SISI KELAM JASON

"Tatap mataku, Livia. Fokus." Ucapnya memerintah. Aku takut. Tapi aku harus tahu apa yang ingin ia tunjukkan.

Aku berusaha keras untuk fokus hanya pada matanya. Well, aku selalu bisa dengan mudah terkunci dengan kedua mata indah itu.

Hingga aku merasa kalau aku benar-benar tenggelam dalam lingkaran biru matanya yang membawaku pada sebuah tempat.

Aku berada di tengah-tengah hutan yang sangat luas. Tidak ada matahari, walaupun aku yakin ini belum malam. Langit disini mendung seperti akan turun hujan. Jalanan yang ku tapaki adalah rumput hijau. Di hadapanku ada sebuah kastil yang sangat besar, yang terbuat dari batu-batuan kokoh berwarna hitam.

Perlahan, langkahku berjalan menuju kastil tersebut, dimana aku mendengar suara-suara di dalamnya.

Semua orang yang berlalu lalang disini memakai jubah hitam yang membalut kemeja dan juga dasi hitam. Mereka semua tampaknya tak mengetahui keberadaanku.

Ada dimana aku ini? Aku merasa berada di ratusan abad yang lalu.

Seseorang berlari menabrakku hingga tudung dikepalanya terbuka.

"Maafkan aku, pangeran."

Pangeran? Dia memanggilku pangeran? Wanita ini kelihatan sangat ketakutan, dan aku dapat melihat ia menyembunyikan seorang bayi di dalam jubahnya.

"Pakai tudungmu kembali, ikuti aku."

Suara itu.. tidak mungkin. Aku berbalik dan aku melihat Jason berdiri di belakangku. Rambutnya lebih gondrong dan wajahnya jauh lebih pucat. Sangat pucat. Apakah ini benar-benar Jason? Tapi ia terlihat jauh lebih muda, 17 tahun? Atau 20 tahun? kedua bola matanya pun berwarna orange bukan biru.

Wanita itu kelihatan sangat takut saat harus mengikuti Jason. Aku mengikuti mereka berdua dengan hati-hati.

Melewati lorong-lorong kastil yang sangat sempit, tak ada penerangan sama sekali. Aku mulai takut.

Kemudian secercah cahaya muncul saat Jason membuka pintu di ujung lorong.

Wanita itu tersentak kaget. Aku bisa melihatnya dengan jelas di wajahnya.

"Kau tidak bisa membohongiku, halfblood!" Umpatnya pelan namun penuh penekanan.

Kemudian Jason menarik jubah wanita itu, memaksanya untuk melewati pintu itu.

Aku terkejut, bagaimana bisa Jason bersikap sangat kasar? Dan pintu apa itu?

Kemudian, ia buru-buru menutup pintu itu lagi.

"Lucas.."

Aku melihat seorang wanita muda yang sangat cantik berjalan menghampiri kami dengan sebuah obor. Ia memakai gaun hitam yang sangat anggun. Rambutnya berwarna hitam panjang bergelombang.

Wajahnya terlihat khawatir.

"Jika Lucifer adalah kekuatan yang mutlak di dunia, kenapa dia menciptakan semua hal menjijikan seperti ini? Apa kalian pikir ini terlihat perilaku yang terhormat?"

Pria yang mirip dengan Jason ini bernama Lucas. Oh, tidak, dia bahkan cerdas seperti Jason.

"Lucas, berhenti. Kau akan dapat masalah lagi."

"Aku akan hilangkan semua ini saat aku menjadi raja. Aku tak akan membiarkan bangsa vampir terus dalam kepercayaan konyol ini. Mereka harus membuka pikirannya!"

"Lucas! Dengar, ini semua adalah cara kita mempertahankan diri, mempertahankan martabat Fulcerrin. Dan lagi, apa kau ingin, vampir rendahan itu menghabisi kita?" Tukas wanita ini dengan nada tinggi. Ia terlihat sangat marah, namun aku bisa melihat kedua matanya berair.

Ia menarik lengan Lucas, namun Lucas menghempaskan tangan wanita itu, dan berjalan mendahului wanita ini. Mereka berjalan menaiki tangga kastil dimana di atap kastil ini sudah tersusun rapi meja panjang dengan 6 kursi.

Aku melihat seorang pria bertubuh berisi, tinggi, dan pucat, rambut yang dikepang berwarna pirang kecoklatan duduk di tengah, disebelahnya, wanita berambut hitam tadi duduk, kemudian disebelahnya lagi, tempat Lucas, disebelah kanan Lucas, terdapat seorang pria tampan dengan rambut pirang yang ku rasa usianya sama dengan Lucas.

