MIMPI

Aku segera berjalan meringsek pintu ruangan itu dengan cepat. Nathan sialan. Jason terlihat baik-baik saja. Maksudku dia masih bisa duduk di atas ranjang rumah sakit walaupun ada beberapa luka di tubuhnya.

"Hai.."

Hai!? Orang ini benar-benar membuatku kesal.

"Jason kau benar-benar menyebalkan!" Umpatku sambil melemparkan bantal yang ada di sana ke arahnya dengan kesal.

Kemudian aku melirik luka bekas gigitan di lengan kanannya.

"Apa yang kau lakukan dengan vampir itu? Apa yang dia lakukan?" Tanya ku sambil meraih lengan kanan Jason.

"Aku baik-baik saja, Liv."

"Nathan, apa luka gigitan ini tidak akan mempengaruhinya?" Tanyaku pada Nathan yang sedari tadi memerhatikan sambil tertawa kaku.

"Well Livia, jika saja vampir ini tidak keras kepala untuk bertarung dengan vampir pemburu itu, dia tak akan mendapat luka separah ini." Ucap Nathan membuatku mengerutkan dahi.

"Ya, Jason akan merasa sulit bergerak beberapa hari ini karena gigitan itu. Tenang saja, hal itu tak akan membuatnya mati." Ucap Nathan kemudian berjalan keluar ruangan saat Anna membisikkannya sesuatu.

Aku menghela nafas panjang kemudian mencoba mentralkan diriku.

"Kau memakai rok,"

Entah itu pujian atau ledekkan. Tapi ini benar-benar bukan kalimat yang bagus sebagai pemecah keheningan di antara kami.

"Anna yang memilihkan." Jawabku menegaskan kalau ini bukan kemauanku.

"Well, Anna memiliki selera yang bagus untukmu."

"Terimakasih."

"Dengan senang hati."

Uh, Jason! Dia menganggapku benar-benar serius mengatakan terimakasih? Aku melipat kedua tanganku sambil mengalihkan pandanganku ke arah lain.

"Aku ingin pulang. Ke Manchester."

Tak ada jawaban lagi. Aku penasaran kenapa. Tapi kemudian aku terkejut saat Jason akhirnya buka suara.

"Baiklah, besok aku akan mengantarmu."

Dia mengizinkan aku pulang? Ya ampun, Livia kenapa kau kecewa. Harusnya kau senang karena ini keputusanmu.

"Kau tidak bisa mengantarku dengan kondisi seperti ini."

"David akan mengantarmu,"

"Tidak. Joe akan menjemputku"

"Livia, pulang bersama David. Atau kau akan aku kurung disini."

Aku terdiam sebentar. Aku tak tahan untuk tidak tertawa. Masih menyebalkan seperti dulu.

Aku menoleh pada Jason yang ternyata sedang memerhatikanku heran. Aku tahu, sebelumnya aku marah-marah padanya dan sekarang aku malah tertawa. Kau benar-benar gila Livia.

"Kau masih marah padaku?"tanya Jason.

"Ya." Jawabku dengan tegas. Aku menghela nafas panjang kemudian mengalihkan pandanganku ke arah lain.

"Jadi apa yang terjadi pada vampir tadi?" Tanyaku hati-hati. Aku hanya ingin memastikan Jason tidak membunuhnya. Walaupun aku takut vampir itu akan kembali menyerangku.

"Menahannya di sel tahanan."

Wah, dia bisa menahan seorang vampir?

Sebenarnya ada banyak sekali pertanyaan di otakku. Tapi aku tak tahu apakah Jason akan menjawabnya.

"Tanyakan saja," Bisik Jason membuatku mendelik ke arahnya.

"Kau membaca pikiranku."

"Aku membaca gerak gerikmu, Livia."

Oh, baiklah aku memang terlihat sangat gelisah dan tak nyaman. Tapi dia benar, jika Jason membaca pikiranku, dia akan langsung tahu apa saja yang ingin aku tanyakan secara spesifik.

"Apa yang baru saja terjadi padaku?" Tanyaku mengacu pada kejadian penyerangan malam ini.

"Dia vampir pemburu, Livia. Seorang vampir pureblood yang memiliki satu tugas utama, yaitu memusnahkan vampir berdarah campuran." Jawab Jason dengan tenang. Ia jauh lebih tenang dari sebelumnya. Tidak terlihat sedang menahan amarah sama sekali.

"Kenapa mereka ingin memusnahkan vampir berdarah campuran?" Tanyaku lagi. Aku menurunkan tanganku dan mulai saling menggenggam. Tidak bisa mengatasi perasaan takutku.

Jason melirik ke arahku, ia terlihat enggan menjawab pertanyaanku. Dan aku mengabaikan ekspresinya.

"Mereka menganggap vampir berdarah campuran itu sebagai darah pengkhianat yang menjijikan."

Aku tertegun. Jadi aku adalah keturunan vampir yang lemah dan tak disukai bahkan oleh bangsa vampir sendiri. Aku mulai berpikir jangan-jangan orang tuaku berada di dalam situasi buruk sehingga mereka harus meninggalkanku.

Aku gugup. Tapi aku sangat ingin tahu.

"Apa mereka melakukan semacam perbudakan?" Tanyaku dengan suara tertahan. Aku tak boleh rubuh dengan emosi dan air mataku sekarang, sebelum aku mendapatkan banyak informasi.

"Tidak. Tentu saja bangsa vampir berdarah campuran melakukan perlawanan."

"Dan itulah penyebab pertarungan mereka terjadi? Bukan hanya memperebutkan daerah kekuasaan." Lanjutku mengingatkan kembali penjelasan Jason dulu mengenai hubungan vampir pureblood dan halfblood yang buruk.

