Cinta pengganti, bukan cinta yang datang ketika kamu menginginkannya, tetapi sadarlah cinta pengganti itu datang ketika kamu merasa lelah dengan keadaan yang kamu miliki.
Sadar atau tidak sadar, semua itu datang perlahan dan mengerogoti kesadarannya secara perlahan.
Wanita yang tadinya telah mendengus napas kesal kali ini menatap ke depan, di depannya tepat berada cermin yang besar dan juga bersih, dia tampak bergumam dan menghembuskan poninya yang sedikit menutupi pandangannya.
"Apakah dia benar, akan datang ke rumah ini?" tanyanya karena beberapa jam yang lalu, dia mendengarkan dari kedua orang tuanya, bahwa dia akan di jemput oleh Tristan, lelaki yang dijodohkan dengan dia.
"Tristan?" ulangnya dan menautkan kedua alisnya ke atas.
"Apakah dia tampak ganteng, ataupun memiliki kelainan?"
Entah kelainan apa yang dia maksud, namun dia tidak sadar, reflek dia hanya berargumen tentang kisah hidupnya terutama cintanya.
Di sisi lain, Tristan kali ini juga merasa resah pasalnya dia bahkan tidak sama sekali memikirkan tentang dirinya yang di paksa oleh ayah dan ibunya untuk berjalan-jalan dengan wanita yang sama sekali belum ada rasa dia titipkan.
Kali ini, memang siang hari dan dia harus pergi mengajar di kampus mulai untuk merapikan ranselnya dan pergi untuk mandi.
Setelah beberapa jam selesai mengajar, dia pusing pasalnya dia tidak melihat di mana wanita yang di jodohkan dengan dirinya, memang ini adalah kelas mereka, dan seharusnya mereka berdua memang bertemu.
Dia mengahakiri pelajaran dan segera pergi meninggalkan kelas, sesampainya di luar dia melihat bola mata itu, yah bersinar seperti bintang di malam hari dan berserak seperti bintang di langit.
Apakah ini? jantungnya masih berdetak tidak karuan bahkan dia sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangan, matanya tetap menatap sorot mata yang dia lihat.
Mereka berdua berpapasan, dengan seorang wanita yang juga mengajar di kampus itu, ini membuat hatinya dan juga pikirannya juga terbagi menjadi dua.
Dia berhenti kala melihat langkah kaki yang dia lihat juga berhenti.
"Apakah anda ingin ke kantin?" tanyanya sembari memoleskan senyum setipis daun salam itu.
Tristan berdebar hatinya, memang wanita ini sudah lama dia lihat, sungguh malang hatinya kali ini dia membuka mulut saja bahkan tidak sanggup.
"Hay, apakah anda mengalami gangguan?" tanyanya kala mendengar tidak ada jawaban sama sekali.
"Hah," dia tersadar dengan wajah putihnya kembali natural lagi.
Mereka berdua saat ini berada di kantin, jelas tidak ada yang bisa melihat mereka karena ini adalah kantin para Dosen, yang ada hanya beberapa dosen yang melihat dan itu tidak akan bisa menjadi gosip, sama halnya karena ini adalah sepasang Dosen yang mempunyai banyak sekali tugas yang perlu untuk dibicarakan.
"Apakah kamu tidak berniat memberikan nomor ponselmu?" tanyanya reflek membuat wanita tadi menciptakan air minum yang tadi sudah dia masukkan dalam mulut.
Wanita itu segera mengambil tissue, dia sangat heran mengapa dengan lelaki ini, pasalnya dia juga tahu dari beberapa siswi yang mencintai dirinya, bahkan sempat pingsan karena tidak pernah di dengarkan oleh Tristan, namun kenapa dengan dirinya? apakah dia bermimpi semalam?
Dia menatap Tristan yang menghapus benih air minum yang berada di bawah bibirnya, membuat jantung wanita itu berdebar seketika.
Tangannya dengan lembut memulas dengan tissue dan selebihnya juga menyelipkan rambutnya di belakang kuping wanita yang sudah ketar-ketir itu.
