Ini memang hari yang sangat sial untuk mereka berdua, ini membuat wanita dengan tatapan tidak terima itu hanya bisa mengepal tangan kuat, dia hanya bisa menuruti apa yang di katakan oleh kedua orang tuanya.
Tristan mendengus napas lelah, pasalnya dia tidak tahu kalau akhirnya akan seperti ini, bahkan dia hanya ingin menarik kembali ucapannya, dia tidak ingin terlihat bodoh dengan ucapannya sendiri.
"Apakah kalian akan terus saling tatap-menatap?"
"Iya, mereka sangatlah romantis, apakah kalian tidak bisa segera menjodohkan mereka?"
"Yah, ini sudah di luar batas," ucap lelaki yang dingin itu sembari tertawa kecil.
Setelah dia mendengarkan suara mempercepat, Tristan tahu bahwa dia tidak sama sekali menyukai wanita yang masih menatapnya, dengan tatapan yang kagum itu, dia juga tidak akan pernah ingin membuka hati untuknya.
"Jangan bilang bahwa dia adalah orang yang ibu katakan," tatapan yang di berikan oleh wanita itu seolah tidak terima.
"Apakah yang membuat kamu yakin, bahwa dia bukan lelaki yang kami ingin jodohkan?" wah, ini benar-benar membuat hati dari wanita itu ingin rasanya mengumpat di depan para tetua, namun apa dayanya dia hanyalah seorang wanita bodoh yang sama sekali tidak boleh melawan.
Mereka akhirnya makan, tanpa ada sedikit pun yang membuka suara, dan juga bahkan mereka tidak bisa untuk menatap satu sama lain. Menatap? yah ini antara lelaki dan juga wanita yang dijodohkan itu, memang orang tua sangatlah kolot untuk sekarang ini, bagaimana mungkin di tengah meledaknya informasi dan juga berbagai alat canggih di dunia ini, mereka masih mengenal tradisi perjodohan?
Di tengah mereka diam seribu bahasa, letakan dari sendok dari wanita itu membuyarkan semuanya, kalian tahu kan saat ini dia tidak bisa berlama-lama melihat lelaki yang selama ini dia hindari, ah... bahkan dia sama sekali tidak pernah berpikir akan bertemu dengan lelaki sialan ini.
"Ada apa?" pertanyaan ini di layangkan oleh ayahnya kepada wanita itu.
"Ah, rasanya saya ingin pergi ke toilet, apakah bisa?" demi untuk tidak melihat wajah lelaki itu dia berani berbohong.
Sepertinya ini bukan rencana yang sangat indah, menurut pemikiran wanita itu, dia akan bebas setelah pergi ke kamar mandi, namun dia lebih sial saat berada di kamar mandi, pikirannya telah buram, begitu juga dengan hatinya.
"Apakah kamu bisa menemani dia untuk pergi ke kamar mandi, di sana mungkin ada perempuan yang tidak benar," ucap ibunya segera mengambil alih apa yang ada pada pikiran suaminya.
"Iya, itu memang benar, di situasi seperti ini mungkin semuanya akan terlihat sangatlah indah, namun kita tidak pernah lihat untuk yang di dalam," tambah Ayah Tristan, membuat bulu kuduk dari kedua orang itu merangkak naik.
Wah, ini benar-benar membuat habis pikir wanita dan juga lelaki.yang sudah saling mengepal tangan kuat di bawah meja yang besar itu, tampaknya mereka sangatlah senang namun di dalam hati ingin mereka mengumpat, dan mengumpulkan nama binatang dari A sampai Z.
"Sial, kalau begini ceritanya aku bahkan bisa bertahan di sini, dari pada harus berjalan berdua bersama lelaki sialan ini," umpatnya segera mengigit bibir bawahnya.
Dia kembali membuka suara,"apakah kamu akan tetap berada di tempat itu, dan tidak pergi ke kamar mandi!" sepertinya itu terdengar sebuah ancaman, yah ancaman yang keluar dari mulut orang sialan itu.
