Steve memijat leher belakangnya, ia baru saja menyelesaikan tugas kuliahnya dan berniat mengambil minuman di kulkas. Ini sudah lewat dari jam dua belas malam, seluruh ruangan sudah cukup gelap. Korneanya seketika menangkap cahaya dari kulkas yang ia buka. Yang tadinya dua manik itu sudah lelah, kini terbuka lebar. Apalagi, di dalam kulkas itu terdapat banyak sekali jajanan dengan jenis dan merek yang sama. Tidak hanya di rak dalam kulkas itu, sampai ke pintu kulkas pun. Terakhir ia melihat jajanan itu saat tahun lalu.
"Jay melakukannya lagi," gumam Steve bersamaan dengan tangannya yang mengambil jus jeruk.
Ditutup kembali pintu kulkas itu, lantas ia bergerak mengambil gelas dan menuangkan minumannya. Dirinya berniat berjalan menuju kamarnya lagi, namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara aneh di ruang televisi. Padahal di sana sangat gelap, namun terlihat seperti seseorang sedang memakan sesuatu. Steve memberanikan dirinya untuk mendekat dan mencari tahu asal suara ini. Sebisa mungkin langkahnya ia pelankan agar tidak menimbulkan suara.
Dibilang takut, Steve memang sedikit takut untuk mendekati suara itu, hanya saja ia khawatir jika ada seseorang yang ingin berbuat jahat pada rumah Jay ini. Disaat tangannya dengan kuat memegang gelas minumannya, Steve segera membuang nafasnya melihat Jay yang terduduk di sana sembari memakan salah satu jajanan yang sama persis dengan yang ada di kulkas.
"Sedang apa kau?" tanya Steve yang sedikit kesal. Ia duduk tepat di sebelah Jay seraya memperhatikan temannya itu. "Memangnya kau hantu, huh?" sungutnya.
"Aku hanya menikmati makananku," jawab Jay dengan santai.
Steve menekuk kedua alisnya, alasan yang baru saja dikatakan oleh temannya itu sangatlah tidak masuk akal. Maniknya bergerak memperhatikan jajanan yang sedang dimakan oleh Jay. "Ini tahun kedua kau melakukannya. Kau bahkan tidak bisa menghabiskan semua itu," ucap Steve.
Tahun lalu, saat Jay pertama kalinya membeli banyak pepero dan diletakkan di dalam kulkas rumahnya, ia sama sekali tidak menyentuh pepero itu selama satu minggu, sampai akhirnya Steve membagikan semua pepero itu pada anak-anak di sekitar komplek. Beruntung saat ini ia melihat Jay sudah memakan dua kotak pepero.
Jay sekilas menatap sekilas kotak pepero yang berada di tangannya—dengan penerangan yang kurang—tangan kanannya kembali mengambil satu pepero untuk dimasukkan ke dalam mulut. Dia sama sekali tidak memberikan balasan kalimat apapun pada Steve, dan justru terus memakan pepero itu. Sampai-sampai jus milik Steve pun ia minum tanpa seizin dari pemiliknya.
"Pergilah. Kerjakan tugasmu," titah Jay dengan santai.
"Sudah kukerjakan," balas Steve.
"Kalau begitu, menyingkirlah dari hadapanku,"
Tepat setelah kalimat sungut dari Jay keluar dari mulutnya, Steve memilih untuk meninggalkan temannya itu setelah membuang nafas panjang, ia juga kembali merebut minuman miliknya. Langkah lebarnya membawa dirinya menuju kamar, meninggalkan Jay yang masih terdiam di tempat. Dia tidak melanjutkan memakan makanan itu, dan ia menutupnya sebelum dimasukkan ke dalam kulkas.
Untuk beberapa detik, Jay menatap semua pepero itu dengan tatapan nanar. Entah apa yang berada dipikirannnya, namun tangannya sedikit tegang memegang pintu kulkas yang masih terbuka itu. Daripada ia tiba-tiba tidak bisa mengendalikan emosinya, buru-buru Jay menutup kulkasnya dan pergi menuju kamarnya.
