makin dongkol.

"Kau pikir hanya karena ciuman?" Keyna menghentikan pukulannya, ia memangku tangannya di depan Ken, tak percaya dengan apa yang diucapkan Ken padanya.

"Yah, hanya karena itu." Ken mengangguk tak berdosa. Menganggap itu hanyalah hal sepele yang tak perlu diperdebatkan. Keyna tak percaya, bagaimana mungkin ia berhadapan dengan lelaki brengsek seperti ini di hidupnya.

"Astaga, bagaimana bisa aku berhadapan dengan lelaki sepertimu," Keyna sungguh tak percaya dengan takdirnya. Ia kini menggaruk kepalanya. Ken tertawa kecil mendengarnya. Ia yakin Keyna pasti sangat sulit menerima semua ini.

"Sudahlah, kau terima saja. Kita memang ditakdirkan tuhan untuk bersama." balas Ken tersenyum samar. Dan Keyna kembali memukulnya kuat.

"Sialan. Aku sudah mendoakan mu mati sejak waktu itu, kenapa kau masih hidup, dan sekarang malah menjadi suami ku, kau tahu aku tak percaya lagi dengan semua lelaki di dunia ini karena mu, kau menghancurkan kepercayaanku dan juga persahabatan ku." Semua kekesalan Keyna yang selama ini terpendam ia keluarkan pada Ken yang masih berusaha memegang tangan Keyna yang semakin liar dan terus memukulnya.

"Gadis bodoh, menjauh dariku, kau seperti vampir, aku bukan makananmu." Ken jadi kesal sungguhan. Melihat Keyna kini sudah memukulnya sedikit lambat. Ia sudah kehabisan tenaga. Ditambah lagi Keyna merasa semakin lelah.

"Kau tahu aku terpaksa mengencani Daniza karena ingin mendekati mu yang cuek ini, agar aku bisa kencan dengan mu, aku mau menjelaskannya tapi kau sudah pergi." jelas Ken kesal. Keyna mendengarnya tertawa kecil. Ia rasa itu hanya omong kosong Ken padanya.

"Aku sungguh tak percaya padamu." Keyna kembali memukulnya kuat, membuat Ken merasa semakin kesal.

"Berhentilah. Kau mau membunuhku sungguhan, setidaknya kau pernah menyukai ku, kalau sekarang kau membenci ku, tak apa. Aku ikhlas " Ken pasrah membuat Keyna langsung menghentikan serangannya. Ia kini menatap Ken tajam.

"Oh tuhan, playboy kelas Iternasional seperti mu memang pandai berakting, kau mau menarik hatiku lagi, tak kan kuberikan sedikit pun." Keyna menarik rambut Ken kuat.

"Astagaaaa, kau bener-bener ingin membunuh ku?" teriak Ken tak percaya, ia menarik tangan Keyna kuat, membuat gadis itu terhenti dan Ken malah memeluknya, mengunci Keyna dengan kakinya.

"Ayo, kau mau apa gadis bodoh?" Ken tersenyum tipis, melihat Keyna yang tepat berada di depannya, memasang muka kaget dengan reaksi Ken kali ini.

"Tidak, apa yang kau lakukan, lepaskan aku, atau aku akan merancun mu." Keyna memberonta, ia sangat marah.

"Kau lupa ini malam pertama kita, jadi jangan macam-macam padaku." Ken mengecup singkat keningnya membuat Keyna tambah geram.

"Tidak, lepaskan, aku sesak napas. Aku jijik melihat mu, jangan macam-macam padaku." gerutu Keyna kesal mengelengkan kepalanya. Tak terima jika Ken melakukan itu padanya.

"Oh benar, kah? Kau jijik padaku, aku akan mengahabisi mu malam ini," ucap Ken tersenyum sinis menatap wajah Keyna dalam-dalam. Jantungnya kembali berdetak kencang, membuat Ken sedikit terganggu, dengan segera ia melepaskan Keyna yang tak kalah gugup saat mata kedua beradu pandang.

Plaaaak

Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi Ken, membuat Ken tersenyum sinis.

"Sialan, kau tahu, hanya kau yang berani menamparku seperti ini." Ken berdiri kembali meraih kepala Keyna dan mengacak rambut Keyna dengan kedua tangannya.

"Kau bodoh, kau menyebalkan." Keyna kini kembali memukul dada Ken sampai puas, Ken hanya diam. Ia sekarang pasrah, ia yakin Keyna sangat membencinya. Melebihi apapun.

