10. Kenakalan Lauren

Lauren mungkin mengira jika dia bakalan aman dari Adam. Secara, pria itu benar-benar menjaga jarak darinya. Dalam artinya menahan diri untuk tidak melakukan hal yang semestinya dia lakukan.

Oke agak berbelit sedikit. Intinya Adam punya pengendalian diri yang cukup kuat, pikir Lauren pada awalnya.

Tapi, setelah pagi ini dia bangun dan mendapati pakaiannya berserakan di bawah ranjang. Lauren serasa ingin menindihi wajah Adam yang tidur pulas di sebelahnya dengan bantal. Dia bangun dan menarik selimut hingga sebatas pinggang.

"Sial, kecolongan." Lauren berpikir begitu, karena asumsinya ya memang begitu. Tubuhnya memang tidak polos sekarang, masih ada pakaian yang melekat di sana. Tapi Adam berada di sebelahnya dengan keadaan shirtless.

Jadi, wajarkan kalau Lauren berpikiran buruk sekarang. Dia menggeram sebal dengan tangan mengepal kuat. Dalam sekali tarikan napas, dia berteriak keras dan membuat Adam bangun mendadak.

Pria itu mengucek matanya yang terasa berat. Dia menoleh pada Lauren dengan muka kesal. "Kenapa kamu harus berteriak segala hah? Memang apa yang terjadi?" tanya Adam kalem dengan suara seraknya.

Lauren melipat tangan di depan dada. "Om ngapain di sini! Dasar!" kata Lauren lalu menimpuk Adam berulang kali dengan bantalnya. Pria itu mengangkat tangan, melindungi diri dari serangan mendadak yang Lauren lakukan.

"Om ngapain hah? Ngaku semalam ngapain aja di sini! Ngaku!" teriak Lauren kini berdiri dan menimpuki Adam dengan bantal. Dia menarik rambut Adam.

"Akh, sakit Lauren! Astaga! Aww!" erang Adam ketika rambutnya di jambak dan badannya mendapat tepukan keras dari tangan Lauren. Pria itu meringkuk, melindungi diri dengan bantal sampai akhirnya dia merasakan Lauren berhenti menghajarnya.

Adam membuka perlahan bantal di wajahnya dan melihat gadis itu pergi ke kamar mandi. Bunyi gebrakan pintu memecah sunyi di pagi hari. Adam mendengkus sebal. Dia menutup mulutnya dan menahan tawa. "Astaga, dia baru saja melakukan KDRT padaku."

Lauren terdengar berteriak dari dalam kamar mandi. Membuat Adam kaget. Dia berlari menuju pintu dan menempelkan telinga di sana. "Lauren? Kamu gak apa-apa?"

Pintu kamar mandi terbuka. Terlihat muka hendak menangis dari wajah Lauren. "Om ngapain aku sampai aku berdarah hah?" teriak Lauren.

Adam menaikkan sebelah alisnya. "Aku gak ngapa-ngapain kamu, Lauren. Semalam aku ketiduran di samping kamu. Itu aja."

"Lalu kenapa aku berdarah hah?"

"Kok nanya aku sih? Itukan urusan cewek? Mau aku periksa?" tanya Adam dengan kerlingan nakalnya. Lauren menutup pintu dengan keras.

Adam tertawa di depan pintu kamar mandi. "Kamu sedang datang bulan? Perlu sesuatu?" tanya Adam dari depan pintu.

Lauren membuka pintu lagi.

"Belikan pembalut. Aku gak nyetok."

"Aku?" tanya Adam menunjuk dirinya dengan muka merah padam. Seumur hidup, dia belum pernah membeli barang keramat milik wanita itu.

"Mau ditaruh di mana mukaku kalau beli itu?" tanya Adam kelihatannya memang enggan membantu.

"Ya sudah. Aku keluar sendiri. Awhh!" keluh Lauren memeluk perutnya sendiri dan berlari duduk di pinggir kasur sambil meringkuk kesakitan.

Adam tahu problematika wanita saat kedatangan tamu. Nyeri, apa sesakit itu? Pikir Adam ketika melihat Lauren yang hendak menangis karena rasa sakitnya.

"Om belikan!" jerit Lauren.

"Oke-oke!" kata Adam kalap. Dia berlari menuju lemari dan mengambil kaos rumahan miliknya. Tanpa pikir panjang keluar area apartemen.

Lauren tertawa lepas. Dia berjongkok memukul-mukul lantai karena berhasil menipu Adam. Gadis itu bangun dan duduk di pinggir kasur sambil melipat tangan di dada. Dia mengambil bathrobe dan mengerjap ketika merasakan sesuatu yang aneh.

