Latih Tanding I

Pagi telah tiba. Mentari pagi mencorong menyinari muka bumi. Suara burung-burung terdengar sangat merdu. Hembusa angin pagi menerbangkan bau harum dari bunga-bunga yang terdapat di hutan itu.

Tetes embun masih tersisa di ujung daun. Udara pun masih terasa dingin.

Tapi di sana, Zhang Yi sudah mulai berlatih. Pek I Hiap telah membangunkannya ketika hari masih gelap. Sebelum berlatih, mereka melangsungkan sarapan terlebih dahulu.

Begitu selesai, barulah Pendekar Baju Putih mulai mengajari anak dari Pendekar Pedang Tanpa Tanding itu.

Terkait mengajari Zhang Yi, Pendekar Baju Putih tidak perlu harus memulainya dari awal. Sebenarnya bocah itu sudah mempunyai sedikit kemampuan. Apalagi ayahnya seorang pendekar yang namanya bahkan sudah menggetarkan rimba hijau.

Tokoh sakti dunia persilatan itu hanya perlu memberikan pelajaran lanjutan. Seperti misalnya menambal kekurangan yang terdapat dalam diri bocah tersebut. Menyempurnakan ilmu-ilmu yang memang belum sempurna, dan lain sebagainya.

###

Tanpa terasa, lima tahun sudah berlalu kembali. Selama lima tahun itu, Pendekar Baju Putih terus mendidik Zhang Yi dengan keras.

Ternyata penilaiannya tentang pemuda itu tidak salah. Zhang Yi memang seorang anak yang punya semangat tinggi. Dia pun termasuk ke dalam pribadi yang tegar.

Selama berada di bawah pengajarannya, belum pernah satu kali pun Zhang Yi terdengar mengeluh. Dan terkait ucapannya ketika dirinya meminta ingin menjadi murid, ternyata benar-benar dia buktikan.

Setiap perkataan Pendekar Baju Putih selalu dia taati. Setiap perintah yang keluar dari mulutnya, pasti akan dilaksanakan dengan segera.

Pernah suatu ketika, waktu itu sedang hujan badai. Gemuruh suara guntur menggelegar seakan membelah angkasa. Air seperti ditumpahkan dari langit.

Saat itu Zhang Yi sedang tertidur sangat pulas. Apalagi, siangnya dia benar-benar kelelahan karena telah berlatih seharian penuh.

Satu ide tiba-tiba terlintas dalam benak Pendekar Baju Putih, dia ingin melihat apakah Zhang Yi akan menuruti perintahnya atau tidak.

"Anak Yi, bangunlah!" suaranya tegas dan berwibawa.

Meskipun sedang tidur sangat pulas, namun nyatanya Zhang Yi mampu mendengar seruan tersebut. Seketika dia langsung bangun dan seger menghadap kepadanya.

"Teecu sudah bangun. Apakah suhu mempunyai perintah?" tanyanya dengan hormat.

Meskipun dirinya sangat lelah dan begitu mengantuk, tapu sedikit pun Zhang Yi tidak memperlihatkan raut wajah kekesalan.

Padahal hampir rata-rata, seseorang yang sedang tidur pulan dan mengantuk berat, jika dibangunkan sekaligus, biasanya wajah orang itu akan terlihat kesal.

Semua orang pasti pernah berlaku demikian. Mungkin termasuk juga dirimu.

Namun nyatanya hal itu tidak berlaku bagi pemuda bernama Zhang Yi.

Dia benar-benar terlihat seperti biasanya. Selalu bersikap sopan dan penuh hormat.

"Ya, aku mempunyai perintah untukmu. Apakah kau mau melakukannya untukku?" tanyanya.

"Teecu akan melakukan setiap perintah suhu dengan senang hati," jawabnya sungguh-sungguh.

Pemuda itu benar-benar memandang gurunya seperti memandang kedua orang tuanya. Meskipun pelajaran yang diberikan olehnya suka terkesan kelewat batas, tapi dalam hatinya, Zhang Yi sangat yakin bahwa semua itu demi kebaikan dia sendiri.

Oleh karena itulah, apapun yang akan diperintahkan Pendekar Baju Putih kepadanya, dia siap melakukannya. Jangankan memberikan perintah enteng, bahkan memberi perintah berat seperti halnya harus terjun ke lautan api, dia siap melakukannya tanpa sungkan.

Sementara itu, melihat muridnya sangat menghormati, tanpa diketahui oleh Zhang Yi, Pendekar Baju Putih menyunggingkan sebuah senyuman.

Senyuman kebahagiaan. Senyuman kebanggaan.

