Hari ini pertunangan antara Devian dan Mega dilangsungkan. Karena banyak rekan kerjanya yang datang, mau tak mau Devian terpaksa memasang senyum selebar mungkin. Akan sulit nanti jika ada yang curiga kalau dia sedang di jodohkan paksa.
Mega sama mengenaskannya dengan Devian. Untuk membalas dendam sang mantan pacar, Mega malah lebih over acting. Dia sering memeluk Devian terang-terangan di hadapan para tamu. Yang lebih menjijikkan lagi, Mega minta suapi makan pada Devian ketika dia merasa liurnya menetes melihat bakso di tempat makanan yang disediakan.
"Dasar bodoh. Apa yang kau mau hah?" tanya Devian sambil tersenyum. Tangannya sibuk menyuapi Mega perlahan.
"Tidak ada. Hanya membuatmu mati perlahan-lahan. Aku sedang menyiksamu." Mega tertawa.
"Kau benar-benar calon istri dari neraka," rutuk Devian.
Mega tersenyum penuh kemenangan. Sungguh, para tamu yang melihat mereka berdua pasti mengira kalau Mega dan Devian merupakan pasangan yang cocok. Andai saja mereka mendengar percakapan mereka, tentu mereka akan bergidik ngeri.
Max melihat Devian dan Mega yang sedang berbincang mesra. Sesekali Mega tertawa. Max merasa Devian menyukai Mega. Laki-laki kurus itu cemburu berat. Tapi dia tidak bisa mengungkapkannya. Lihat! Bahkan Devian sejak tadi tidak mencoba melihatnya. Pandangan Devian hanya terfokus pada tunangannya.
"Max, kau sudah makan?" Aster menyapa.
Max menggeleng. Bahkan untuk makan di hari pertunangan kekasihnya di tidak mampu. Nafsu makannya hilang meski banyak hidangan menggoda di depan mata.
"Apa kau sedih karena Devian sebentar lagi akan menikah?"
Max menatap Aster tak percaya. Kenapa ibunya Devian bertanya begini? Apakah dia tahu kalau Max sedih karena Devian bertunangan dengan orang lain?
"Tidak," jawab Max. Matanya memandang ke arah lain.
Aster menepuk pundak Max. "Jangan bohong padaku. Aku tahu kau mungkin berpikir kapan akan mendapatkan kekasih. Tapi tenang saja, wanita tua yang cantik ini punya banyak teman dengan anak perempuan yang cantik-cantik."
Ternyata Aster tidak tahu hubungan rahasia Max dengan anaknya.
"Terima kasih, tante. Sebenarnya aku sedang memikirkan kerjaan. Rasanya tak bisa lagi lama-lama di sini." Max beralasan. Dia merasa risih berada di antara pesta Devian yang meriah.
Acara pertunangan yang meriah telah sampai dipuncaknya. Momen tukar cincin telah selesai. Aster mengundang disk jokey ternama. Para tamu asik menari. Lampu mulai berubah menjadi kerlap-kerlip. Max segera pergi.
Devian menyapu sekeliling. Tadi lewat ujung matanya Max masih ada di sudut sebelah kiri. Kini, Max seolah hilang di telan bumi.
Devian bergegas pergi.
"Mau kemana kau?" Mega mencoba menahannya.
"Bukan urusanmu." Devian menyentak tangan Mega yang tadi memegang tangannya. Pikiran Devian kalut. Jangan-jangan Max bunuh diri karena cemburu.
Devian berlari sepanjang koridor. Dia memeriksa ruangan demi ruangan. Akhirnya Devian menemukan Max di toilet perempuan. Menangis.
"Sayang keluarlah," pinta Devian lembut.
Max tidak menjawab. Hanya isaknya yang terdengar.
"Tolonglah, Max. Kalau kau benar-benar tidak bisa menahan diri karena perjodohanku, kenapa tidak kau tentang saja dari awal? Bukan menyuruhku melakukan semuanya."
Max masih tidak menjawab.
"Sayang keluarlah. Aku malu ada di toilet perempuan!" desak Devian sebab seorang gadis seksi masuk dan menatap Devian penuh kecurigaan.
"Kalau kau mau, aku bisa membuang cincin ini sekarang. Lalu ku umumkan pada semua orang agar pertunangannku di batalkan."
Max keluar.
Devian merengkuh kekasihnya. Tubuh kurus Max tenggelam dalam pelukan Devian.
"Berhentilah menangis," bujuk Devian.
