Sepuluh Pendekar Bintang Tingkat Dua

"Tidak ada apa-apa. Kami memang sengaja datang kemari untuk mencari Nona," jawab salah seorang yang mengenakan pakaian jubah ungu tua.

Orang tersebut bertubuh pendek gemuk. Wajahnya cukup lucu. Kedua pipinya seperti membengkak. Tapi hidungnya malah kecil. Sehingga kalau dilihat sekilas, orang itu seakan tidak punya hidung.

Kalau dalam keadaan biasa, niscaya Mei Lan akan tertawa ketika melihatnya. Sayang sekali, sekarang keadaannya tidak biasa.

Kalau matanya tidak melihat golok besar yang tersoren di punggungnya, Mei Lan pasti tidak percaya bahwa orang pendek gemuk itu merupakan seorang pendekar.

"Mencariku? Kenapa kalian mencari diriku?" tanyanya setelah dia selesai memperhatikan.

"Kami hanya ingin bertanya,"

"Silahkan ajukan pertanyaan itu,"

"Benarkah pada saat siang tadi, Nona telah memukul Tuan Muda Wang beserta empat anak buahnya?"

Tuan Muda Wang?

Mei Lan tidak langsung menjawab pertanyaan tersebut. Dia mencoba mengingat-ingatnya sebentar. Setelah yakin bahwa pemuda angkuh yang tadi siang dipukuli olehnya disebut Tuan Muda Wang, barulah gadis cantik itu menjawabnya.

"Benar, memangnya kenapa?"

"Hemm, kalau begitu kami harus memberikan pelajaran kepada Nona,"

"Jadi, kedatangan kalian ini ingin membalaskan kekalahan pemuda angkuh itu?"

"Bisa dibilang demikian," jawab si pendek gemuk tersebut.

"Siapa yang menyuruh kalian datang kemari?"

"Tuan Besar Wang, Ayah dari pemuda yang dipukuli oleh Nona,"

Mei Lan mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali. Dia tahu, kedatangan sepuluh pendekar ini pasti mempunyai niat yang tidak baik. Hal itu sebenarnya sudah dia ketahui sejak awal. Cuma, Mei Lan ingin memastikannya saja. Lagi pula sedikit banyaknya, gadis cantik tersebut sudah mempunyai gambaran apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dalam hatinya, diam-diam gadis itu mengeluh. Pertarungan sepertinya tidak bisa dihindarkan lagi.

"Hahh …" Mei Lan menghela nafas panjang.

"Aku tidak mempunyai masalah dengan kalian. Lebih baik, sekarang kalian pergi saja," ujarnya masih berusaha untuk tetap tenang.

"Di antara kita memang tidak ada masalah. Tapi Nona, tugas tetaplah tugas. Apapun yang terjadi, kami harus melakukannya,"

Seorang pria tua bertubuh tinggi kurus tiba-tiba angkat bicara. Orang tersebut mempunyai wajah tirus. Matanya mencorong tajam. Walaupun sekilas tubuhnya seperti bambu, tapi Mei Lan yakin, kemampuan yang dimilikinya pasti tidak rendah.

"Hemm …" Mei Lan mendengus dingin.

'Sepertinya pertarungan benar-benar tak bisa terhindarkan.' hatinya menegas.

Namun di sisi lain, Mei Lan tidak mau bersikap gegabah. Menurut penilaiannya, sepuluh pria tersebut merupakan Pendekar Bintang tingkat ketiga.

Kalau jumlahnya lima atau enam orang, mungkin dia masih bisa mengalahkan mereka dengan mudah. Tapi lain cerita jika jumlahnya sepuluh orang. Meskipun Mei Lan masih mempunyai keyakinan untuk meraih kemenangan, namun tetap saja, untuk mencapai hal itu dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah.

Gabungan kekuatan sepuluh Pendekar Bintang tingkat dua bisa disetarakan dengan seorang Pendekar Surgawi tingkat satu. Meskipun tingkat pelatihan Mei Lan saat ini mencapai Pendekar Surgawi tingkat dua, tapi kembali lagi, pengalamannya masih sangat terbatas. Bahkan mungkin belum ada sama sekali.

Di sisi lain, jurus-jurus yang dia miliki pun belum dikuasai seluruhnya. Sebab masih ada beberapa jurus yang belum sempat dia latih, terutama sekali jurus yang tertera dalam kitab warisan khusus dari gurunya.

Dalam keadaan seperti sekarang ini, Mei Lan berharap kalau sepuluh orang itu pergi saja.

Sayangnya, hal tersebut tentu sangat mustahil.