Memangnya, guru mana yang tidak ingin mempunyai murid seperti Zhang Yi?

"Bagus, kalau begitu tolong carikan aku ayam hutan dan kayu bakar. Hawa sangat dingin. Setidaknya kita butuh kehangatan," ucapnya dengan enteng.

Ketika hawa sedang dingin seperti sekarang, berada di sisi api unggun memang menjadi pilihan yang paling cocok. Selain karena bisa menghangatkan, setidaknya api unggun juga bisa memberikan ketenangan.

Pada saat mendengar perintah gurunya itu, Zhang Yi tidak langsung menjawab. Dia tetap terdiam di tempatnya semula. Dengan gaya posisi yang sama pula.

"Zhang Yi, apakah kau tidak mendengar perintahku?" tanya Pendekar Baju Putih setelah sampai beberapa saat, ternyata pemuda itu tidak menjalankan juga perintahnya.

"Teecu mendengar semua ucapan suhu,"

"Lantas kenapa sampai sekarang, kau belum juga bergerak?"

Pendekar Baju Putih memandangi Zhang Yi dengan tatapan mata tajam. Sebenarnya, dia sudah tahu semuanya. Cuma tokoh sakti itu ingin memberikan sedikit ujian kepadanya.

"Teecu, teecu …" pemuda itu tidak meneruskan ucapannya.

"Cepat laksanakan perintah!!!" ucap Pendekar Baju Putih sedikit membentak.

Mendengar bentakan tersebut, tanpa sadar nyali Zhang Yi ciut juga. Dia tahu, kalau gurunya sudah menunjukkan sikap dan ekspresi seperti itu, maka urusan nantinya tidak main-main lagi. Kalau tidak dilaksanakan dengan segera, bisa jadi dia bakal mendapat hukuman darinya.

"Baik, suhu. Teecu (murid) pergi sekarang juga,"

Suaranya tegas. Begitu selesai berkata, dirinya langsung bangkit berdiri, lalu melesat keluar untuk menembus hujan deras yang membasahi bumi itu.

Selepas perginya Zhang Yi, Pendekar Baju Putih tersenyum-senyum seorang diri. Dia puas dengan apa yang telah dilakukan oleh muridnya. Sekarang, dia benar-benar yakin bahwa Zhang Yi adalah orang yang tepat untuk menjadi penerusnya dalam menegakkan kebenaran.

Semenjak saat itu pula, Zhang Yi semakin menuruti kepada gurunya tersebut.

Kejadian itu sudah lewat cukup lama. Tapi sampai sekarang masih saja membekas dalam hati Zhang Yi Yi.

Tanpa sadar, matahari sudah semakin merangkak ke atas. Udara mulai panas. Sepanas hawa yang diciptakan oleh sinar matahari itu sendiri. Seluruh tubuh Zhang Yi telah dipenuhi oleh keringat. Peluh sebesar kacang kedelai mengucur deras membasahi wajahnya.

Saat ini pemuda itu sedang berlatih menggunakan pedang kayu buatan gurunya. Meskipun hanya berupa pedang kayu, tapi kalau sudah berada di tangannya, maka pedang tersebut akan sama tajam seperti senjata aslinya.

Gerakan pemuda itu terlihat begitu luwes. Langkah kakinya ringan. Seolah-olah dia tidak menapak ke tanah. Tubuhnya berkelebat ke sana kemari.

Walaupun berlatih seorang diri, tapi sebenarnya Zhang Yi sedang membayangkan bahwa dia sedang bertarung melawan musuh bebuyutannya.

Wushh!!! Wushh!!!

Cahaya kekuningan yang dihasilkan oleh pedang kayu itu cukup menyilaukan mata. Desingan angin yang diciptakannya juga mampu membuat gendang telinga terasa bergetar.

Setelah sekian lama berlatih pedang di bawah asuhan Pek I Hiap atau Pendekar Baju Putih, sekarang ilmu pedang Zhang Yi telah meningkat pesat.

Tokoh sakti dunia persilatan itu sudah menciptakan jurus baru. Yaitu dengan cara menggabungkan jurus yang diajarkan Pendekar Pedang Tanpa Tanding dan jurus pedang miliknya sendiri.

Karena Zhang Yi merupakan anak yang kecerdasannya di atas rata-rata, maka hanya dalam waktu singkat saja dia sudah menguasainya.

Semakin lama dia berlatih, semakin matang dan sempurna juga jurusnya.

Hal itu terbukti sekarang, hanya dalam waktu lima tahun, dia telah berhasil menguasai semua ajaran Pendekar Baju Putih.

Ya, lima tahun. Tidak kurang dan tidak lebih.