"Pak, saya sudah memutuskan untuk tetap bekerja di sini,"
Adalah kalimat yang Lena ucapkan sebelum ia merasa panik lantaran atasannya yang tiba-tiba terjatuh di pelukannya. Pasalnya, Lena tepuk-tepuk lengan Jay, tidak ada respon apapun. Karena masih ada seorang pegawai di kafe itu, ia meminta bantuannya untuk membawa Jay kembali ke ruangannya. Hanya tempat itu yang memiliki sofa panjang untuk meletakkan Jay di sana.
Lena dan pegawai itu cukup kebingungan melihat atasannya seperti ini, namun yang membuat Lena semakin bingung adalah ketika pegawai itu mengatakan jika ia tidak bisa berada di sana lebih lama lagi dengan alasan ingin menjenguk ibunya di rumah sakit. Walaupun ia juga tidak ingin mengurus Jay sendirian, tapi sosok ibu jauh lebih penting bagi anaknya. Pun ia membiarkan rekan kerjanya itu untuk pergi mengurusi urusannya.
Lena mengigit jarinya melihat Jay terbaring di atas sofa seperti ini. Ia mencoba bergerak ke arah meja laki-laki itu guna mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menyadarkan Jay. Beberapa menit mencari, ia sama sekali tak menemukan apapun. Lantas ia bergerak untuk menangani seseorang yang pingsan sesuai dengan pengetahuan yang ia ketahui. Dia juga mengambil tisu guna mengelap keringat yang membasahi dahi hingga leher atasannya itu.
Dirinya terduduk di lantai bersandar pada sofa yang Jay tiduri. Sekilas melihat ke arah jam yang menunjukkan waktu semakin malam. Tidak dapat dipungkiri jika saat ini Lena tidak dapat menahan rasa kantuknya. Kendati sekuat tenaganya digunakan untuk menghalangi rasa kantuk, tetap saja pada akhirnya Lena menutup kedua matanya sebelum Jay tersadar.
Terlihat keduanya sama-sama memejamkan mata di ruangan yang sama dengan udara yang sama. Hingga sekitar tiga sepuluh menit berlalu, Jay baru membuka kedua matanya. Kedua netranya langsung menangkap sinar yang sangat terang dari lampu ruangannya. Berniat menggunakan tangan kanan untuk menghalangi sinar, namun terasa berat lantaran kepala Lena yang menggunakan tangannya sebagai bantalan. Lantas ia menggunakan tangan kirinya dan melihat Lena tertidur pulas.
Jay bangkit dari tidurnya secara perlahan, ia berniat untuk memindahkan Lena ke sofa ini. Pasalnya, hanya dilihat dari posisi tidurnya saja, terasa tidak nyaman. Ditambah, Lena duduk di atas lantai yang dingin tanpa beralaskan apapun. Sayangnya, Lena ikut terbangun saat tangan Jay tergerak.
Saat membuka kedua matanya, ia terkejut melihat sang atasan sudah tersadar. Detik itu juga, kantuknya menghilang. Buru-buru Lena berdiri hingga lututnya terbentur meja. Mengusap wajahnya, berharap dapat menghilangkan wajah khas bangun tidurnya. "Maaf, pak, saya ketiduran," ucapnya dengan kepala tertunduk.
"Ayo, kuantar kau pulang," ajak Jay.
Terlihat panik, Lena melambaikan tangannya di depan tubuh, menolak ajakan Jay untuk mengantarkannya pulang. Kedua bola matanya melebar, saat Jay mengambil kunci mobil dan menarik lengannya keluar dari ruangan.
"Tidak perlu repot-repot, pak,"
Sembari memegang kepalanya yang masih terasa pusing, Jay mengunci pintu kafe. "Seharusnya kau sudah pulang sejak tadi, tapi karenaku kau menunda kepulangan," katanya yang langsung menarik Lena menuju mobilnya. Ia bahkan mengabaikan semua perkataan pegawainya itu. Jay tidak akan menerima penolakan apapun dari Lena, yang terpenting dia tidak memiliki rasa bersalah apapun karena membuat pegawainya terlambat pulang.
Dan demi apapun, Lena merasa sangat gugup berada di dalam satu mobil dengan Jay seperti ini. Dirinya tahu jika mereka sering bersama, namun setelah ia menolong Jay, ada sedikit rasa tidak enak. Apalagi saat tangan atasannya itu tak sengaja ia gunakan sebagai bantalan tidurnya. Di sana Lena hanya mampu menelan ludahnya sendiri seraya melihat keluar jendela. Sudah cukup malam mereka melewati jalanan ini, sampai Lena terkejut ketika melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tujuh belas menit.