"Aku membenci mu." Keyna puas dan beranjak dari hadapan Ken, masuk kekamar mandi. Ia berharap mandi bisa menenangkan dirinya yang kacau ini. Ia akan berbicara banyak hal pada Ken setelah ini. Tentang pernikahan kontrak mereka.

Ken duduk kembali ke sofa, menghela napas panjang, dan menghembuskan perlahan. Ia mencoba memejamkan matanya, untuk menenangkan dirinya sedikit saja. Ada banyak hal yang akan ia katakan pada gadis itu. Dan ia harap Keyna bisa menerimanya.

Ken melirik jam di tangannya. Sudah pukul sebelas malam. Ken meraih ponselnya dalam saku jas yang di letakan di atas sandaran sofa dan mengaktifkan benda itu. Ada 20 panggilan tak terjawab dan 10 pesan suara dari Laura.

Ken kembali memasang muka kesal, mencoba mendengarkan satu pesan itu.

Laura: Ken, aku tak sudi kau dengannya, aku mencintaimu, jika kau tak kesini malam ini aku akan bunuh diri.

Isi pesan Laura membuat Ken melempar ponselnya ke sudut sofa dan menyandarkan tubuhnya kembali di sana, mengusap mukanya dengan kedua tangannya. Merasa frustasi mendengarnya. Ia benci sifat Laura yang seperti anak kecil.

"Gadis sialan. Dia tak bisa membuatku tenang sekali saja." gerutunya marah. Mengacak rambutnya, ia merasa sangat kacau hari ini.

"Kau mau mandi atau mau keluar dari sini? Aku mau memasang bajuku. " Keyna keluar dari kamar mandi mengenakan bathrobe, berdiri dengan kedua tangannya di letakan di atas pinggangnya.

"Sialan. Kau juga sangat menyebalkan." Ken kesal bangkit dari sana, dan masuk kekamar mandi tanpa menoleh padanya. Keyna tersenyum samar, segera memasang baju sebelum Ken kembali. Ponsel Keyna berdering, Keyna menjawabnya tanpa menoleh ke arah siapa yang menelpon.

"Key!" sapa Laura dengan suara berat membuat Keyna sadar siapa yang menelpon ia selarut ini. Laura. Gadis manja itu.

"Ada apa Lau?" tanyanya duduk di pinggir tempat tidur sambil merapikan rambutnya. Ken tidak jadi mandi, ia hanya mencuci mukanya saja, lalu keluar dari sana, mendengar ucapan Keyna dan langsung mendekat. Ia bingung kenapa gadis itu menyebut nama yang tak asing di telinganya itu.

"Kau bisa datang kesini, aku butuh dirimu. Pacarku tak mengangkat telpon ku dan ponselnya dimatikan," terdengar suara Laura sangat berat di seberang sana.

"Kau tahu dia menikah hari ini, aku tak mau itu terjadi padanya," jelas Laura membuat mata Keyna membulat mendengar ucapan itu, memutar pandangannya ke arah Ken yang sekarang berada di depannya.

"Apa? Dia menikah hari ini?" tanya Keyna memastikan.

"Iya, dia menikah hari ini, aku rasanya sudah hampir gila, dan kau juga sangat sulit dihubungi." kata Laura kesal. Keyna menggaruk kepalanya lagi. Ia menatap Ken aneh.

"Aku minta maaf, aku juga sibuk sekali hari ini. Bagaimana kalau kau coba telepon lagi pacar mu, aku yakin dia akan menjawabnya." jelas Keyna sambil melirik Ken yang masih mematung di sana, ia sedang mencoba mencerna semuanya. Keyna mulai curiga. Begitu juga Ken.

"Baiklah, akan ku coba. Jika dia tak datang aku akan bunuh diri. Aku benar gila memikirkan ini." jelasnya dengan semakin berat.

"Tenangkan dirimu, dia pasti datang untuk mu. Coba saja. Aku tak bisa menemuimu, aku sungguh sangat lelah." jelasnya serius sambil mengusap bahunya. Keyna merasa mandi tak membuat ia baik. Malah ia merasa semakin tidak nyaman dengan tubuhnya. Ia juga merasa kepalanya terasa sangat berat.

"Baik Key, aku matikan." Laura mematikan sambungan telepon itu. Keduanya saling pandang hingga ponsel Ken di atas sofa berbunyi. Keyna lantas tersenyum sinis. Kecurigaannya terjawab sudah. Ken adalah orang itu.