"Kau sama sekali tidak melihat ke arahku, Dev. Kau malah asik berbicara dengan tunanganmu. Bahkan perempuan itu sangat cantik," ucap Max sambil terisak-isak.
Devian mengecup pipi, hidung, mata dan bibir Max. Semuanya. Devian mendorong Max masuk ke dalam toilet dan mengunci pintunya dari dalam.
"Aku rasa aku harus meluruskan semuanya." Devian menatap Max tajam.
"Ta-tapi Dev, aku hanya ...." Max terbata melihat Devian yang seolah hendak menerkamnya.
"Hanya apa, gadis lugu? Kau sudah membuatku panik sampai aku hampir serangan jantung karena kehilanganmu. Sekarang kau mau apa? Kau tidak bisa lari, Sayangku." Devian menyeringai.
Max menatap Devian pasrah. Dia tahu apa yang akan terjadi.
Devian duduk di atas closet dan mendudukkan Max di pangkuannya. Bibirnya melumat ganas bibir Max. Max memejamkan mata menikmati lumatan-lumatan kecil yang diberikan Devian padanya.
Dev semakin ganas. Beringas. Max bahkan mengap-mengap kehabisan nafas. Tapi Dev menahan pinggangnya erat.
"Kau tidak bisa melepaskan diri, Max. Kita harus meluruskan semuanya. Sekarang, rasakan hukumanmu dulu!" Devian memutar tubuh Max.
Max mendesah. " Dev ...."
Devian tidak mendengarkan. Dia terus memompa dengan kasar.
"Dev...hentikan, oh tidak maksudku ahh ...." Devian tersenyum. Max menikmatinya.
Desahan demi desahan keluar dari mulut Max. Sebelum akhirnya mereka selesai satu jam kemudian.
****
"Devian! Dari mana saja kamu?" semprot Aster dengan marah.
"Tadi ada ... Em ..." Devian kebingungan.
Aster menatap Devian heran. Putranya penuh peluh seperti habis berolahraga.
"Sumpah aku tidak melakukan apapun yang kau pikirkan, Ma." Devian membela diri.
"Asalkan dengan Mega, aku senang. Sebentar lagi aku akan memiliki cucu. Kabar baik ini harus ku sampaikan pada Bambang!" Aster berlalu cepat.
"Ma!" panggil Devian frustasi.
Tiba-tiba mega menghampirinya. Wanita itu rupanya sudah berganti kostum menjadi pakaian non formal. Gaunnya jauh lebih seksi. Bahkan di beberapa bagian sensitif, gaun itu sengaja di biarkan terbuka.
Devian menatap Mega dengan marah. Tidak suka dengan perempuan yang suka mencampuri urusannya ini.
"Berhenti bertanya padaku, cerewet!" bentak Devian lalu segera pergi.
Setelah kepergian Devian, Mega menghela nafas lega. "Beruntung, Devian tidak melihat kiss mark di leherku," ucapnya lega.
Devian duduk sambil menikmati minumannya. Para tamu sedang berpesta. Tepat di seberang Devian, Max duduk sambil menikmati segelas anggur. Dia menggerakkan cangkir tanda bersulang.
Devian mengedipkan matanya pada Max. Kesalahpahaman antara keduanya sudah berakhir.
Mega tiba-tiba muncul. Mendekap Devian. Max melihatnya dengan santai. Devian membiarkan Mega memeluknya. Wanita itu mabuk berat. Devian terus menikmati anggur dalam gelasnya, memberi kode agar Max mendekat.
"Duduklah di sampingku," pinta Devian.
Max duduk. Mega masih dalam posisinya memeluk Devian. Perempuan itu mabuk berat.
Musik terus menghentak tubuh orang-orang yang menikmatinya. Devian menatap Max lalu mengecup bibirnya dengan cepat.
"Dev ..." Max memelototkan matanya.
Devian menutup bibir Max dengan telunjuknya. "Malam ini saja, kau jangan protes dengan apapun yang kulakukan. Kecuali kau mau kuberi hukuman gratis lagi, hmmm?"
Max menggeleng. Cukup sudah yang tadi.
"Tutup mulutmu, sobat. Tunanganmu akan mendengarnya nanti," ejek Max sambil menikmati wiskinya.
"Biar saja. Aku lebih suka ditinggalkan jalang ini daripada kehilanganmu."
"Dasar kau sialan!" Max memukul lengan Devian. Mulut laki-laki itu benar-benar bisa mengacaukan semuanya.