Sehingga mau tak mau, Jiang Mei Lan harus menerima tantangan sepuluh pendekar itu.

"Baiklah," ucapnya sambul menganggukkan kepala. "Kalau kalian tetap bersikeras ingin bertarung denganku, maka aku akan melayaninya. Tapi ingat, aku tidak bertanggungjawab jika sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan,"

Sorot matanya tiba-tiba berubah tajam. Tajam seperti mata pedang. Sekujur tubuhnya langsung diselimuti oleh aura berwarna merah muda.

"Hahaha …" si pendek gemuk tiba-tiba tertawa nyaring ketika dia mendengar jawaban dari Mei Lan.

"Nona, sepertinya kau begitu yakin terhadap kemampuanmu," lanjutnya.

"Aku memang selalu yakin akan diriku sendiri,"

"Tapi kami sendiri tidak yakin," ejeknya.

"Meskipun kau tidak yakin, tapi aku tetap yakin. Bagiku, keyakinan diri sendiri jauh lebih penting daripada keyakinan orang lain,"

Memang benar. Meskipun orang lain tidak yakin terhadapmu, tetapi asalkan kau sendiri yakin terhadap dirimu, maka itu saja sudah lebih daripada cukup.

Dalam hal ini, adakah yang lebih penting daripada selain keyakinan terhadap kemampuan sendiri?

"Hemm, bagus, bagus sekali. Kalau begitu, aku ingin mencoba lebih dulu keyakinanmu itu," kata si pendek gemuk.

Begitu selesai dia berkata, satu kakinya segera menghentak ke tanah. Tubuhnya segera melompat dan mendarat ketika jaraknya dengan Mei Lan hanya terpaut lima langkah.

Diam-diam gadis itu memuji ilmu meringankan tubuh orang tersebut. Walaupun sekilas, tubuhnya seperti bola, tapi ternyata ilmu meringankan tubuhnya sudah terbilang tinggi.

"Bersiaplah, Nona manis. Aku akan menyerangmu sekarang juga," teriaknya dengan lantang.

Gema suaranya belum sirna. Tapi tubuhnya malah sudah tiba di depan mata. Golok besar yang tadi tersoren di punggungnya, sekarang telah memberikan ancaman telak kepada Jiang Mei Lan.

Wushh!!!

Sabetan golok mengarah ke bagian pinggang. Gerakan si pendek gemuk sangat cepat. Serangannya juga tepat sasaran. Sedikit saja terlambat bergerak, niscaya sabetan itu bakal mengenai pinggang Mei Lan.

Untunglah ilmu meringankan tubuh gadis itu sudah mencapai tingkat atas. Ditambah lagi dengan tingkat pelatihannya yang jauh lebih tinggi.

Oleh karena itulah, hanya sedikit menggerakkan tubuhnya, serangan lawan telah berhasil dia hindarkan.

Mengetahui serangan pertama gagal, si pendek gemuk tidak marah. Dia justru tersenyum dingin. Dan sebelum kakinya menjejak tanah, goloknya kembali melayangkan sebuah bacokan. Kali ini, sepasang kakinya juga ikut serta memberikan serangan.

Jiang Mei Lan mendengus dingin. Dia tidak mau membuang waktu lebih lama. Sepasang tangannya segera bergerak. Cahaya merah muda keluar ketika dirinya mengibaskan tangan.

Dorongan angin besar tercipta. Tubuh si pendek gemuk terdorong mundur ke belakang sejauh dua langkah. Tidak berhenti sampai di situ saja, gadis itu kembali melancarkan serangan lainnya.

Wushh!!!

Lima titik sinar kemerahan melesat ke arahnya. Kecepatan sinar itu sulit diikuti mata.

Trangg!!!

Benturan pertama terjadi. Percikan api membumbung tinggi. Sinar kemerahan yang ternyata adalah jarum rahasia itu, berhasil dipentalkan oleh lawannya hanya dengan gerakan sederhana.

Tapi Mei Lan tidak kesal. Tujuannya memang ingin mengalihkan perhatian lawan. Begitu hal itu terjadi, Pedang Bunga Mawar langsung dikeluarkan dari sarungnya.

Wushh!!! Sringg!!!

Cahaya merah menyeruak ke seluruh area. Hawa pedang langsung terasa sangat menekan. Dedaunan seketika rontok akibat kuatnya hawa pedang tersebut.

Wutt!!!

Mei Lan meluncur ke depan. Delapan tebasan dilayangkan dalam kecepatan tinggi. Serangannya sangat tiba-tiba. Ditambah lagi pada saat itu perhatian musuh sudah terpecahkan.

Hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi dirinya. Karena itulah, serangannya tidak gagal.