Kantor Cabang Perkumpulan Macan Kumbang

"Pergi dari hadapanku. Aku sudah tidak ingin melihat wajahmu lagi!" kata Zhang Yi memberikan perintah kepada lawannya.

Si Golok Delapan Tangan tidak bicara. Dia tetap diam lalu memejamkan matanya. Sesaat kemudian, orang itu bangkit berdiri kembali.

Di posisi lain, Zhang Yi pun tidak melakukan gerakan. Sebaliknya, pemuda tampan tersebut terus memperhatikan setiap gerak-gerik si Golok Delapan Tangan.

Dia sedang menebak-nebak, apakah orang itu akan pergi, atau malah sebaliknya?

Si Golok Delapan Tangan tiba-tiba membungkuk. Seolah-olah dia akan jatuh tersungkur karena kedua kakinya sudah tidak kuat menahan berat badannya.

Wushh!!! Wutt!!! Wutt!!!

Pada saat demikian, tiba-tiba saja puluhan sinar hitam meluncur. Meluncur sangat deras ke arah Pendekar Naga Putih.

Zhang Yi sedikit terkejut. Untungnya pemuda itu sudah menduga kalau hal seperti ini akan terjadi.

Trangg!!!

Tongkat yang dia genggam dengan erat itu tiba-tiba diputarkan dan menciptakan selapis cahaya yang melindungi seluruh tubuhnya. Puluhan titik hitam yang merupakan senjata rahasia tadi langsung rontok begitu bertemu dengan tongkatnya.

Berbarengan dengan kejadian itu, tiba-tiba si Golok Delapan Tangan kembali melayangkan sebuah serangan.

Wutt!!!

Tusukan golok datang sangat cepat. Cepat bagaikan sambaran kilat. Secepat apapun gerakan Pendekar Naga Putih, rasanya untuk menghindari serangan itu masih belum cukup. Bahkan mungkin tidak ada kesempatan menghindar walau sedikit pun.

Untunglah Zhang Yi merupakan pengecualian. Tepat ketika golok lawan berjarak satu jengkal darinya, tiba-tiba muncul cahaya terang. Cahaya itu lebih terang daripada sinar bulan purnama. Lebih terang daripada pancaran bintang di tengah malam.

Trangg!!!

Hanya terdengar suara dentingan nyaring. Suaranya perlahan. Seolah-olah ada dua benda keras yang berbenturan secara pelan-pelan. Sesaat kemudian, semuanya langsung sirna.

Tusukan si Golok Delapan Tangan gagal menemui sasaran. Jurusnya lenyap. Tenaganya terbuang sia-sia.

Saat ini orang itu masih berdiri di tempatnya semula. Goloknya masih tergenggam pula di tangan kanannya. Dia diam tidak bergerak. Seolah-olah dirinya adalah sebuah patung.

Tapi sekejal kemudian, goloknya jatuh. Dari tenggorokan si Golok Delapan Tangan, perlahan muncul setitik luka. Perlahan-lahan luka itu semakin melebar hingga membentuk pipih. Lalu kemudian keluar lah darah segar cukup banyak.

Si Golok Delapan Tangan seketika ambruk. Hampir bersamaan dengan jatuhnya golok pusaka yang tadi dia genggam.

Dia tewas karena sebuah tusukan.

Tapi tusukan apa? Apakah tusukan tongkat?

Tentu saja bukan. Dia bukan mati karena tusukan tongkat Zhang Yi.

Melainkan mati karena tusukan pedang yang tersarung di dalam tongkat itu sendiri.

Kalau bukan Pedang Dewa Naga, apa lagi?

Zhang Yi hanya bisa menghela nafas panjang ketika dirinya melihat si Golok Delapan Tangan sudah terkapar di hadapannya.

Dia baru saja terjun ke dalam dunia persilatan, tapi dirinya sudah membunuh orang.

Apakah ini merupakan pengalaman baik, atau pengalaman buruk?

Untuk sesaat lamanya, pemuda itu bingung harus melakukan apa.

Hatinya bertanya-tanya, apakah dia harus mengubur mayat tersebut? Ataukah membiarkannya begitu saja?

Setelah dipikir-pikir, pemuda itu lebih memilih untuk membiarkannya. Toh di sana masih ada dua puluhan anggota yang tadi datang bersama si Golok Delapan Tangan.

Meskipun mereka terluka, tapi rasanya luka itu tidak akan membuat mereka mati.

Lewat beberapa saat kemudian, Zhang Yi pun melangkahkan kakinya dari sana. Langkah pemuda itu terlihat perlahan, tapi dalam sekejap mata, bayangan tubuhnya malah sudah menghilang dari pandangan.

