Diterima Menjadi Murid

Malam, malam telah tiba kembali. Rembulan dan bintang-bintang sudah menghiasi langit yang kelam. Suara lolongan serigala di kedalaman hutan, menambah angkernya suasana di sana.

Pendekar Baju Putih sudah kembali ke goa di mana tempat Zhang Yi berada. Sekarang mereka berdua sedang duduk di hadapan api unggun. Kedua orang tersebut duduk sambil menunggu ayam hutan bakarnya matang.

Ketika tadi kembali ke goa, Pendekar Baju Putih mendapati Zhang Yi sedang duduk bersila. Sepertinya bocah itu sedang memulihkan luka-luka di dalam tubuhnya.

Sekarang Zhang Yi sudah merasa jauh lebih baik. Luka yang sebelumnya dia derita sudah banyak berkurang. Dalam waktu dekat, dirinya yakin luka itu akan sembuh dan kembali seperti sedia kala.

Sejauh ini, Zhang Yi jarang bicara. Entah karena dia tidak mengenal Pek I Hiap (Pendekar Baju Putih), sehingga dirinya malas bicara. Atau mungkin juga karena dia masih merasa bersedih dengan peristiwa yang menimpa hidupnya.

Tiada yang mengetahui akan hal tersebut.

Yang jelas, peristiwa berdarah itu masih tergambar jelas dalam bayangannya. Dia masih ingat jerit kesakitan orang-orang, dia pun masih ingat pula suara rintihan tangis ibunya.

Mengingat semua itu, hati Zhang Yi semakin sakit. Dia merasa, hatinya seperti disayat-sayat oleh ribuan pisau.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Pendekar Baju Putih kepada Zhang Yi.

"Ah, tidak, tidak. Aku tidak memikirkan apa-apa, locianpwe (panggilan untuk orang yang lebih tua)" jawab bocah itu sambil menggelengkan kepala.

"Kau tidak perlu berbohong, Zhang Yi. Aku bisa mengetahui mana orang yang berbohong dan mana yang tidak," ucap Pendekar Baju Putih sambil tersenyum.

Setelah berhenti beberapa saat, kembali dia melanjutkan, "Bukankah kau sedang memikirkan terkait peristiwa yang baru saja menimpa hidupmu?"

Zhang Yi langsung menundukkan kepalanya. Memang, dia sendiri tahu bahwa di hadapan orang tua ini, dirinya tidak bisa berbohong.

Bocah ingusan seperti dia, bagaimana mungkin bisa membohongi orang yang sudah kenyang akan pengalaman hidup seperti Pendekar Baju Putih?

"Aku … aku …" Zhang Yi tidak bisa menyelesaikan perkataannya.

Dia ingin berkata lebih jauh, tapi lidahnya terasa kelu. Mulutnya terasa sulit untuk dikendalikan. Malah tubuhnya sedikit bergetar.

"Sudahlah, semuanya sudah terjadi. Tidak ada lagi yang perlu kau sesali. Jika Thian (langit) menghendaki sesuatu, adakah manusia yang mampu menolak atau menghindari kehendaknya? Jika kau terus bersedih dan terlalu larut dalam kesedihan, maka hal itu sama saja dengan menyiksa diri sendiri. Lebih baik doakan orang-orang yang kau sayangi itu dan buktikan kepada mereka bahwa kau mampu membalaskan dendam berdarah ini," ujar Pendekar Baju Putih kepada Zhang Yi.

Zhang Yi tidak bicara. Dia masih terdiam sambil tetap menundukkan kepalanya. Saat ini, perasaannya sedang berkecamuk. Sehingga dia bingung mau berkata apa.

"Bangkitlah dari kesedihanmu, Anak Yi. Buktikan kepada dunia bahwa kau bisa bangkit. Tunjukkan kepada manusia-manusia laknat itu bahwa kau mampu membalaskan perlakuan mereka," ujar tokoh sakti dunia persilatan itu setelah dirinya menghela nafas panjang.

Zhang Yi tiba-tiba mengangkat kepala lalu memandang ke arah Pendekar Baju Putih.Walaupun mulutnya tidak bicara, tapi tatapan matanya seolah sudah bicara.

Seakan-akan tatapan mata itu bertanya, "Benarkah? Bagaimana caranya kalau aku ingin membalas dendam berdarah ini?"

Pendekar Baju Putih dapat melihat tekad kuat dalam diri anak itu. Sebagai tokoh sakti kang-ouw (dunia persilatan), dia tentu bisa melihat pula sisi lain dari Zhang Yi.

