Serangan III

Waktu terus berlalu tanpa berhenti. Di atas sana, rembulan sudah mulai condong ke sebelah barat. Kentongan kedua baru saja terdengar di kejauhan sana. Di atas sana, gumpalan awan kelabu perlahan bergerak menutupi sinar sang rembulan. Bintang-bintang yang tadi banyak bertaburan, sekarang sudah mulai jarang.

Angin berhembus dengan lirih. Menebarkan hawa dingin yang menusuk tulang belulang. Lolongan suara anjing dan serigala menggema di kedalaman hutan.

Diluar rumah Zhang Yixing si Pendekar Pedang Tanpa Tanding, pertempuran semakin berjalan dengan sengit. Puluhan murid yang tersisa saat ini masih bertarung dengan mengerahkan seluruh kemampuannya.

Orang-orang asing yang hadir semakin lama malah makin banyak. Mereka seperti mati satu tumbuh seribu. Sekarang yang datang malah orang-orang bercadar hitam. Hal tersebut menjadi kerugian tersendiri bagi pihak Partai Pedang Kebeneran.

Sebab dengan demikian, mereka tidak bisa mengetahui siapakah sebenarnya para penyerang yang datang itu.

Namun terlepas apapun itu, puluhan murid tersebut tidak memperdulikan apa-apa lagi. Yang mereka lakukan sekarang hanyalah ingin membunuh para penyerang yang berani mengacaukan Partai Pedang Kebenaran.

Kelebatan sinar pedang bagaikan cahaya matahari yang terang benderang. Di sisi lain juga mirip dengan sambaran kilat di tengah malam.

Para murid yang tersisa itu merupakan murid-murid senior. Ilmu yang mereka miliki sudah lumayan tinggi. Kalau diibaratkan, mungkin mereka termasuk ke dalam jajaran pendekar kelas satu.

Meskipun kemampuannya belum setinggi tokoh-tokoh kelas atas, namun setidaknya mereka masih mampu untuk diandalkan. Jurus-jurus pedang khas Partai Pedang Kebenaran sudah dikeluarkan.

Partai itu terkenal dengan jurus pedangnya yang cepat dan mematikan. Hal itu merupakan kelebihan tersendiri. Selama ini, partai tersebut dikenal oleh banyak orang karena keunggulan ilmu pedangnya. Semua orang persilatan mengakui akan kabar tersebut. Tidak ada seorang pun yang berani meragukannya.

Namun sayangnya, apa yang terjadi sekarang merupakan pemandangan yang terjadi pertama kalinya. Walaupun mereka sudah mengeluarkan seluruh tenaga, meskipun para murid sudah mengerahkan jurus-jurus simpanannya, namun perjuangan mereka tetap sia-sia saja.

Para penyerang bercadar merah itu sepertinya bukan orang-orang sembarangan. Setidaknya mereka mempunyai kemampuan yang sama atau bahkan lebih tinggi sedikit dari para murid Partai Pedang Kebenaran.

Semakin lama mereka bertarung, semakin banyak pula korban yang berjatuhan. Jerit kematian mulai terdengar kembali. Para murid Partai Pedang Kebenaran satu per satu terbunuh di tangan masing-masing musuhnya.

Luka-luka yang mereka terima juga bermacam-macam. Ada yang terluka di bagian dada, di bagian leher, perut, bahkan punggung.

Darah segar telah mengalir seperti air di tengah sungai. Bau anyir tercium ke mana-mana.

Pemandangan di Partai Pedang Kebenaran saat ini sungguh mengerikan. Kalau ada orang awam yang melihatnya, niscaya mereka akan langsung muntah-muntah karena tidak tahan dengan apa yang terbentang di halaman tersebut.

Apa yang terjadi pada saat ini sebenarnya diluar dugaan semua orang. Pendekar Pedang Tanpa Tanding sendiri tidak pernah menyangka bahwa kejadian ini bakal menimpa partainya.

Mimpi pun dia tidak pernah bahwa partainya akan mengalami musibah yang demikian mengenaskan. Lebih parahnya lagi, kejadian tragis tersebut justru terjadi di hari istimewa yang harusnya dirayakan oleh kebahagiaan.

Kalau kau berada di posisi Pendekar Pedang Tanpa Tanding, kira-kira bagaimana perasaanmu?

Jika jawabannya sangat sakit, maka itu juga yang dirasakan oleh orang tua bernama Zhang Yixing tersebut.

