Tangan yang melambai terus menerus membuat Karin berhenti sejenak untuk menulis tugas yang harus selesai saat itu juga.
"Bisakah aku melihatnya nanti?"
Karin menyipitkan kedua matanya, meraih pena yang sudah menemani kesunyiannya di dalam kelas, dan kemudian menekan sedikit pipi tembem teman yang sedang merayunya itu.
"otak mu butuh di latih, Amel." Ucap Karin mengedipkan sebelah matanya, menolak permintaan temannya itu.
Bibir manyun menjadi jawaban atas kekecewaan Amel, karena tidak mendapatkan sedikitpun contekan yang ia inginkan.
"ku ajari nanti." lanjut Karin mengacak lembut rambut Amel, lalu meninggalkannya seorang diri di dalam kelas.
"KARIIN!! TUNGGU AKU!!" Pekik Amel berlari laju mengejar Karin yang sudah berlalu pergi meninggalkannya.
kerumunan para mahasiswa dan mahasiswi tak menjadikan lemah tekad Karin dan Amel untuk membeli soto kesukaannya di kantin, walaupun harus berdesakan, yang memaksanya untuk berbaur seperti semut di antara ramainya para siswa yang memesan makanan.
"kau siap?" Tanya Amel yang sudah bersiap untuk berdesakan di antara puluhan mahasiswa itu.
Karin menganggukkan kepalanya perlahan, "ayo! demi makanan favorit kita."
Mereka pun mulai menerobos masuk, menanduk setiap tubuh yang menghalangi jalannya menuju kantin untuk memesan makanan.
Seperti semut yang berjalan di antara celah batu, dengan mudah mereka menerobos ramainya kerumunan mahasiswa, membawa semangkuk soto yang masih hangat.
"Aku heran, apakah sekolah ini tak ingin memperluas kantin? ini sangat menyiksa bagi mereka yang mempunyai tubuh kecil mini seperti kita." Gerutu Amel kesal terus melahap soto yang sudah berada di tangannya kini
"Apakah kau lupa? baru saja kita menerobos kerumunan itu."
Suara tawa pecah, menghiasi obrolan dua orang gadis itu, menikmati jam istirahat yang sangat singkat membuat keduanya tergesa-gesa untuk kembali ke dalam kelas.
"ku dengar kita akan kedatangan murid baru" Bisik Amel, memandang usil Karin yang terburu-buru untuk menelan habis soto yang sudah hampir dingin.
" Dia milik mu Mel." tukas Karin memberi jawaban atas tatapan Amel yang membuatnya risih
"oke, diel."
Kedua sudut bibir Karin tertarik, membentuk senyum manis di antara kedua pipi chubby yang membuatnya selalu terlihat seperti anak kecil.
***
Langkah Karin melambat, tangannya menggenggam erat tali tas yang penuh berisikan buku materi sekolah hari ini. Manik matanya terfokuskan pada seorang lelaki yang berlari, menyenggol kasar bahu Karin.
"HEY!" Pekik Karin kepada lelaki yang sudah membuat bahunya sedikit merasa nyeri.
Lelaki itu berhenti, memperhatikan Karin yang sudah meneriakinya.
"Ada apa?" Tanya lelaki itu datar.
Karin melemparkan pandangan kesal pada lelaki itu, menunjuk bahunya yang bidang, sementara mata lelaki itu mengikuti arah jari Karin menunjuk.
"Permisi, adakah yang bisa saya bantu?" Tanya seorang juru parkir yang bersiap memberi arahan kepada mobil untuk keluar dari area parkir.
"eh, iya maaf."
Sebagai permintaan maaf, Karin membungkukkan sedikit bahunya, melangkah jauh dari area parkir.
Lelaki yang terus memperhatikannya itu pun tertawa. Wajah bulat Karin memerah, manik matanya menatap tajam sosok lelaki yang terbahak-bahak menertawakan tingkahnya.
"Awas kau!" gerutu Karin setengah berlari ingin mendekati lelaki itu.
Tawa lelaki itu semakin menjadi, ketika melihat Karin berlari menuju ke arahnya.
"Maafkan aku, tapi lari mu seperti anak anjing yang sedang mengejar ibunya."
Kelopak mata Karin menyipit, memandang sinis lelaki yang sudah mengejek larinya itu.
"KAU AKAN MATI HARI INI!!!!"
Karin mempercepat larinya, melangkah dengan lebar, ingin menjambak habis rambut lelaki asing yang sama sekali tidak ia kenal, tapi sudah berani mencari masalah dengannya.
Melihat Karin berlari semakin kencang, lelaki itu pun memutuskan untuk ikut berlari, bukan karena takut kepadanya, tapi karna ia takut rambutnya yang baru saja di potong rapi itu, hancur seketika di tangan gadis yang tak ia kenal.
"Ayolah, aku baru saja membawa rambutku ini ke salon dan kau ingin menghancurkannya begitu saja? nona muda, ada baiknya jika berdamai saja, bahkan aku tak tau hal apa yang sedang kau permasalahkan." Rayu lelaki itu, memohon kepada Karin.
Karin menghentikan langkahnya, menatap tajam tubuh kekar yang sekarang berada tepat di hadapannya.
"KAMU GAK PUNYA MATA YA? JELAS-JELAS AKU BERADA DI HADAPANMU, TAPI KAU MENABRAK BAHUKU DAN PERGI BEGITU SAJA TANPA MEMINTA MAAF?!" Pekik Karin membuat banyak sepasang mata memandang kearahnya.
"Kalau begitu, aku meminta maaf karna telah menabrak bahu mu tadi"
Nafas Karin yang semula terengah-engah kini sudah mulai tenang, "Kau boleh pergi."
Karin memutar tubuhnya, membelakangi lelaki yang sudah meminta maaf kepadanya. Langkah kakinya perlahan membawa tubuhnya menjauh.
"Sampai bertemu lagi, aku akan merindukan lari gaya anak anjing mu itu"
Samar namun terdengar, wajah Karin kembali memerah, jari jemarinya mengepal erat. Karin memutar tubuhnya, manik matanya mencari sosok lelaki yang baru saja mengucapkan kalimat menyebalkan, namun sosok itu tak lagi di temukan, "aarrgghh!!! menyebalkan!!!!"