Menurutnya, bocah itu mempunyai semangat yang tinggi. Dia pun sangat cerdas dan sangat berbakat dalam berlatih ilmu silat.

Pendekar Baju Putih mampu melihat potensi-potensi dalam diri Zhang Yi dengan sangat jelas.

Atas dasar tersebut, setelah termenung sejenak, maka dia segera berkata, "Kau bisa membalaskan semua dendam ini dengan cara berlatih silat. Latih dirimu dengan keras dan penuh ketekunan. Aku yakin, kalau kau mau melakukannya, maka dalam waktu singkat, kau bisa menjadi pendekar ternama,"

Ucapan itu penuh dengan nada keyakinan. Lagi pula, ekspresi wajah Pendekar Baju Putih ketika mengatakan hal tersebut tampak begitu serius.

Sehingga mau tidak mau, Zhang Yi pun dibuat percaya karenanya.

"Be-benarkah? Apakah locianpwee tidak berbohong?" tanyanya dengan tatapan mata berbinar-binar.

"Aku bukan pembohong. Semua yang aku ungkapkan ini serius,"

"Tapi … tapi kepada siapa aku harus belajar silat?" tanyanya sedikit bingung.

"Kenapa harus susah payah mencari orang lain? Aku sendiri mau mengajarimu,"

"Sungguh? Locianpwee, kau sungguh-sungguh, bukan?"

Suara Zhang Yi terdengar lantang. Hal ini membuktikan bahwa sekarang dirinya sudah kembali bersemangat seperti sebelumnya.

"Aku sungguh-sungguh, Anak Yi," kata Pendekar Baju Putih sambil tersenyum hangat.

Zhang Yi bertambah gembira. Entah kenapa, dirinya merasa begitu yakin kepada orang tua di hadapannya ini.

Dia tahu bahwa orang tua itu adalah penyelamat hidupnya. Dia pun mengerti bahwa dirinya pastilah seorang tokoh sakti.

Tapi di sisi lain, bukankah percaya terhadap orang yang baru dikenal itu, terasa sangat sulit sekali?

Namun entah kenapa, Zhang Yi merasa yakin terhadap semua ucapan orang tua itu. Dia sendiri tidak ada punya alasan kuat untuk hal tersebut.

Tapi bukankah keyakinan saja sudah lebih daripada cukup?

Zhang Yi bersujud di hadapan Pendekar Baju Putih. Kemudian dia berkata, "Suhu, terimalah aku menjadi muridmu. Aku berjanji akan menuruti semua perintahmu. Aku pun berjanji, selama hidupku, akan berbakti kepadamu," katanya dengan sungguh-sungguh.

Melihat apa yang dilakukan oleh anak muda tersebut, Pendekar Baju Putih merasa terharu. Dia kemudian memegangi pundak Zhang Yi lalu membangunkannya.

"Kau tidak perlu berlebihan seperti ini. Aku akan menerimamu menjadi muridku," tukasnya sambil tersenyum hangat.

Zhang Yi tampak semakin girang. Dia kembali bersujud tiga kali sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukurnya.

Setelah beberapa saat kemudian, kedua orang tersebut kembali duduk. Sekarang mereka sedang menyantap ayam bakar hutan tadi. Begitu selesai bersantap, Pendekar Baju Putih kembali berbicara.

"Anak Yi, benarkah kau ingin berguru kepadaku? Apakah kau yakin dengan keputusanmu itu? Jika kau tidak yakin, katakanlah sebelum terlambat," ucapnya.

"Teecu sangat yakin, suhu. Tidak ada setitik keraguan pun dalam hati teecu," jawabnya dengan tegas dan penuh keyakinan.

"Hemm, bagus. Apakah kau siap jika aku melatihmu dengan keras?"

"Teecu, siap. Apapun yang suhu berikan, teecu akan menerimanya dengan senang hati. Apapun yang suhu perintahkan, teecu akan berusaha sekuat tenaga,"

"Baik. Tiga hari kemudian kau akan mulai berlatih. Sebelum waktunya tiba, perbanyaklah istirahat. Lukamu belum sembuh total. Dan aku tidak mau melatihmu jika sedang terluka seperti itu,"

"Teecu terima perintah," jawab Zhang Yi.

Malam semakin larut. Ketika kentongan pertama terdengar, Zhang Yi memutuskan untuk tidur lebih dulu. Dia harus mendengar perintah gurunya. Dia harus menaatinya.

Oleh karena itulah, selama tiga hari ke depan, dia akan memperbanyak istirahat agar kondisi tubuhnya kembali seperti sedia kala.