Malam dengan bulan kecil ini teruslah dilewati oleh seorang lelaki yang duduk diatas danau es,dirinya menunggu dengan jaring yang telah ditenggelamkan kedalam lubang yang telah ia buat.
Sekali-kali dirinya memandang jauh ke arah cahaya desanya, tetapi keinginan untuk memberi istrinya persediaam makan membuat pandangannya beralih kembali keatas lubang.
Tanpa dirinya sadari waktu terus berjalan hilang, Ia melihat ke langit yang tak berubah, bulan yang bergerak begitu lambatnya bagaikan tak pernah bergerak. Hanya api unggun disebelahnya yang memberitahukannya atas waktu yang berlalu.
Sebuah siluet nampak dari jauh dan mendekatinya,Erlang serigala yang ia namakan, sedikit demi sedikit figur sang serigala mulai terlihat lebih besar.
"Selama ini suami dari sang istri hidup diatas danau menunggu tangkapannya untuk datang, istrinya setiap hari membuatkan ikan untuk ernang sang serigala yang selalu menemani mereka."
Erlang dengan langkahnya yang tidak tergesa gesa mulai mendekati api unggun disebelah pemiliknya, bulunya yang telah beku mulai meleleh sedikit demi sedikit.
Setelah erlang melelehkan es yang ada pada dirinya, ia lalu mendekati pemiliknya dan memberikan sebuah kertas yang dikalungkan kepadanya.
"Setiap saat dirinya pergi untuk mencarikan mereka makan, istrinya akan mengalungkan sebuah kertas kecil untuk suaminya"
Setelah dirinya buka kertas tersebut, dirinya menangis gembira, anak-anaknya telah lahir diatas salju yang dingin ini.
"Terima kasih Erlang.... jika saja tanpa dirimu aku takkan mengetahui berita gembira ini"
Dengan sangat senangnya bahkan serigala mulai di peluknya dengan kuat sampai sang serigala mengaung. Sadar atas kesalahannya dirinya lalu melepaskan temannya tersebut.
Ia kembali duduk menunggu tangkapannya untuk datang, dan akhirnya benang mulai mengeras. dirinya dengan tenang menarik jaring sedikit demi sedikit, jika jaring seperti ingin putus iya akan melonggarkannya dan membiarkan untuk menguras tenaga tangkapanya. Ia lalu berdiri dengan sebuat tongkat tajam menunggu tangkapannya agar terlihat, ia lemparkan tongkat panjang tersebut yang akhirnya menusuk kepala tangkapannya.
"Manusia yang ini seharusnya cukup untuk perjalanan kita"
Seorang manusia dewasa keluar dari lubang, dengan kepalanya yang tertusuk oleh tongkat tajam tersebut, ia memakai baju berwarna hitam bagaikan seorang saudagar tinggi, dirinya memiliki muka yang tajam, dan badan yang gemuk.
"Kedua pasangan ini akan pergi setiap harinya dari satu tempat ke tempat lain, mereka akan selalu mencari tempat dengan sedikit orang disekitarnya."
Manusia tersebut sang suami ikatkan sebuah gerobak, karena udara yang dingin, lingkungan diluar bagaikan pengawet alami.
Sang suami lalu berjalan menuju cahaya desanya, ia pergi bersama Erlang teman baiknya, hanya meninggalkan api unggun dan kursinya. Bahkan badai
takkan bisa menghalangi mereka untuk melihat istrinya yang membawa berita gembira.
Dia sudah merasa tak sabar, hingga tubuhnya mulai bergetar dengan keras, badannya yang dipenuhi otot terlihat mulai mengecil, baju yang ia pakai pun mulai melonggar. badannya terus mengecil dan kulitnya mulai menggelap hingga terlihat bagaikan sebuah besi hitam yang mengkilap, bahkan kepalanya pun menumbuhkan dua buah antena, dan punggungnya telah tumbuh 4 sayap.
Disebelahnya, serigala yang berjalan bersamanya pun mulai membesar, ia tumbuh dan tumbuh mencapai 4 meter.
Dari kejauhan bisa terlihat desa mereka yang penuh oleh salju, bahkan tengkorak tengkorak pun berserekan dimana mana, hanya saja tak da sepercik merah yang menyerap ataupun menjadi es yang menandakan adanya pembantaian diatas desa tersebut.
Erlang sang serigala dan pemiliknya lalu berlari dengan kencang ke arah desa hingga akhirnya mereka bertemu sang istri pemilik ernang. sang istri seperti merasakan kehadiran suaminya memutarkan kepalanya untuk melihat suaminya, bayi yang dirinya pegang mulai menangis meminta ibunya untuk kembali memerhatikannya.
Wajah sang istri terlihat bagaikan seorang bidadari yang sangat baik hati, senyumannya seperti dapat melelehkan hati lelaki manapun, pesonanya begitu tinggi hingga bandingannya hanya bisa dihitung dengan satu tangan.
Sang istri lalu membalikkan badan dan membenarkan lehernya yang ia rusakkan karena ia putar balik, ia lalu berdiri didepan suaminya, dengan wajahnya yang mulai mengerut seperti ingin menangis ia berkata
"Maaf sayangku, ada beberapa manusia yang menemukan dimana kita berada... kita harus pergi lagi"
"Tak papa istriku, para manusia akan terus membasmi kita, kita adalah makhluk yang seharusnya tak pernah mereka temukan"
Manusia yang sang suami seret mulai berubah, tubuhnya mengecil dan menjadi hitam, tumbuh sebuah antena dan sayap dibelakangnya.
"Dia adalah yang terakhir dari kaum ku yang memiliki darah termuni, bahkan kau pun membasmi kaummu sendiri, darahmu yang tercampur dengan para manusia dan darah manusia yang anak ini makan akan membiarkan dirinya untuk dapat hidup dengan mereka, Erlang aku harap kau bisa melindungi anak kami di atas salju ini"
Kedua pasangan lalu bertatapan, sang istri menatap suaminya yang terlihat seperti serangga, ia pun lalu menatap Erlang, dengan wajah sedih ia menyerahkan anaknya. Erlang mengambil sang anak dan berlari, dirinya pergi menjauhi kedua pasangan hingga mereka tidak terlihat lagi.
Mereka berdua lalu melihat kearahmu, mungkin mereka tau keberadaanmu mungkin saja tidak, tetapi mereka memandangmu dan mengatakan
"Terima kasih"