Pedang Bunga Mawar

Si pemuda angkuh itu menatap Mei Lan dengan lekat. Tatapan matanya seolah-olah dia ingin menelan gadis tersebut bulat-bulat.

"Siapa namamu?" tanyanya dingin.

"Jiang Mei Lan,"

"Aku baru mendengar nama seperti itu,"

"Aku bukan orang terkenal. Jadi tidak heran kalau kau baru mendengarnya,"

"Pantas saja," katanya sambil menarik muka.

Mei Lan melototkan matanya. Dia ingin bicara, tapi tidak jadi.

Setelah sesaat terdiam, barulah dia berkata, "Sekarang, pergilah dari sini. Aku sudah muak melihat wajahmu,"

"Hei gadis jalang! Jaga ucapanmu!" seorang pria yang diduga anak buahnya tiba-tiba membentak Mei Lan sambil menunjuk wajahnya.

"Aku tidak bicara denganmu," kata Mei Lan dengan tegas.

"Aku tahu. Tapi kau tetap tidak boleh bicara sembarangan di hadapan Tuan Muda kami," jawabnya tidak mau kalah.

"Oh, jadi dia ini kalian sebut Tuan Muda? Hemm, pantas saja sombong sekali. Sekali lagi, segeralah pergi dan tinggalkan tempat ini," bentak gadis tersebut.

"Kalau kami tidak mau?"

"Maka aku akan menggunakan cara paksa,"

"Hemm, gadis sepertimu, memangnya apa yang bisa kau lakukan?" ejek orang tersebut.

"Aku bisa melakukan apapun yang kalian inginkan,"

Si Tuan Muda tiba-tiba tertawa. Suara tawanya bahkan terdengar lantang. Setelah puas tertawa, dia kemudian memandang Mei Lan.

Tatapan matanya lebih tajam. Tajam dan mencerminkan kekejaman.

"Ternyata kau cantik juga," katanya tiba-tiba.

Sambil berkata demikian, tangan kanannya mencoba meraih tangan Mei Lan. Namun dengan sigap gadis itu menepisnya.

"Kurang ajar! Jaga sopan santunmu," teriaknya.

"Hahaha … kalau aku tidak mau menjaganya, kenapa? Ayolah, aku hanya ingin memegang tanganmu saja,"

"Keparat! Pergi sekarang juga atau …"

"Atau apa?"

"Atau aku akan menggunakan cara kekerasan,"

Bukannya takut, si Tuan Muda dan empat anak buahnya itu malah tertawa bersamaan. Tawa mereka terdengar menyeramkan. Seolah-olah yang sedang tertawa itu bukan kawanan manusia, melainkan kawanan iblis dari neraka.

Setela puas tertawa, tiba-tiba mata si Tuan Muda memberikan isyarat.

Empat anak buahnya langsung mengepung Mei Lan. Mereka lalu menerjang ke arahnya. Seakan-akan empat orang itu ingin melumatnya.

Wushh!!!

Tangan Mei Lan bergerak secepat kilat. Pedang di yang dia gunakan untuk latihan tiba-tiba sudah keluar dari sarungnya. Dalam waktu yang sekejap itu, pedangnya sudah berkelebat.

Srett!!!

Jerit memilukan terdengar. Darah segar segera menyembur.

Empat orang anak buah si Tuan Muda melompat mundur ke belakang. Wajah mereka pucat pasi. Rasa sakit yang teramat sangat sudah menjalar ke seluruh tubuhnya.

Tangan mereka sudah terluka. Masing-masing mendapat satu luka goresan. Meskipun tidak sampai mengutungkan lengannya, tapi luka goresan itu sudah cukup untuk membuat tubuhnya berkeringat dingin.

Kejadian tersebut telah membuat kelima orang itu terkejut. Bahkan mata si Tuan Muda pun melotot seolah hendak keluar.

Meskipun empat orang itu hanya anak buahnya, namun kekuatan mereka tidak bisa dipandang rendah. Keempatnya adalah Pendekar Bintang tingkat tiga.

Bagaimana mungkin empat Pendekar Bintang tingkat tiga, mampu dilukai hanya dalam sekali serang?

Walaupun hal itu bisa terjadi, tapi si Tuan Muda melihat bahwa gadis di hadapannya itu adalah gadis biasa. Bukan gadis pendekar. Selain wajahnya yang cantik jelita, rasanya tidak ada sesuatu apapun lagi yang menarik darinya.

Jadi, kenapa dia bisa melukai empat orang anak buahnya?

