WebNovelJehani4.74%

Kelompok

Satu bulan semenjak Jeha memasuki kelas tiga sekolah menengah atas. Pembelajaran di kelas mulai intens.

Seperti hari ini, di jam pelajaran ke tiga tepatnya pelajaran bahasa Indonesia. Guru sudah menerangkan materi bab satu lalu tugas akan segera diberi untuk menguji apakah muridnya mendengarkan yang telah ia jelaskan.

"Baik, materi bab pertama selesai. Untuk uji kompetensi, Ibu akan memberikan tugas kelompok bagi kalian."

Jeha melirik tangan Novi yang menepuk lengannya pelan.

"Pokoknya kita harus satu kelompok."

"Aku enggak pandai dalam hal kayak begini? Masih mau satu kelompok sama aku?"

"Ye, Je. Lu pikir gue pinter gitu. Sans aja, nanti suruh sepupu gue kerja in kalau emang susah banget."

Jeha menggelengkan kepala. Novi, gadis ini terlapau jujur dan spontan. Mukanya yang imut dan manis tak mendukung sifat serta kelakuannya.

"Ibu beri kebebasan untuk memilih kelompok sendiri. Satu kelompok terdiri dari empat orang! Dan ingat, semua anggota harus bekerja! Saya tidak akan memberi konsekuensi bagi mereka yang hanya membonceng nilai! Paham?"

"Paham, Bu."

"Bagus! Silakan pilih kelompok. Saya siapkan materi yang akan didiskusikan."

Guru duduk dan menyiapkan materi diskusi. Materi kali ini tentang pokok berita. Siswa diminta berdiskusi menentukan pokok berita yang mana beritanya telah disiapkan dan setiap kelompok berbeda berita.

"Ry, satu kelompok sama gue ya."

Selsa sudah berdiri di samping Ry yang duduk tenang. Dapat Ry lihat tatapan penuh harap dari Selsa.

"Enggak bisa, Ry dah satu kelompok sama gue." Edo berkata memupuskan harapan Selsa.

"Ye, emang Ry mau sama lu terus? Beban!"

"Lah, ondel-ondel! Hak apa lu ngata in gue beban? Lu kali yang beban, bisanya cuman dandan terus!"

Edo melirik riasan Selsa yang lebih heboh dibanding siswi lain. Mereka tak pernah satu kelas tapi Selsa ini sering sekali pergi ke kelasnya dan Ry waktu kelas sebelas dulu. Untuk cari perhatian Ry pastinya.

Edo juga jengkel kala mengetahui jika mereka satu kelas dengan Selsa. Anaknya berisik dan mau menang sendiri. Edo tak suka, dan dia juga yakin Ry tak suka dengan wanita agresif satu ini. Ry kan tipe lelaki yang mengejar bukan dikejar.

Ry harus menghentikan pertikaian yang sebentar lagi tak terhindarkan. Baik Edo mau pun Selsa dua orang ini tak bisa akur. Entah kenapa, Edo selalu tak senang jika Ry didekati Selsa.

"Sorry, gue sama Edo."

Edo tersenyum penuh kemenangan. Ia begitu senang kala melihat raut wajah Selsa yang tertekuk.

Selsa berusaha tersenyum saat pamit menuju bangkunya.

Ry yang memang cuek tak terlalu memusingkan diri saat yang lain sibuk mencari teman kelompok. Ada Edo yang pastinya akan mencari dan dia hanya terima saja.

Edo beranjak dari duduknya. Ia berjalan menuju bangku pojok yang ada di belakang.

***

"Je, mau sama siapa?"

Jeha juga tidak tahu akan satu kelompok dengan siapa. Biasanya ia hanya menunggu kelompok yang memang kekurangan anggota.

"Enggak tahu."

Novi melirik ke sekitar. Tampaknya sudah banyak yang telah membentuk kelompok. Novi memicingkan mata kala melihat Edo berjalan ke arah mejanya. Eits, Novi tidak salah. Lihat saja wajah cengar-cengir yang Edo tunjukkan pada dirinya.

"Mau apa tuh anak?"

Jeha mengikuti arah pandang Novi.

"Ayang Novi, satu kelompok sama aku ya!"

Novi merasa kalimat itu bukan lagi pertanyaan tapi perintah.

"Jeha?"

"Kalau mau sama Edo, aku bisa sama yang lain kok, Nov."

"Jeha sekalian juga enggak apa."

Novi mengangguk. Di kepalanya ada sebuah rencana yang baru saja muncul.

"Oke, gue mau."

