John baru saja selasai dari pekerjaannya, hari ini pengunjung yang datang begitu ramai. Ia tak dapat beristirahat, ada saja pelanggan yang datang memintanya untuk membuatkan mereka minuman.
Untungnya John sangat cekatan dalam bekerja, dan begitu cepat menyajikan minumannya untuk para pengunjung, hal hasil ia mendapat pujian dari pemilik klub itu. Setelah pekerjaannya usai.
"Baru pertama kali aku melihat pria begitu pintar dalam meracik minuman? Kau sangat berbakat, dude. Bagaimana bisa kau begitu cepat mempelajarinya?" tanya Frans, yang mengunjungi John diruang ganti.
"Aku hanya mempelajari komposisi di dalam kertas yang kau berikan padaku! Dan aku mengingat semua komposisinya! Itu hal yang mudah untukku cerna!" balas John, menyombongkan dirinya.
"Kau sungguh berbakat dari pekerja lainnya! Aku berharap kau bisa lebih meningkatkan kemahiranmu dalam membuat minuman yang lebih dari biasanya!" Frans menepuk pundak John. Ia yakin bahwa pria di depannya mampu membuat minuman-minuman baru di klub miliknya.
John pun hanya menimpali dengan seulas senyuman, tidak berkata lebih lanjut, dan ia paham maksud dari ucapan Frans.
Sepeninggalan Frans, Maxim satu teman kerjanya, menatap sinis pada John. Merasa tersaingi. Tidak suka jika John dipuji oleh pengunjung yang datang. Ditambah lagi Frans mengagumi kinerja John yang cekatan.
"Jangan berbangga pada dirimu! Kau hanyalah anak baru yang tidak memiliki kepandaian!" ucap Maxim, iri dengan kecerdasan yang John miliki.
"Berbangga diri! Kau sungguh lucu dude! Jika posisimu terancam dengan kehadiranku, kau harus berusaha giat untuk menyaingi kecerdasanku!" balas John, tahu pria di depannya tidak suka kehadiran John di klub ini. Merasa tersaingi olehnya.
"Bersaingin denganmu! Jangan bermimpi! Kau tidak sepadan denganku! Lebih baik kau mengundurkan diri dari klub ini sebelum aku berbuat sesuatu yang tidak kau pikirkan sebelumnya!" Maxim mengancam John, agar John berhenti dari klub.
Akan tetapi jawaban John membuat Maxim terdiam. Mencerna ucapan yang keluar dari mulutnya. "Jangan bermain api jika kau tidak ingin terbakar! Kau tidak tahu siapa yang kau ajak bermusuhan!" terang John. Menepuk pundak Maxim dan berlalu meninggal pria itu yang bungkam oleh kata-katanya.
Maxim mengumpat dalam hatinya, menatap sinis pada John yang sudah lebih dulu meninggalkan ruang ganti. Sampai tubuh John menjauh dari pandangannya.
"Sialan! Kau berani menantangku! Kita lihat saja, apa yang akan aku balas nantinya!" desis Maxim, selepas kepergian John.
•••
Malam ini Alora tidak bisa tidur, ia mengingat kejadian tadi sore menabrak seorang pria tampan penuh kharismatik, tapi sayangnya pria itu terlalu dingin dan sombong.
Bayangan pria itu melekat di dalam ingatannya, apalagi bola mata biru milik pria itu, tidak bisa Alora singkirkan begitu saja. Pelukan yang erat dan hangat membuat Alora semakin ingin berada dalak dekapanya.
"Argh... Sialan! Kenapa pria sombong itu selalu berputar-putar dalam otakku!" kata Alora bermonolog pada dirinya. Sehingga membuat Alora frustasi.
Alora benar-benar tidak bisa melupakan pria itu, setiap mengingatnya, jantung Alora pun berdetak begitu cepat. Seperti rollercoster berjalan dengan kecepatan penuh. Naik ke atas hingga turun ke bawah. Seperti itulah jantung Alora saat ini.
Akhirnya Alora memustuskan untuk keluar malam, menghirup udara segar. Untuk menenangkan otaknya yang selalu mengingat tentang pria sombong itu. Ia pun mengambil mantel yang berada di kursi meja belajarnya, untuk menghangatkan tubuhnya dari angin malam.
Alora keluar dari apartemennya, menerjang angin malam yang menghunus kulitnya, walaupun ia sudah memakai mantel tebal. Tetap saja kulitnya dapat merasakan dinginnya malam. Ia pun berjalan sendirian di tengahnya malam. Tanpa ada orang yang menjaganya.