Wanita berambut hitam tadi terlihat membetulkan lencana perak yang ada di dada Lucas ke posisi yang tepat.

Pria yang rambutnya di kepang berdiri dan melangkah maju. Aku bisa melihat ratusan orang berjubah hitam di bawah kastil. Mereka berbaris dengan teratur layaknya tentara militer.

"Kita berhasil mengumpulkan para makhluk pengkhianat berdarah kotor ini hanya dalam waktu 66 hari." Ucap si pria rambut kepang dengan lantang. Hal itu disambut tepuk tangan dan sorak sorai orang-orang di bawah.

Makhluk pengkhianat berdarah kotor? Apakah maksud mereka.. halfblood?

"Dengan ini, aku persembahkan untuk sang raja kegelapan, Lucifer! Kita akan memulai upacara persembahan ini dengan suka cita!" Lanjutnya dengan kepuasan batiniah yang sulit kujelaskan. Mereka tertawa, bersorak. Dan aku mulai melihat puluhan orang-orang yang memakai kain terusan berwarna putih berjalan menunduk dengan lutut mereka diatas rumput.

Mereka semua mengikuti komando satu pria bertubuh besar dengan jubah hitam.

Ini seperti ada di dalam mimpiku! Oh tidak. Mereka menenggelamkan diri mereka sendiri ke dalam danau.

Aku tak bisa menahan diriku sendiri.

Aku melepas genggaman tangan Jason dan kembali pada dunia nyata. Apa yang aku lihat barusan benar-benar sangat mengganggu dan aku tak bisa membayangkan kalau semua pikiran yang ada di otakku ternyata benar.

"Lucas, adalah kau?" Tanyaku berusaha menguatkan diriku walaupun rasanya aku sangat hancur.

"Ya," Jawab Jason singkat dan pelan.

"Dan orang-orang berpakaian putih itu, vampir berdarah campuran?"

"Ya,"

"Kalian membunuh mereka untuk pengorbanan?"

"Itu adalah tradisi kepercayaan bangsa The Verdez" Jawab Jason menjelaskan. Aku benar-benar merasa sangat hancur.

"Livia, kau belum melihat semuanya,"

"Sudah cukup, Jason! Ini semua sudah cukup menjelaskan bagaimana bangsamu sebenarnya. Dan aku yakin mereka masih melakukannya sekarang." Sergahku dengan kesal. Aku memakai jaketku dan juga sepatuku.

"Livia, kau harus mendengar penjelasanku."

"Penjelasan apa? Kau ingin memintaku tetap disini, kemudian menjadikanku bagian dari upacara gila kalian? Jason, dengar, aku terlalu bodoh karena menaruh perasaanku padamu." Tukasku lagi, aku bisa melihat Jason diam tak berkedip menatapku. Aku tahu dia marah, atau kecewa. Tapi aku lebih marah saat ini.

"Dan kali ini, aku tidak akan menyerahkan diriku lagi padamu" Bisikku dengan tegas.

"Aku tidak memintamu menyerahkan dirimu dan juga perasaanmu Livia! Memang tidak seharusnya kau melakukan itu." Dia membentakku. Baru kali ini Jason membentakku dan perkataannya benar-benar membuatku merasa di tampar.

Aku berjalan keluar dari kamar ini. Berlari menuruni tangga dengan air mata yang tak bisa ku tahan lagi.

"Livia, kau pergi sekarang?"tanya Anna.

"Ya, aku minta maaf."ucapku tanpa menatap Anna. Aku tak ingin ia melihatku menangis. Aku berlari sampai aku mencapai bagian dari luar rumah ini. David sudah menungguku, tidak ada yang bisa mengantarku selain David saat ini. Ponselku pun hilang.

"Miss Alisca," Sapa David sambil menggeser payungnya menutupi kepalaku.

"Ya, David." Balasku singkat dan langsung masuk ke dalam mobil.

Begitu David masuk, mobil mulai melaju. Aku melihat Anna berdiri di luar pintu menatapku. Dan pandanganku beralih ke atas, aku melihat Jason masih berdiri di dekat jendela kamarku. Dia juga menatapku.

Tatapannya terlihat sedih. Tapi kenapa dia tak berusaha mengejarku? Kenapa dia tak berusaha membantah? Atau semua yang ku katakan benar? Bagaimana jika salah satu dari orang-orang yang menceburkan diri ke danau adalah orang tuaku.