Sementara itu, di dalam ruangan di mana yang seharusnya menjadi pesta meriah, para tamu undangan yang merupakan tokoh-tokoh kosen dunia persilatan juga sedang bertarung melawan musuhnya masing-masing.

Pertarungan di dalam ruangan itu justru lebih seru dan lebih menegangkan lagi. Sebab setiap orang yang ada di sana merupakan tokoh terkenal. Setiap jurus dan serangan yang mereka berikan, semuanya mampu mencabut nyawa manusia hanya dalam waktu singkat.

Hawa pembunuh dan hawa kematian terasa begitu menyesakkan dada. Saking sesaknya, sampai-sampai orang kesulitan untuk bernafas.

Kelebatan senjata pusaka telah memenuhi seluruh ruangan. Bentakan dan raungan keras para tokoh sungai telaga (dunia persilatan) terdengar dari setiap penjuru mata angin.

Pertarungan itu tidak pernah berhenti. Seiring berjalannya waktu justru malah semakin seru.

Di posisi lain, setelah tadi berhasil membunuh musuhnya yang mempunyai julukan Tombak Kembar Dari Utara, Pendekar Pedang Tanpa Tanding sebenarnya ingin membantu rekan-rekannya yang lain.

Namun sayang sekali, niat Ketua Partai Pedang Kebenaran itu tidak bisa terlaksana. Sebab sebelum dirinya melangkahkan kaki, tiba-tiba dua sosok manusia datang dengan gerakan cepat dari sisi kanan dan sisi kiri.

Belum lagi mereka berada dalam posisi siap, dua bayangan lainnya tiba-tiba muncul juga dari arah depan dan belakangnya.

Kemunculan mereka beempat sangat tiba-tiba sekali. Gerakannya juga demikian cepat. Orang awam mungkin akan mengira kalau mereka itu adalah setan.

Sayangnya, mereka bukanlah setan. Keempatnya jelas merupakan manusia. Manusia yang lain dari manusia lainnya.

Keempat orang tersebut memakai cadar berwarna hitam. Pakaiannya juga serba hitam. Sekilas pandang, orang-orang itu terlihat sangat mirip dengan ninja yang terdapat di negeri Jepun (Jepang).

"Siapa kalian?" tanya Zhang Yixing si Pendekar Pedang Tanpa Tanding.

Sorot mata orang tua itu teramat tajam. Mungkin jauh lebih tajam daripada sembilu.

"Kau tidak perlu tahu siapa kami," jawab orang yang berada di sisi sebelah kiri.

"Hemm, apakah kalian manusia pengecut yang tidak berani menampilkan muka dan memberitahukan nama?" ejeknya sambil menarik muka.

"Terserah kau sebut kami apa. Yang jelas untuk saat ini, kau bersama semua orang yang ada di sini harus mampus,"

Pendekar Pedang Tanpa Tanding menarik muka. Seumur hidupnya, dia paling tidak suka dengan orang yang menyombongkan diri. Contohnya saja seperti manusia bercadar hitam barusan.

"Hemm, kalian pikir kami ini semut kecil yang bisa ditindas dengan mudah? Atau kalian menganggap bahwa kami adalah orang mati?"

"Mungkin keduanya benar. Kalian memang seperti semut, juga seperti orang mati," balas orang bercadar hitam itu dengan nada dingin.

"Hehehe, tajam sekali mulutmu. Sepertinya kau ingin dirobek oleh pedangku ini," kata Zhang Yixing sambil mengelus pedang pusaka andalannya.

"Kau yakin bisa melakukannya?"

"Kalau tidak percaya, kenapa kau tidak segera mencobanya?"

"Bagus, bagus sekali. Kalau begitu aku akan mencobanya sekarang juga." bentak orang bercadar hitam tersebut.

Tanpa banyak bicara lagi, orang tersebut langsung menjejakkan kakinya ke lantai. Berikutnya tubuh orang itu langsung menerjang ke arah Pendekar Pedang Tanpa Tanding. Serangan berupa pukulan dilayangkan sebanyak enam kali secara beruntun. Disusul kemudian dengan empat tendangan yang juga datang secara susul menyusul.

Semua serangan itu sangat berbahaya. Selain karena mengandung tenaga dalam tinggi, serangan tersebut juga mengincar berbagai titik penting di tubuh Zhang Yixing.

Orang tua itu tersentak kaget. Dia tidak menyangka kalau orang bercadar tersebut ternyata mempunyai gerakan yang sangat cepat. Dalam keadaan terkejut itu, Zhang Yixing langsung bergerak tidak kalah cepatnya.