Dia berjalan, tidak lupa untuk memberikan sedikit polesan senyum sebagai pertanda dia mengiyakan, mereka berdua berjalan beriringan, memang tampaknya mereka sangatlah serasi dan yang paling penting mereka terlihat tidak membenci satu sama lain.
"Bisakah anda tidak selalu bersama saya?" geramnya sembari melangkah ke samping lebih jauh dari Tristan.
Tristan hanya tertawa, dia bahkan tidak pernah mempunyai pemikiran untuk bersama dia, namun apakah dia adalah lelaki pembangkang? Dia ingin menjadi anak yang berbakti sebelum dia melihat kedua orang tuanya harus pergi.
Apakah arti dari senyum itu? dia tampak mengintrogasi tatapan itu dengan mengelilingi badan dari Tristan, rasanya itu membuat Tristan juga merasa risih, di putaran yang ketiga dia bahkan mencengkram pergelangan tangan dari wanita tadi, dan membuat kesadaran dirinya semakin terbang.
"Apa?" tanya lelaki itu,"aku bilang lepaskan, jangan buat aku marah," ancamnya dan dia benar sial, dia kembali lagi mendapatkan sebuah ancaman,"apakah yang anda lakukan kalau saya berbuat seperti ini?" dia.mengores luka di tangan kiri dari wanita itu.
Wanita itu berusaha untuk melepaskan tangannya sendiri, namun kekuatan yang dia punya sebagai seorang wanita, tidak bisa melawan kekuatan pria dengan pose tubuh yang sangat kekar, dia hanya bisa mengalah dan segera memasuki kamar kecil itu.
Dia kira, bahkan untuk ke kamar kecil dia tidak di ikuti namun ada hal yang membuat dia ingin sekali mengumpat,"cepat, jangan sampai aku masuk ke dalam," wajahnya seketika memucat, pasalnya dia baru saja mendengarkan suara dari lelaki bajingan yang tidak tahu malu itu.
"Yah, bajingan satu ini, apakah kamu kira aku akan membuka pintu kepadamu?" suaranya sangatlah keras membuat Indra pendengaran dari Tristan seketika sakit rasanya,"yah, apakah aku adalah orang yang tuli, kamu bisa mengatakan itu dengan nada yang santai," ucapnya sembari mengedit pintu itu, guna untuk membuat takut wanita itu.
Di sisi lain, mereka berempat kali ini saing tertawa dengan mesra, pikiran mereka pasti mengatakan bahwa akan ada hal yang baik terjadi antara putra dan putri mereka,"apakah kalian kira akan ada sedikit kejadian yang membuat kita bahagia?" tanya wanita dengan alkohol tang berada di tangan kanannya.
"Yah, seperti apa yang kamu pikirkan sekarang, lihatlah buktinya mereka sangatlah lama datang ke sini," mereka tertawa mendengar hal itu,"apakah kalian seorang paparazi?" tanya seorang dengan mereka dan menepuk pundak dari istrinya.
"Bukan, kami bahkan bukan seorang paparazi, namun semua ini adalah benar, bagaimana mungkin mereka sangat lama di kamar mandi?" tanya wanita itu dengan tatapan yang juga merasa kepo.
Mereka tidak mau lagi untuk mengulang pembicaraan itu, dan tentunya mereka memangil pelayan, setelah pelayan itu datang dengan sopan dia bertanya.
"Apakah ada yang bisa saya bantu?" senyum itu seolah tidak mempunyai beban secuil apapun.
"Ambilkan alkohol dan juga anggur, serta makanan yang sangat cocok untuk itu," tegasnya sembari melihat menu itu.
"Baik, silahkan menunggu Tuan," ucapnya dan memberikan sedikit senyum tipis lagi.
Mereka semua kembali lagi meminum alkohol itu dan bercakap-cakap ria, sama halnya dengan keadaan yang berada di luar sana, Tristan hanya bisa menghela napas, pasalnya tidak puas dengan semua yang terjadi saat ini.
"Arg... kenapa kisah cintaku sangatlah rumit."