Dan Jason adalah bagian dari mereka, para vampir kejam yang membiarkan banyak orang tak bersalah mati dalam upacara mengerikan itu.

Aku tidak seharusnya menyerahkan diriku dan perasaanku. Baiklah, Jason benar. Selama ini ia hanya menginginkan darahku. Dan alasan lain yang tak aku ketahui untuk menahanku bersamanya walaupun ia tak membutuhkan darahku lagi.

Untuk saat ini, aku tak percaya aku berpikir kalau Jason berniat menangkapku juga untuk upacara itu. Entahlah pikiran ku kacau saat ini. Dan semua perhatiannya padaku, perlakuan yang luar biasa padaku, lalu dia berharap aku tak akan memiliki perasaan lebih padanya?

"David, tolong antarkan aku ke apartemen. Aku harus mengambil beberapa barangku."

"Baik, Miss Alisca."

Ketika sampai di apartemen, aku segera menaiki lift menuju unit Jason dan David masih mengikutiku. Dia bilang Jason memintanya menjagaku.

"Miss Alisca, kau datang." Sapa Mrs. Elise ketika lift terbuka. Aku tersenyum simpul padanya.

"Aku ingin mengambil beberapa barangku di kamar," Ucapku.

"Kau akan pergi?"tanyanya yang terlihat keheranan.

"Ya, aku harus ke Manchester." Jawabku.

"Apa kau ingin aku membantumu?"

"Tidak perlu Mrs. Elise. Aku hanya akan membawa beberapa barangku saja." Jawabku tersenyum.

"Jika kau membutuhkan sesuatu, jangan sungkan untuk mengatakannya, Mrs. Alisca." Ucap Mrs. Elise dan aku mengangguk.

Kemudian aku segera melangkah menaiki tangga. Aku tak ingin berlama-lama disini dan mengacaukan keputusanku untuk menjauh sementara waktu. Aku perlu menjernihkan pikiranku agar bisa berpikir logis.

Saat sampai di kamarku, ternyata pintunya sudah diperbaiki.

Aku mengambil tasku, laptop, dan sepatu. Aku ragu apakah aku perlu membawa koperku dan semua baju-bajuku. Tidak, aku tidak pergi selamanya dari Jason, aku hanya ingin berpikir sejenak tanpanya.

Tapi jika suatu saat aku mungkin tak mau kembali, aku akan mengambilnya lagi. Lalu kotak ini.. Well, itu adalah kotak berisi topeng berwarna silver ku. Yang hampir setiap malam ku pandangi seperti orang bodoh.

Aku menarik koperku keluar dengan kotak ini. Kemudian aku berhenti di ruang kerja Jason dan memasukinya. Mencari kertas memo dan pulpen.

Untuk: Mr. Jason J. William

Terimakasih atas pengalaman luar biasa yang kau berikan selama ini. Aku tak akan melupakanya.

Uh, tidak. Tidak perlu ada memo. Aku meremas kertas ini dan melemparnya ke tempat sampah. Kemudian aku membuka laci meja Jason untuk menaruh kotak ini. Tepat di laci pertama, aku menemukan topeng berwarna hitam yang di pakai Jason saat berdansa denganku. Topeng ini tersimpan rapi diatas kain satin berwarna silver yang cantik. Kenapa dia menyimpannya di laci kerja?

Tidak, Livia.

Tinggalkan saja ini. Aku harus segera keluar dari sini. Aku setengah berlari menghampir mobil dan David membukakan pintu. Mobil mulai melaju menembus jalanan basah akibat hujan.

Dan aku terus merenung, ini sangat aneh, dimana tiba-tiba saja bayangan saat-saat aku bersama Jason.

Mengendongku ke rumah sakit, berdansa di pesta topeng, mengajakku ke Ensmer, menciumku di desa misterius tempatnya melihat bintang favoritnya, bertengkar karena hal-hal konyol, dan beberapa kali bercanda, ekspresinya yang kaku kadang mampu membuatku tertawa.

Dia memperlakukanku begitu baik, walaupun banyak mendapat pemberontakan dariku. Pria arogan, pemarah, keras kepala, dan suka memerintah. Tapi disisi lain memiliki hati yang lembut.

"Miss Alisca, polisi sudah menemukan ponsel anda di tempat kejadian tadi malam." Ucap David sambil menyodorkan ponselku. Aku berusaha tersenyum padanya dan mengucapkan terimakasih. Aku harap David masih bisa mendengarnya.

Aku senang ponselku kembali. Semua sms Jason ada disini. Mungkin aku akan menghapusnya nanti, jika aku sudah siap.