Toko-toko di sekitar kawasan itu pun, sepenuhnya hampir tutup. Jalana yang dilewatinya juga sepi, hanya lampu pernerang yang sedikit redup. Tapi tidak membuat Alora takut. Ia tetap berjalan di dalam malam yang sepi.
Tanpa diketahui Alora, seseorang mengikutinya sejak ia keluar dari apartemen. Mengikutinya secara diam-diam. Sampai Alora berada di kawasan yang sepi. Barulah mereka melancarkan aksi kejahatan.
Alora di sergap oleh lima kawanan penjahat, mengelilingi Alora, sehingga tak ada celah untuk kabur.
"Hai, nona cantik! Kau sendirian saja! Boleh kami temani!" kata salah satu penjahat itu. Tersenyum licik pada Alora.
"Siapa kalian? Aku tidak punya apa-apa untuk kalian rampok?" balas Alora, merasa was-was pada dirinya.
"Tubuhmu bisa menjadi harta yang paling berharga untuk kita! Mari kita bersenang-senang sebelum aku menjualmu untuk uang!"
"Brengsek!! Sampai mati pun aku tidak akan pernah memberikan tubuhku!" Alora menendang aset berharga memilik salah satu kawanan penjahat itu, dan ia pun berhasil lari. Tapi salah satu penjahat itu mengejarnya, hingga Alora berhasil tertangkap.
"Kucing liar yang sangat licik! Kau menyakiti teman kami! Dan sebagai balasannya kau harus melayani kami berlima!"
Para penjahat itu pun, membuka paksa mantel Alora, merobek, hingga pakaian Alora yang tipis terlihat. Memampangkan dada sumpurna miliknya.
Penjahat itu pun meneguk saliva kasar, menatap dua buah dada Alora membusung sempurna. Lalu, salah satu dari penjahat itu merobek baju Alora tipis. Untuk melihat kesempurnaan dada Alora lebih jelas.
Alora menjerit, memberontak, takut. Air matanya pun keluar begitu saja, hidupnya terancam, di lecehkan oleh orang-orang biadap! Seperti mereka. Saat penjahat itu sudah merobek bajunya. Hingga dadanya yang masih tertutup bra terpampang jelas.
"Kau memiliki dada yang sempurna! Aku sudah tidak tahan untuk menyicipinya!"
"Setelah kau selesai merasakan dada wanita itu! Aku orang kedua yang ingin mencobanya!"
Para penjahata itu pun tertawa bersama, saling tukar pandang. Merencakan sesuatu yang lebih untuk bermain-main dengan Alora. Mencari kesenangannya.
"Keparat! Jangan menyentuhku bajingan!" teriak Alora, penjahat itu mulai menjamah tubuh Alora, mengelus perut Alora yang mulus.
Namun sayangnya, perlakuan cabul mereka tidak bertahan lama. Belum sempat penjahat itu memegang dada Alora seseorang datang memukul salah salah satu penjahat itu dari belakang.
Hingga membuat penjahat yang menjamah tubuh Alora berhenti. Membalikan tubuhnya berhadapan dengan pria itu.
"Bajingan! Kau menganggu kesenangan kami!" ucap penjahat, itu memberi isyarat pada temannya untuk menghajar pria didepannya.
Pertikaian pun terjadi, para penjahat memukul pria yang menggagalkan aksi cabulnya. Tapi pria yang menjadi lawannya begitu hebat. Bisa menghalau pukulan demi pukulan yang diberikan penjahat itu. Membalas dengan pukulan sama dan menendang mereka semua. Sampai mereka terkapar tidak berdaya.
Tinggal satu penjahat yang tersisa, pria itu mendekat ke arahnya, menatap tajam bak seekor elang yang mencari mangsa, membuat satu-satunya penjahar yang tersisa takut, berhadapan dengan pria di depannya.
"Pergi dari tempat ini sekarang juga!" usir pria itu menatap nyalang ke si penjahat.
"A–aku akan pergi! Tapi biarkan aku lewat terlibih dulu!" gugup penjahat itu.
"Jika kau ingin melewatiku! Kau harus memotong kelima jarimu!"
Pria itu membulatkan matanya, tidak percaya. Pria di depannya begitu kejam, memintanya untuk memotong jarinya sendiri.
"Aku atau kau yang melakukannya!" lanjut pria itu, memilih dari salah satu pilihannya.
Pria itu mengeluarka sebuah pisau kecil dari dalam sakunya, memutar-mutarkan pisaunya sambil tersenyum licik.
Tak ada pilihan lain, penjahat itu pun mengambil pisau dari tangan pria itu. Dan langsung memotong kelima jarinya.