Dan keesokan harinya, dirinya terbangun lebih siang dari biasanya. Kedua matanya langsung mendapati temannya yang tengah berolahraga di depan rumah. "Bukankah seharusnya dia ke kampus?" tanya Jay pada dirinya sendiri. Langkahnya terarah pada Steve yang tengah melakukan push up. "Kau tidak kuliah? Jam berapa ini?"
Tepat hitungannya yang ke lima puluh, Steve bangkit dan berdiri dihadapan Jay dengan tubuh bermandikan keringat. Dia menyeka keringat yang hampir menetes pada dagunya, lantas tersenyum miring hingga menunjukkan barisan giginya.
"Jangan terlalu banyak meminum alkohol," katanya yang langsung melewati Jay sembari menyampirkan handuk kecil pada salah satu pundaknya. "Ini hari libur. Dosenku tidak mengadakan pertemuan," tambahnya.
-
-
-
Hari ini Steve cukup aneh bagi Jay, pasalnya ia melihat jika temannya itu sedang membersihkan ruang tamu, padahal kemarin-kemarin tidak pernah. Namun, Jay memilih untuk abai, ia berjalan menuju ruang tamu dan berniat duduk di sofa. Ah sialnya, belum menaruh buntalan pantatnya itu, suara Steve membuatnya duduk di atas angin.
"Akan ada tamu, jangan duduk di sana," cegah Steve.
"Siapa?" tanya Jay yang kembali berdiri dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
"Nanti kau juga tahu," Steve duduk pada sofa yang tadi akan diduduki oleh Jay. "Aku memanggilnya karena membutuhkan bantuannya," tambahnya.
Keduanya pun terdiam, Jay juga tidak ingin mengatakan apapun. Pun ia duduk di sofa yang berbeda dengan temannya itu, posisinya tepat berhadapan dengan pintu utama rumahnya yang terbuka. Sekilas ia melihat Steve yang memejamkan kedua matanya, sejujurnya Jay ini cukup penasaran dengan tamu Steve, tapi dia tidak diberitahu dan disuruh untuk menunggu hingga tamunya datang.
Hingga lima belas menit berlalu, ia mendengar seseorang berjalan dengan suara kantung plastik yang gemeresak. Seorang wanita dengan setelan pakaian kemeja dan celana jeans hitam tengah berdiri di ambang pintu, sedikit kebingungan saat kedua matanya bertemu dengan mata Jay. Dengan sengaja Jay menyenggol salah satu kaki Steve agar dia membuka kedua matanya.
"Oh, kau sudah datang," ucap Steve yang menyuruh Lena untuk masuk. "Sudah bawakan apa yang aku minta?" tanyanya.
Tanpa sepatah katapun, Lena melempar barang yang ia bawa tepat diperut Steve dengan wajah yang sedikit tertekuk. Jujur saja, dia kesal saat jam empat pagi tadi dihubungi oleh Steve untuk mencetak tugas kuliah laki-laki itu. Ditambah, alasan Steve yang membuat Lena bergerak seperti ini adalah Steve malas untuk keluar rumah dihari libur seperti ini. Padahal, hari ini adalah kesempatannya untuk beristirahat.
Tangan kanan Steve menepuk-nepuk salah sisi sofa yang kosong, dia menyuruh gadis itu untuk duduk disebelahnya guna membantu memeriksa kembali tugasnya yang baru saja datang ini. "Tenang saja, kau akan aku beri minum," ucapnya dengan santai.
Serasa tidak berguna, pun Jay bangkit dari duduknya dan berniat pergi meninggalkan kedua manusia di ruang tamu rumahnya ini. Namun, baru beberapa langkah berjalan, ia memutar tubuhnya dan memanggil Steve.
"Steve, kau bisa apakan sesuai yang kau mau,"
"Apakan apa?"
Jari telunjuk Jay bergerak ke arah kulkas yang terletak di dapur. "Semua yang ada di dalam kulkas. Terserah jika kau ingin membuangnya. Bersihkan kulkasku dari semua itu," pungkasnya dan kembali melanjutkan langkahnya.
Steve menatap aneh punggung Jay, dia sampai menekuk kedua alisnya. "Gila saja dia memintaku untuk melakukannya. Salah sendiri membeli banyak," herannya sampai menggelengkan kepalanya.