"Itu sangat buruk, Livia."

Aku menghela nafas panjang kemudian memberanikan diri untuk menatapnya.

"Kau juga pureblood Jason. Kau pasti melihatku seperti itu,"

"Apa kau merasa begitu?"

"Tidak."

Aku melirik Jason yang hanya menatapku dengan kedua mata biru indahnya.

"Baiklah, silakan istirahat, Mr. William. Aku tidak akan mengganggumu dengan pertanyaanku lagi." Ucapku lalu beranjak dari ranjang itu.

"Aku tidak tidur, Miss Alisca."

"Aku tidak menyuruhmu tidur, Mr. William." Bisikku sambil membantunya membaringkan tubuh di atas tempat tidur.

Aku tak tahu apa yang dilakukan vampir jika tidak tidur. Tapi Jason harus benar-benar membatasi gerakannya dulu.

"Well, kau tidak akan begini jika kau tidak keras kepala."

"Aku tidak akan begini, jika kau juga tidak keras kepala, Miss Alisca."

Aku mengangguk setuju. Baiklah, aku juga salah karena aku terlalu mengutamakan amarah dan egoku sehingga menempatkan diriku sendiri dalam bahaya.

"Maaf, membuatmu repot-repot menolongku." Bisikku serius. Aku merasa bersalah. Jason berulang kali mengatakan kalau ia ingin melindungiku. Dan aku malah menempatkan diriku dalam bahaya.

"Kau sedang meremehkanku?"

"Ya ampun, Jason. Cepat istirahat."

Jason mengangkat bahunya pelan kemudian membalikkan posisi badannya membelakangiku. Seandainya aku bisa membaca pikirannya. Seandainya ia mau menceritakannya padaku.

"Liv, apa dia baik-baik saja?"tanya Anna saat aku keluar dari ruangan ini.

Aku tersenyum dan menganggukkan kepalaku.

"Dia terlihat kacau, Liv."bisik Anna pelan. Ia terlihat menghela nafas panjang dan sangat pusing.

"Ada apa, Anna?" Tanyaku hati-hati. Aku hanya ingin tahu apa yang membuat Anna terlihat seperti khawatir. Dan mungkin aku bisa membantunya. Mungkin.

"Aku takut kau meninggalkannya," Bisik Anna sambil menuntunku menjauh dari kamar.

"Apa maksudmu, Ann?"

"Jason tak pernah seceria belakangan ini, maksudku menikmati hidupnya. Dia memang tidak mengatakan padaku, Anna. Tapi aku rasa dia ketakutan." Bisik Anna lagi. Aku menatapnya penuh tanda tanya. Ketakutan? Seorang Jason J. William merasa ketakutan? Itu tidak mungkin.

"Anna, Evana melihat sesuatu. Apa Jason sudah membaik?" Licoln tiba-tiba menghampiri kami. Wajahnya terlihat khawatir juga. Nada bicaranya pun terdengar lebih mendesak. Anna pamit padaku dan segera masuk ke dalam ruangan Jason bersama Licoln. Ada apa sebenarnya?

Aku akan tanyakan ini nanti. Ketika mereka sudah tidak kelihatan sedang sibuk.

***

"Olivia.. berjanjilah kau tidak akan tertangkap. Kau harus sembunyi.. jangan biarkan mereka mengetahuimu."

Suara lembut seorang wanita berdengung ditelingaku. Suara yang selalu terdengar entah dari mana.

Aku merasa jari-jari lembutnya menyentuh wajahku. Dan ia terus berbisik hal yang sama.

"Ibu.." lirihku begitu saja. Aku terlalu ingin menemuinya hingga aku menganggap suara itu mungkin saja milik ibuku.

"Olivia.. aku minta maaf.. kau bisa mengalahkan mereka. Tapi aku tidak."

"Aku tidak bisa, bu.."

Aku membuka kedua mataku. Hawa dingin menjalar disekitar tubuhku. Jam dinding menunjukkan pukul 06:00 pagi.

"Tidur nyenyak, Miss Alisca?

"

"Oh Tuhan! Jason! Jantungku, ya ampun." Aku memekik cukup keras saat tiba-tiba saja mendengar suara Jason yang duduk di atas tempat tidurku. Sialan. Ruangan ini gelap dan dia bicara tiba-tiba.

"Aku begitu mengagetkanmu, sepertinya."

"SANGAT." Jawabku kesal kemudian buru-buru bangkit dari tempat tidurku. Ketika aku membuka jendela, di luar ternyata hujan rintik-rintik.

Jason meraih pundakku dan membuatku beralih menatapnya.

"Kau cantik,"

"Kau sangat tampan,"

"Aku tahu."jawabnya dengan angkuh. Aku sungguh menyesal mengatakannya.

Aku tertawa kaku sambil melepaskan tangannya dari bahuku.

"Kenapa kau ingin mengetahui banyak tentangku, Livia?"

Aku terdiam. Nah, kenapa dia menanyakan hal ini? Aku harus beralasan apa?

"Aku tidak memberitahu siapapun tentang diriku. Dan tak ada yang mau tahu banyak soal diriku, tidak sebanyak kau Livia." Lanjut Jason sambil menangkupkan telapak tangan kanannya di pipiku, menatapku dengan intens.

"Aku hanya merasa, kalau aku ingin mengetahui banyak tentangmu." Bisikku pelan.

"Aku akan memberitahunya sekarang. Dan aku sudah memperingatimu." Bisik Jason lalu menjauhkan dirinya dariku.

Ia mengulurkan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya meraih tanganku untuk memegang pergelangan tangannya. Begitu pun sebaliknya.