Adam terkejut ketika mendapati Sarah tiba-tiba menyerobot duduk di sebelahnya. Membuat Lauren terpaksa berada di seberang Adam.
Wajahnya kesal. Tatapan matanya tidak bisa berbohong kalau dia tengah menabuh genderang perang pada Sarah.
"Lauren cantik sekali malam ini ya," puji Sarah sambil menatap ke arah Lauren yang kini tengah melotot padanya.
"Haha, makasih ibu-mer-tu-a...." Dia menekankan setiap kata agar Sarah sadar posisinya sekarang. Wanita itu mengatupkan bibirnya. Memandang jengah pada Lauren.
Dia lantas menoleh pada Adam. Meraba pada pria itu dan membuat Adam terkesiap kaget. "Adam juga ganteng banget ya."
"Maklum, kan dia anakku." Ayah Adam menimpali, membuat suasana meja makan mendadak ramai.
Sayangnya tidak dengan Adam yang berusaha menyingkirkan tangan Sarah dari tubuhnya. Wanita ini terlalu berani, pikir Adam.
Dia merasakan jemarinya diremas oleh Sarah. Membuat Adam makin kaget. Dia menarik tangannya, namun Sarah dengan gamblang mengarahkannya ke paha.
Plakk
"Awhh!" erang Sarah kaget dan sekaligus merasa sakit karena tamparan keras Adam di tangannya.
"Kenapa sayang?" tanya Ayah Adam kaget mendengar suara geplakan dan juga rintihan Sarah.
Lauren memandang Adam yang menahan senyum. Pria itu membuang muka karena menahan tawa.
"Ada nyamuk tadi. Namparnya agak keras makanya sakit," aku Sarah.
Lauren mengkode Adam, dan pria itu hanya mengangguk sambil menutup mulutnya dengan kepalan tangan.
"Sayang, ini udang kesukaan kamu." Adam mengulas senyum tipis ketika Lauren berjalan ke sampingnya dan menyiapkan makanan pria itu.
Dia menuangkan air, mengangkat gelas berisi penuh air tersebut lalu dengan sengaja menumpahkan ke paha Sarah. "Akh, maaf gak sengaja, Bu. Tadi kepeleset," ujar Lauren senang melihat muka tak terima Sarah.
Sarah menarik tisu dan mengelap bajunya yang basah. "Maaf, Bu. Lauren gak sengaja."
Gadis itu menarik tisu banyak-banyak. Dia ikut mengelap paha Sarah dan menekan-nekannya dengan kencang hingga Sarah melotot. Lauren menyengir pada ayah mertuanya yang sedari tadi memperhatikan mereka. "Ibu mertua kayaknya harus ganti baju deh. Nanti masuk angin."
"Iya, Sayang. Mending ganti baju dulu sana. Benar kata Lauren." Suami Sarah menyarankan. Membuat wanita itu tak berkutik untuk menolak perintah suaminya.
"Hmm, aku ke kamar dulu ya." Lauren berdiri dan melirik Adam yang sedari tadi menahan senyumnya. Dia duduk di sebelah Adam.
"Ayo dimakan lagi," kata ayah Adam.
Sedangkan di dalam kamar Sarah menghempaskan badannya ke kasur. "Bangsat! Gadis itu mau melawanku terus ya rupanya?" tanya Sarah sambil melepas perlahan bajunya.
Dia terdiam melirik pakaiannya dan tiba-tiba tersenyum lebar. Cepat Sarah meriah ponselnya dari atas nakas.
"Halo Brian Sayang," sapanya pelan. Wanita itu berjalan santai menuju lemari. Memilih dress lain untuk dia kenakan.
"Aku ada tugas buat kamu," kata Sarah sembari menarik dress hitam pendek dari sangkutan. Wanita itu tersenyum tipis.
"Kamu pasti suka sama cewek satu ini," kata Sarah. Dia mematikan sambungan telepon dan segera memasang dressnya.
Selesai dengan urusannya, Sarah kembali ke meja makan. Membawa ponsel dan bertukar chat dengan Brian, pria yang sering menemaninya jika sang suami sibuk di luar kota.
Dan Sarah berniat melakukan sesuatu pada Lauren lewat bantuan Brian. Pria itu jelas pasti mau, mana ada pria yang bakalan menolak Lauren.
"Kamu dari tadi main hape terus,Sayang. Makan dulu," kata ayah Adam.
Pria itu menatap Sarah. "Oke, maaf, Sayang."
Adam dan Lauren saling memandang lalu memasang muka jengkel. Lauren mendecih pelan sambil menusuk potongan daging yang diiris dengan keras.