Darah segar tadi sudah berhenti. Wajah empat orang pendekar Bintang itupun sudah kembali seperti semula. Tapi kejadian yang baru saja berlangsung itu, masih membayangi pikirannya.

Sejak tadi sampai kini, belum ada satu pun dari mereka yang berhasil mengetahui jawaban dari pertanyaan di atas.

"Hemm, jadi kau juga seorang pendekar? Pantas saja berani mengusirku," kata si Tuan Muda setelah dia berhasil menguasai dirinya kembali.

Mei Lan tidak mau bicara. Dia hanya memandang pemuda itu dengan tatapan mata setajam pisau.

"Aku jadi ingin tahu sampai di mana kemampuanmu. Mari kita bermain-main sebentar," lanjutnya.

Sebelum perkataan itu selesai seluruhnya, si Tuan Muda sudah menyerang Mei Lan. Dua pukulan keras dilayangkan mengarah ke wajahnya.

Gadis cantik itu melompat mundur ke belakang. Tapi baru saja kakinya menginjak tanah, serangan susulan si Tuan Muda sudah tiba kembali di depannya.

Kali ini, delapan pukulan dan dua tendangan dilancarkan. Kedua serangan itu bersifat keras dan memiliki kecepatan tinggi. Sehingga seakan-akan dia melakukannya secara serempak. Tidak terjeda oleh waktu walau hanya satu detik sekali pun.

Tapi lagi-lagi Mei Lan mampu menghindarinya dengan mudah saja. Hanya cukup berkelit ke samping kanan dan kiri, atau melompat mundur ke belakang, maka semua serangan itu telah gagal bersarang di tubuhnya.

Si Tuan Muda adalah orang yang sombong dan tinggi hati. Tentu saja dia tidak mau kalah. Apalagi kalah di tangan seorang perempuan. Di depan anak buahnya pula.

Bagaimana mungkin dia dapat membiarkan hal seperti ini terjadi?

Wushh!!!

Tiba-tiba sebatang tombak muncul dari udara yang hampa. Gagamg tombak itu berwarna merah darah. Sedangkan mata tombaknya berwarna hitam pekat.

Wutt!!!

Satu tebasan dari samping kanan segera dilayangkan dalam kecepatan tinggi.

Mei Lan tahu, tombak itu adalah senjata pusaka. Bahkan sepertinya mengandung racun pula.

Atas dugaan tersebut, maka gadis itu tidak mau bertindak gegabah. Dia menghindari tebasan dengan melompat. Sama seperti sebelumnya.

Tapi kejadian berikutnya berbeda. Si Tuan Muda nampaknya tidak mau tinggal diam. Tiba-tiba tombaknya berputar-putar seperti gasing. Cahaya hitam yang membawa hawa kematian menggulung bagaikan gumpalan awan.

Sedetik kemudian, satu cahaya merah melesat ke depan. Serangan berbahaya telah datang. Posisi Mei Lan terancam!

Wushh!!!

Gadis itu mengibaska tangannya. Satu gelombang tenaga dalam yang cukup besar tiba-tiba tercipta dan langsung menerjang ke depan.

Blarr!!!

Benturan terjadi. Kedua belah pihak terdorong mundur ke belakang.

"Tombak Menusuk Rembulan …"

Wutt!!!

Si Tuan Muda tiba-tiba berteriak dengan nyaring. Jurus tombaknya keluar lagi. Kali ini bahkan beberapa kali lebih dahsyat daripada sebelumnya.

Ratusan tusukan tombak datang bagaikan hujan deras. Mei Lan mencoba menangkis dengan pedangnya. Tapi naas, pedang itu malah patah menjadi dua bagian. Tubuhnya sendiri terlempar cukup jauh.

Dia baru berhenti setelah tubuhnya menabrak sebatang pohon sampai tumbang. Darah segar meleleh dari sudut bibir mungilnya.

Mei Lan langsung bangkit. Punggung tangan kanan mengusap darah segar itu.

"Hemm, bagus. Ternyata kau benar-benar mencari penyakit," katanya dengan nada sedingin es.

Matanya memandangi si Tuan Muda. Tanpa sadar, orang yang ddipandangnya itu malah mundur setengah langkah.

Seumur hidupnya, rasanya baru kali ini dia melihat tatapan mata seperti itu.

Sringg!!!

Mei Lan mengibaskan tangannya. Sebatang pedang tiba-tiba muncul dan sudah digenggam erat olehnya.

Pedang berwarna merah. Semerah bunga mawar.

Sringg!!!

Batang pedang itu memancarkan cahaya kemerahan pula. Bahkan cahaya langsung menyeruak ke segala penjuru.

Pedang Bunga Mawar!