Gadis itu berlari masuk ke kamar mandi. "Aaaaa, sialan beneran!" kata Lauren kesel mengetahui kalau dia memang sedang datang bulan.

***

Adam berlari menyeberangi jalan dan berhenti di depan pintu minimarket.

Bibir Adam mencebik sebal. "Sial, kenapa mesti rame sih?" keluhnya lalu dengan muka berusaha tak perduli dia berjalan menuju rak yang diisi dengan keperluan wanita.

"Ukuran? Emang ada ukuran juga? Bentar? Pake sayap? Hah?" tanya Ada pada dirinya sendiri yang tidak tahu masalah begini.

Dia kebingungan sendiri. "Telepon Dani ah," ucapnya lalu menelpon pria yang selama ini menjaga Lauren.

"Dan, ukuran pembalut Lauren apa? Pake sayap atau enggak? Biasa make merk apa?" tanya Adam membuat pengunjung mini market menatapnya dengan mulut menahan tawa.

Dani di seberang sana terkekeh geli. "Saya juga gak tahu, Tuan. Nona biasanya beli sendiri."

Adam mematikan sambungan telepon dak menghela napas. Dia mengambil keranjang belanja dan mengambil semua jenis pembalut tanpa terkecuali.

Di depan kasir dia hanya bisa menahan malu. "Pak, ini popok manula. Benar?"

"Apa? Bukan pembalut wanita ya?" tanya Adam membuat sang kasir tertawa geli.

"Bapak baca sendiri," ujarnya, lalu menyerahkan pada Adam yang hanya bisa menelan ludah. Ingin segera kabur dari sana. Dia melotot kaget saat melihat kalau yang dia ambil memang popok manula. Bodoh, umpat Adam dalam hati.

Kasir itu mengulum senyum lalu memasukkan barang belanjaan Adam ke dalam kantong belanja. Adam ingin sekali menarik tas itu dan berlari menyeberang jalan menuju penthousenya. Memalukan sekali.

"Ini, Pak. Terima kasih, sekalian Pak permennya?" Adam menoleh dan melotot tajam ke arah kasir wanita yang kini menunjuk pada rak kecil di dekat deretan cokelat dan kinderjoy. Adam mau tertawa tapi dia sudah keburu emosi melihat permen yang dia maksud.

Permen apanya? pikir Adam melihat kotak-kotak kecil bergambar pasangan itu. Dia mendesah sebal. Baru bangun pagi dan sekarang dia dihadapkan pada sisi dunia yang menyebalkan. Lauren, kamu sudah membuat kacau hidup seorang Adam yang selalu memandang dunia dari sisi lain.

Dengan nada dingin dia menyahut, "Maaf, tapi cewek saya lagi datang bulan. Lain kali saya borong!" kata Adam lalu bergegas pergi dari sana. Dia memejam mata, mencoba sabar.

Sekembalinya dari minimarket, Adam melihat Lauren kembali berbaring di kasur dengan posisi seperti janin. Meringkuk dalam sambil memeluk perutnya yang mungkin nyeri sekali.

"Ini," kata Adam menunjukkan dua kantong belanja berisi roti hambar miliknya. Lauren melotot kaget melihat isinya yang beragam merk dan ukuran. Mulai dari yang bersayap hingga tidak. Dia menatap Adam.

"Om beli semua yang ada di rak?"

Adam menganggguk. "Gak semua sih. Pasalnya aku gak tahu kamu makai apa." Lauren menepuk jidatnya. Dia mengambil sebungkus dan berlari lagi menuju toilet. Tak lama dia keluar dari sana.

"Sakit?"

"Yaiyalah, Om! Makanya peka kek. Ambilin air hangat kek, ambilin obat kek. Sakit banget ini!" kata Lauren lalu kembali berbaring seperti posisi awalnya. Menahan nyeri yang serasa di sekujur tubuhnya.

Adam yang tak pernah menghadapi masalah wanita, kini mungkin harus bisa paham. Kalau sekarang dia hidup berdampingan dengan seorang gadis. Setelah mengambil apa yang Lauren suruh.

Gadis itu bangun dan membuka batrhobenya tanpa peduli dengan pandangan Adam. "Kamu tampak gak masalah ya buka-bukaan di depanku?" tanya Adam meraih handuk di tangan Lauren.

Gadis itu menghela napas. "Masa bodohlah," jawabnya singkat.

"Beruntung aku gak terkam kamu sekarang," kata Adam menyentuh perut rata Lauren dan mengompresnya dengan handuk hangat di tangannya.

***

Bersambung