Pak Luki banyak menghabiskan waktunya di atas kursi roda. Dengan segala keterbatasannya, dia hanya bisa meratapi keadaannya. Tak jarang dia menangis sendiri. Dia tidak menyangka masa tuanya akan sangat menyedihkan seperti itu. Kalau bisa memilih, dia lebih baik mati dari pada hidup menyusahkan orang lain.
Pikiran yang selalu dipenuhi kekawatiran membuat kondisi Pak Luki semakin menurun, belum lagi pertengkaran kecil dengan Ibu Susi yang pasti ada setiap hari. Tidak ada semangat lagi untuk sembuh.
"Kenapa sih susah sekali Pah minum obatnya? Jangan buat masalah semakin rumit dong Pah … Papah pikir mengurus Papah sekarang gampang? Capek loh … jadi tolong jangan dibuat semakin susah Pah!" keluh Ibu Susi.
Ibu Susi menyodorkan obat Pak Luki, tapi Pak Luki mengunci mulutnya. Dia tidak mau membuka mulutnya.