Kost tantenya ini selalu tutup paling lambat jam sembilan lebih sepuluh menit. Entahlah, ia tak tahu apakah gerbang kostnya masih terbuka atau tidak. Kini kakinya terasa semakin dingin, bukan hanya karena pendingin udara tetapi juga karena rasa kekhawatiran. Sesekali ia melirik ke arah Jay, berharap agar laki-laki itu mengerti jika harus menambahkan kecepatan mobilnya.
Hingga pada akhirnya mereka berdua tiba di depan gerbang kost Lena. Lebih parahnya, keadaan kost itu sudah gelap gulita, dan tak terlihat ada tanda-tanda penghuni kost yang masih terjaga di malam ini. Gadis itu terdiam untuk beberapa saat, di sebelahnya sang atasan justru berniat untuk turun dan mencari cara agar Lena dapat masuk ke dalam kostnya. Pun dengan cepat Lena menahan lengan Jay agar tidak melakukannya.
"Jangan, pak. Kita berdua bisa jadi bulan-bulanan penghuni kost," tutur Lena.
Jay menatap Lena beberapa detik, ia melihat Lena yang masih diam sembari memikirkan cara lain. Namun, baginya Lena terlalu lama untuk berpikir, karena semakin lama mobilnya terdiam di depan kost akan semakin menarik perhatian orang yang mungkin melihatnya sejak tadi. "Cepatlah berpikir," kata Jay.
"Eum.. mungkin saya akan menginap di rumah teman saya saja, pak," kata Lena agak ragu.
"Kau bahkan tidak memiliki teman perempuan," sarkas Jay, ia melipat kedua tangan di depan dada dan bersandar dengan tatapan keluar mobil. "Kau menginaplah di rumahku untuk malam ini saja," ucapnya lagi.
"Tidak perlu, pak. Saya memiliki seorang teman,"
Jay mendengus, ia terkekeh geli mendengar kalimat Lena. "Kau memiliki tekad untuk datang ke rumah laki-laki yang di dalam rumah itu terdapat orang tuanya," balas Jay.
Ah, Lena baru ingat jika rumah Doni juga terdapat orang tuanya. Dia bodoh sekali jika datang ke sana malam-malam seperti ini, apalagi jika mengetahui diantar oleh seorang laki-laki. Tidak menutup kemungkinan jika kedua orang tua Doni akan memikirkan sesuatu yang buruk terhadapnya.
"Tapi, bapak dan Steve juga laki-laki,"
"Setidaknya, kami tidak memiliki orang tua," tandasnya dan langsung melajukan mobilnya menuju rumahnya.
Penolakan Lena pun kembali ia abaikan, Jay tetap melaju menuju rumahnya. Lagipula, di rumahnya hanya ada dirinya dan Steve. Dan masih ada beberapa kamar kosong di rumah itu. Jay sendiri dapat menjamin, pegawainya itu akan aman berada di rumahnya. Baik dia dan Steve tidak akan berbuat macam-macam pada Lena. Dia bisa menjamin itu.
Hingga pada akhirnya mobil milik Jay memasuki pelataran rumahnya. Lampu rumahnya masih menyala terang. Ia yakin jika Steve pasti belum tidur dan sedang sibuk dengan dunianya. Lantas laki-laki itu menyuruh Lena untuk masuk ke dalam rumahnya, ia menunjukkan kamar yang akan digunakan oleh gadis itu.
"Kau bisa menggunakan kamar itu," tunjuk Jay dari kejauhan.
Lena hendak memasuki kamar yang ditunjuk oleh Jay, namun langkahnya terhenti saat mendengar suara dari arah dapur, yang mana letaknya dekat dengan kamar itu. Jay langsung menarik Lena ke belakang tubuhnya, ia juga melipat lengan pakaiannya saat melangkah menuju dapur.
Alis Jay seketika berkerut melihat kulkasnya terbuka dan mendapati seorang wanita yang tengah mencari sesuatu di dalam kulkasnya. Langkahnya semakin mendekat dan secara mendadak ia melihat Steve yang muncul dari bawah meja. "Sedang apa kau? Dan siapa dia?" tanya Jay.
"Mina, teman satu kost ku," Lena menambahkan.