"Yes! Mau diskusi di sini atau di mana? Manut Adek aja."

Jeha tersenyum mendengar Edo memanggil Novi adik. Sangat keras usaha Edo untuk mendekati Novi dalam satu bulan belakangan ini.

"Sejak kapan Ibu gue lahir in Lu?"

Yang dimarahi hanya cengar-cengir. Ia sudah kebal dengan segala omongan Novi yang blak-blakan.

"Di sini aja, bangku depan kosong tuh." Novi menyuruh Edo pindah duduk di bangku depan yang kosong. Penghuninya sudah mengelompok di tempat lain.

"Oke, bentar ya."

Edo beranjak dari sana. Ia menuju bangkunya yang terletak di depan.

"Em, Novi." Novi menaikkan satu alisnya tanda ingin mendengar kalimat Jeha.

"Kan, sudah ada Edo, kamu, sama aku. Terus satu lagi siapa?"

Novi seperti tersadar. Ia juga, siapa yang akan melengkapi kelompok mereka?

Bruk!

Buku paket bahasa Indonesia diletakkan di meja Novi.

Novi dan Jeha sama-sama mendongak untuk melihat siapa pemiliknya.

Jeha membulatkan mata saat ia melihat Ry duduk tepat di kursi depannya.

Sepertinya di sini dia yang lemot. Tentu saja jika ada Edo di situ ada Ry. Memang siapa lagi.

Tapi ia harus bersikap biasa saja. Sebiasa sikap Ry saat dia menghilang di rumahnya. Keesokan hari setelah itu, Ry tak mengatakan apa pun padanya. Padahal Jeha sudah was-was jikalau Ry menanyakan ke mana dirinya. Sudahlah, Jeha jangan merasa dirimu ini penting, batin Jeha mengingatkan.

"Oke, kita mulai."

***

"Terima kasih kelompok delapan."

Kelompok lima yang terdiri Novi, Jeha, Edo, dan Ry selesai presentasi. Jeha yang tadi hanya sesekali berbicara merasa lega.

Mereka kembali ke bangku pojok. Novi tersenyum puas saat tadi ia hanya bertugas mencatat. Selebihnya Edo dan Ry yang menyelesaikan. Bahkan ada beberapa pertanyaan pun Ry yang menjawab.

Edo tak keberatan. Saat ini ia malah senyam-senyum memperhatikan Novi. Guru yang menutup pelajaran tak ia hiraukan.

"Baik, tugas kelompok satu sudah selesai. Ibu akan memberi tugas kelompok dua sebagai ganti ulangan harian."

Siswa tampak memelas. Mereka yang sudah kelas dua belas harus diberi tugas kelompok yang pastinya semakin menyita waktu.

"Tugas kalian, kalian harus meliput berita yang ada di sekitar. Saya beri waktu satu minggu. Silakan kirim video berita kalian ke email Ibu. Pastikan berita yang kalian liput mencangkup pokok-pokok berita dan akurat."

"Huh, gue pikir cuman ini tugasnya." Novi ngedumel. Itu artinya ia dan Edo harus bersama untuk mengerjakan tugas ini. Sialan, senjata makan tuan ini namanya.

"Sekian pelajaran hari ini."

Yang tampak sumringah hanya Edo. Ry seperti biasa berwajah datar. Jeha dan Novi yang tampak tertekan.

"Je, pokoknya hari ini ke kantin. Kemarin gue harus puasa jajan gara-gara nunggu elu."

Jeha tersenyum garing. Dia tak punya uang lebih untuk jajan di kantin. Ada sih lima ribu, tapi itu ongkos pulang karena badan Jeha hari ini lemas ia merasa tak sanggup pulang jalan kaki.

Novi tak tahu jika Jeha sering jalan kaki. Yang dia tahu Jeha menaiki angkutan umum atau ojek untuk ke sekolah.

"Em, aku enggak ke kantin hari ini. Kamu sendiri aja ya?"

"Ish, Jeha."

"Ke kanti bareng gue aja."

Seloroh Edo.

"Kalau lu mau bayar in gue sama Jeha, gue mau."

"Kecil itu mah, ayo sekarang ke kantin."

Jeha tampak ragu. Ini kenapa dia selalu dibawa-bawa oleh Novi.

"Aku di sini aja."

"Ayolah, Je. Jangan nolak rezeki."

Novi menarik tangan Jeha. Alhasil mau tak mau Jeha harus ikut.

"Ayo, Ry!"

"Hm."

Pastinya Ry juga ikut tak mungkin kembar sejoli ini pisah. Jeha jadi deg-degan sendiri.