Felix tersenyum puas. Puas karena sedang melancarkan pembalasan akibat ketidaksukaannya pada Nabila. Karena faktor hipnotis, gadis yang ia nilai sombong ituI kini tengah terpana melihati sebuah bandul dengan mata batu akik yang terayun-ayun di depannya.
“Nabila,” Felix memanggil.
“Ya, om.”
“Kamu akan mengikuti, menerima dan meyakini apa yang om katakana. Kamu mengerti?”
“Nabila mengerti.”
“Nabila, kamu tahu tidak bahwa kamu adalah…. Pelacur.”
“Aku… pelacur.”
“Benar, Nabila. Kamu adalah pelacur. Ingat itu baik-baik. Pelacur.”
“Nabila…. Pelacur.”
“Betul. Ada darah pelacur dalam dirimu. Apapun yang ada di benakmu adalah persetubuhan. Bersenggama. Ngent*t. Ngewe. Apa yang ada di benakmu?”
“Ngent*t. Ngewe.”
“Betul. Dan karena itu kamu akan sering sekali terangsang melihat pria.”
“Terangsang… melihat… pria.”
“Kamu akan banyak melakukan hubungan sex, Nabila.”
“Banyak… melakukan…”
“Melakukan apa, Nabila?”
“Melakukan…. Hubungan…. Sex.”