"Ada apa? apakah dengan hal ini membuat jantungmu berdebat?" pandangan pertama, adalah hal yang membuat dia tidak tahu, akan bumi ini.
Pandangan pertama ini membuatnya jelas-jelas tidak bisa mengedipkan matanya, bila mata itu sangat dekat dengan lelaki itu, dan rasanya ini sangatlah indah, tidak ada masalah rasanya jika berada di tempat ini.
Seketika mereka berdua tersadar, bahwa sekarang mereka telah diintai oleh beberapa siswi yang entah mengapa bisa masuk ke sini.
Ohw, mereka lupa bahwa anak orang kaya juga bisa masuk ke sini, dengan biaya yang tambah dua kali lipat, dan juga harus orang yang berkelas, mereka sadar dan segera mengalihkan tangan dari Tristan dari bibirnya sendiri.
"Maaf," Tristan hanya mengatakan hal itu dan merapikan kemeja yang dia pakai.
Wanita yang saat ini sudah siap di jemput, dia meratapi dirinya sendiri di depan cermin putih besar itu, liptint yang tampak merah dan juga mata yang tampak sipit, serta alis mata yang tidak terlalu tebal, dia memang cantik namun hanya satu yang dia yakini kecantikan ini tidak bisa membuatnya tenar.
Dia menatap ke depan dan besar harapan wanita itu agar Tristan tidak datang, dan juga semoga malam ini dia bisa di kamar tidur dia juga malu karena semalam tidak masuk kelas, dia takut dan jijik melihat wajah tunangannya itu.
Yang sekarang berada di dalam pikirannya adalah seperti ini.
"Yah, aku rasa saat ini semua hal buruk harus berpihak kepada aku," gumamnya dan mendengus napas kesal.
"Aku harus keluar dari semua hal ini, mencoba hal baru dan memulai pacaran dengan lelaki lain, aku bisa bergonta-ganti pasangan," dia tertawa menyelipkan rambutnya di belakang kupingnya.
Dia marah pasalnya kali ini dia mendengarkan apa hal yang dia tidak inginkan, klakson mobil yang dia dengarkan terngiang-ngiang.
Bayangannya seolah mengatakan bahwa kali ini dia akan pergi dengan lelaki yang sangat dia benci, rasa saja tidak ada dia hanya ingin mengumpat kalau benar saja dia datang.
"Nyonya, ada yang mencari Nyonya," pembantu datang mengetuk pintu dan berkata demikian.
"Baiklah, aku akan turun sebentar lagi," dia menuruni anak tangga itu stelah membuka pintu.
Sesampainya di depan rumah, tidak apa siapa-siapa ini membuatnya kesal dan segera bertanya kepada pembantu itu apakah dia hanya di permainkan?
"Apakah orang tadi ingin mati di tangan aku?" geramnya dan mengigit bibirnya sendiri dengan kasar.
"Ada apa Nyonya?" pembantu itu datang dari arah belakang bertanya apakah hal yang membuat Nyonya mereka seperti ini.
"Apakah tadi kamu berniat untuk mempermainkan aku?" tangannya dia gerakkan ke atas untuk memperbaiki rambutnya sendiri.
"Tidak, tetapi tadi ada lelaki dengan kemeja hitam katanya teman Nyonya," jelasnya dan mengingat apa yang dikatakan oleh lelaki misterius tadi.
Dia seakan diam terbelenggu karena dia akan pergi dengan lelaki yang dijodohkan dengan dosennya sendiri, tetapi kenapa ada lelaki misterius yang datang ke rumahnya mencari dirinya, yang bahkan dia tidak tahu siapakah gerangan itu.
Dia terdiam dan seketika mengingat apakah ada tugas dari dosennya yang sangat perlu untuk di kerjakan oleh dirinya.
"Tunggu, apakah ada hal yang membuat dirinya datang malam-malam seperti ini?" dia menggaruk tengkuknya Nyang tidak gatal sama sekali.