'Dih, manis muka doang tuh cewek.' Lauren membatin. Jengah melihat muka Sarah yang sok manis dan terlihat polos. Padahal dalamnya lebih dari iblis.
Merasa kesal. Dia akhirnya menggebrak meja tanpa sadar. Adam terkejut. Dia menatap Lauren heran. Begitu juga Sarah dan sang suami.
"Lauren? Kenapa, Nak?" tanya ayah Adam.
Lauren menoleh ke arah Adam dengan muka malu. Dia mengusap lehernya. "Ada nyamuk, Yah. Hehe."
Sarah tiba-tiba tertawa geli. Dia menepuk pundak sang suami. "Mungkin Lauren sedikit gugup karena sebentar lagi mau bulan madu."
"Hahaha, iya pastinya."
"Hahaha, mungkin." Lauren ikut tertawa namun mukanya menunjukkan senyum tidak senang pada Sarah.
"Ayah udah siapin tiket buat kalian berdua. Jadi tenang saja, tidak usah gugup. Bawa saja ramuan yang ayah berikan. Pasti... kalian gak bakalan canggung lagi." Adam berdehem keras. Sedangkan Lauren hanya tertawa.
"Kalian harus berikan ayah cucu ya," pintanya membuat tawa Lauren dan Adam lenyap seketika.
***
Lauren memasang topinya. Menarik koper yang sudah dia siapkan beberapa waktu lalu. Sedangkan Adam sibuk meenelepon Dani, memberitahu tugas pria itu.
"Tuan, saya tahu Anda cemas. Tapi semua sudah diurus sekretaris Anda. Dia akan memberitahu semuanya," kata Dani geli sendiri.
"Oke-oke."
"Anda gugup?" tanya Dani telak membuat Adam salah tingkah. Dia tertawa keras membuat Lauren menoleh.
"Kenapa sih ketawa sekeras itu? Bikin kaget aja," kata Lauren heran.
Adam menyapu wajahnya. Jujur saja dia memang gugup sekarang. Meskipun tak akan terjadi apapun. Tapi Adam tahu ini adalah momen yang penting bagi mereka berdua.
Dirinya dan Lauren akan bersama dalam waktu kurang dari dua minggu. Dan mungkin saja terjadi sesuatu dalam kurun waktu itu, harap Adam.
"Udah selesai? Mobil jemputan udah datang."
Adam berbalik badan. "Oke, oke. Dani, kuserahkan semuanya padamu. Tolong urus semua dengan baik."
"Iya Tuan. Tenang saja."
"Hah, baiklah. Aku tutup teleponnya."
"Selamat honey moon Tuan. Datang dengan keluarga tambahan ya," goda Dani membuat Adam menutup mulutnya. Dia tak berharap itu terjadi.
Tapi jika pun itu terjadi, Adam tak akan menolak.
Mereka pun pergi setelah mobil jemputan datang. Lauren duduk dengan tenang di sebelah Adam yang kelihatan gelisah. Entah apa yang dia pikirkan.
"Kenapa sih? Kamu gugup?" tanya Lauren heran.
"Gugup? Gugup apanya?" tanya Adam. Dia mengusap leher dan tertawa garing. Lauren yang melihatnya hanya mengerutkan alis.
Sampai di bandara. Keduanya dibawa oleh utusan ayah Adam. "Selamat berbulan madu. Ini pemberian Tuan."
Adam melirik ke arah paper bag yang diserahkan oleh utusan ayahnya itu. Tertawa geli melihat isinya yang menurut Adam tak jauh beda dengan pemberian ayahnya beberapa waktu lalu.
"Itu lagi?" tanya Lauren.
Utusan ayah Adam tertawa. "Hahaha, Tuan sepertinya sangat ingin ada kehadiran cucu. Makanya beli ini berkotak-kotak di rumah."
"Hahaha, ayahku lucu sekali."
Utusan ayahnya itu tertawa lagi. Dia menunduk hormat pada Adam dan Lauren. Segera pergi setelah mendengar pemberitahuan bahwa pesawat yang akan mereka tumpangi akan segera take off.
Lauren berjalan di samping Adam. "Anggap saja ini liburan."
"Memang liburan," sahut Adam dengan suara rendah.
Lauren berbalik badan. Dia menghadap Adam. Menatap pria itu dengan muka kalem. "Jadi, jangan berharap lebih kalau sesuatu akan terjadi."
"Aku tak berharap lebih, Lauren. Aku serius."
Lauren melipat tangan di dada. Menatap Adam yang kelihatan gelisah. "Baguslah, karena aku akan tidur di kamar terpisah denganmu."
"Loh?" pekik Adam lalu menggeret kopernya menyusul Lauren.
***
Bersambung