###

Malam ini rembulan hanya terlihat separuhnya saja. Bintang-bintang pun tampak tidak terlalu banyak. Langit sedikit mendung. Semilir angin membawa rasa dingin yang menusuk tulang.

Bangunan itu cukup besar. Di tengah Kota Man Ting, bangunan tersebut tampak lebih menonjol daripada bangunan di sekitarnya.

Bukan karena bentuk bangunannya, bukan pula karena warna catnya. Alasan bangunan tersebut lebih menonjol daripada bangunan lainnya adalah karena di depannya ada sebuah patung macan kumbang.

Patung tersebut terletak di tengah-tengah halamannya.

Itulah ciri khas dari kantor cabang Perkumpulan Macan Kumbang yang terletak di Kota Man Ting ini.

Saat ini, di markas tersebut sedang banyak orang. Di depan gerbang ada lima orang penjaga. Di halaman markas juga terdapat beberapa orang penjaga. Bahkan di setiap sudut pun tidak terkecuali.

Perkumpulan Macan Kumbang cabang Kota Man Ting sekarang ini sedang berduka. Seperti yang diketahui, ketua cabang yang berjuluk si Golok Delapan Tangan telah tewas di tangan seseorang.

Tragedi pembunuhan dalam dunia persilatan memang sudah tidak asing lagi. Setiap hari, setiap jam, bahkan setiap saat, pasti selalu saja ada orang tewas akibat pertarungan yang mereka langsungkan.

Begitu pula dalam Perkumpulan Macan Kumbang.

Kematian ketua cabang mereka, sebenarnya terhitung biasa. Yang tidak biasa justru adalah pelaku pembunuhnya.

Di mana menurut informasi yang didapatkan, pelakunya merupakan seorang pemuda. Bahkan dia pun masih sangat hijau dalam dunia persilatan.

Sungguh, informasi itu terlalu mencengangkan. Siapa pun pasti tidak akan ada yang mempercayai kebenarannya.

Termasuk pula wakil ketua cabangnya yang berjuluk si Tangan Hitam. Kalau saja yang memberitahu informasi itu bukan anggota perkumpulannya, niscaya dia tidak akan percaya.

Sayang sekali, yang memberitahu informasi itu justru anggotanya sendiri. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, dia harus tetap mempercayainya.

Di sebuah ruangan besar yang terdapat di markas cabang tersebut, di sana sudah duduk tiga orang laki-laki berusia empat sampai lima puluh tahun. Mereka bertiga mengenakan pakaian yang berbeda. Tapi mempunyai raut wajah yang sama.

Ketiganya sama-sama marah.

"Wakil Ketua Yan, apakah benar bahwa Ketua Cabang tewas di tangan seorang anak muda?" tanya orang yang duduk di sisi sebelah kanan.

Orang itu bernama Tie Koh. Dia merupakan salah satu algojo yang paling diandalkan oleh Perkumpulan Macan Kumbang cabang Kota Man Ting.

Tie Koh jarang ada di dalam markas. Dia sering menjalankan tugas-tugas di lapangan. Oleh karena itulah, mengenai kematian ketua cabangnya, orang itu sedikit terlambat mengetahui. Bahkan dia sendiri belum tahu betul kejadian yang sebenarnya.

"Benar. Yang kau katakan itu tidak salah," jawab si Tangan Hitam yang mempunyai nama asli Yan Si.

"Tapi, bagaimana mungkin Ketua Cabang bisa tewas di tangan seorang pemuda ingusan? Bukankah kemampuannya sudah sangat tinggi sekali?" tanya orang yang berada di sebelah kiri.

Dia sendiri bernama Hu Meng Yi. Julukannya adalah si Kait Baja. Sama seperti Tie Koh, dia pun seorang algojo yang paling diandalkan.

Ketika Hu Meng Yi mendapat kabar bahwa ketua cabangnya terbunuh di tangan seorang pemuda, dia sama sekali tidak mempercayainya. Bahkan Meng Yi menganggap kalau kabar itu hanya lelucon belaka.

Siapa sangka, ternyata kabar tersebut benar-benar serius.

"Seorang anak kecil saja bisa membunuh orang dewasa. Lalu kenapa pemuda itu tidak bisa membunuh Ketua Cabang?" jawab si Tangan Hitam.

Wajahnya tetap datar. Bahkan terkesan tanpa ekspresi. Terkait berita ini pun, orang tersebut tampak tidak merasa kesal. Wajahnya tidak berubah walau sedikit pun.

Padahal siapa sangka, sekarang perasaannya justru sedang bergemuruh. Bergemuruh karena saking marahnya.