Jessi dan Cyslin tiba di rumah sakit tempat Vale di rawat, ah bukan, lebih tepatnya, tempat seorang gadis yang Vale tolong di rawat. Haish, ada–ada saja memang pria ini, bukannya pergi memeriksa diri sendiri, ia malah menolong orang yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya sendiri.
Tadi, ketika ia mengejar mobil yang menabrak gadis ini, Vale gagal membuat pengendara mobil itu bertanggung jawab, dan akhirnya, malah ia yang bertanggung jawab atas gadis itu. Memang sedikit bodoh, tapi setidaknya Vale masih memiliki rasa kasihan pada manusia lain, tidak seperti orang–orang yang hanya berdiri dan menatap gadis itu dari kejauhan. "Bagaimana keadaannya?" tanya Vale, pada suster yang baru keluar dari ruang IGD. Suster itu tersenyum, kemudian ia menjawab, "Tidak ada yang perlu anda khawatir 'kan, tuan. Nona itu hanya terluka di luar, dan kaki sebelah kanannya hanya terkilir, tidak sampai patah," jelasnya.
Vale, Jessi, dan Cyslin tersenyum kikuk mendengar penjelasan suster tersebut, apakah ada yang lebih parah dari kondisi gadis itu? Sampai–sampai susternya berucap santai tanpa beban sedikitpun. Tapi untung lah jika keadaan gadis itu tidak separah yang Vale bayangkan, karena setelah gadis itu pulih, Vale akan membiarkannya hidup seperti biasa, dan ia pun kembali ke kehidupannya. Menolong orang 'kan tidak harus berharap imbalan, benar bukan?
"Kau yakin tidak akan memanfaatkan gadis itu, Vale?" tanya Jessi untuk meyakinkan. Vale mengangguk kecil, sembari sekilas melihat ke dalam ruang IGD, melalui celah pintu yang sedikit terbuka. Apa yang bisa gadis seperti itu lakukan untuk membalas budi? Melihat tubuhnya yang kurus saja Vale tidak memiliki harapan apa–apa. "Kalian pulang saja, kita bertemu di basement nanti malam," titah Vale, yang dianggukki oleh keduanya.
Jessi dan Cyslin berjalan kearah yang berlawanan dengan Vale, kemudian setelah itu mereka berpencar kedua sisi yang berbeda, agar tidak ada yang mengira jika mereka datang bersama ke rumah sakit tersebut. Jessi sudah sampai terlebih dahulu di parkiran, namun belum sempat ia masuk ke dalam mobilnya, suara teriakkan penghuni rumah sakit kembali mengambil perhatiannya. "Oh shit! What is going on?!" umpatnya. Jessi kemudian berlari, kembali ke halaman rumah sakit, untuk melihat apa yang terjadi.
Dari kejauhan, Jessi melihat ada beberapa orang yang membawa senjata api dengan pakaian serba hitam, mereka menodongkan senjata api itu pada pegawai rumah sakit, dan sebagian dari mereka membobol paksa pintu ruangan rawat pasien yang sudah terkunci otomatis dalam keadaan darurat. Cyslin yang sedari tadi masih berada di dalam rumah sakit, segera berlari ke tangga, dan mencari keberadaan Vale untuk melindungi pria itu. Cyslin berusaha untuk bersembunyi dari orang–orang yang memakai pakaian serba hitam ini, jubah dan pakaian anti peluru mereka sudah menggambarkan identitas asli mereka.
Di dalam tim, Cyslin memang bukan anggota yang difokuskan pada pertarungan. Ia adalah gadis yang dilatih untuk menyeludup, menghindari pertarungan, dan pergi ke tempat di mana sesuatu yang harus dilindungi berada. Contohnya Vale. "Cyslin, apa kau sudah menemukan keberadaan Vale?" suara Jessi yang terdengar dari earphone membuat Cyslin sedikit panik, pasalnya Cyslin lupa untuk menurunkan volume earphone itu. "Kecilkan suara mu Jc! Aku masih mencari keberadaan Vale. Dan di sini ada banyak yang menjaga, membuat ku sedikit sulit untuk bergerak!" jelas Cyslin sembari berbisik.
Jessi yang berada di bawah sana hanya bisa menghela nafas kecil, ia lupa jika ini rumah sakit, dan itu membuat pergerakan Cyslin tidak sebebas jika mereka berada di jalanan. Jessi juga tidak bisa langsung menyusul Cyslin begitu saja, karena sekarang ia lah yang dikepung oleh orang–orang berpakaian hitam ini. "Ah agent Jc, lama ya? Kami tidak berjumpa dengan mu!" Jessi memutar bola mata malas, harusnya ia sudah tahu siapa pemilik suara itu. "Waw, tidak ku sangka kalian akan mencari ku sampai ke Negeri ini. Covington." Jessi menyungging senyuman tipisnya, entah harus bangga atau marah, clan Covington yang selama ini ia hindari, kini datang dan mencarinya sampai ke sini.
Tidak mau banyak basa–basi, Jessi memulai pertarungannya. Walau tidak ada persiapan apapun, setidaknya Jessi sudah terbiasa melawan banyak orang sekaligus. Tidak percaya? Ah, lihat saja, dalam waktu kurang 15 menit, Jessi akan membuat mereka tidak sadarkan diri. "Kakak cantik! Orang di belakang mu mengeluarkan pistol!" Mendengar teriakkan anak kecil itu, Jessi melayangkan tendangan belakangnya, ia berputar, sembari melayangkan knee kick ke wajah pria itu. Dan berhasil.
Jessi mengambil pistol yang pria itu pegang sebelumnya, menembakkannya ke atas, sembari mencari ancang–ancang baru untuk melakukan penyerangan secara acak. "Jika aku bisa menghabisi kalian semua secara serentak, mengapa aku harus melawan secara acak?" Ada raut wajah khawatir di balik penutup wajah yang orang–orang itu kenakan. Pasalnya, ucapan Jessi itu bukan hanya bualan semata. "Go to hell right now!" Ah, anggap saja itu kalimat penutup Jessi untuk mereka.
Di sisi lain, Vale yang sedang dicari oleh Cyslin malah melindungi gadis yang ia tolong, walaupun sekarang keadaannya jadi berbalik. Gadis itu, dengan sigap memasang kuda–kuda bertarungnya, tatapannya yang tajam menatap lima orang pria yang bobotnya tiga kali lipat lebih besar darinya. "Hey, apa kau yakin bisa melawan mereka?" tanya Vale, yang dianggukki dengan keyakinan yang besar. Badan sekecil itu? Memangnya bisa membanting para raksasa di depan sana? Mustahil. "Oh sial, seharusnya aku tidak mempercayai gadis itu ..." lirihnya, ketika melihat gadis itu berlari menghindari orang–orang itu.
"RASAKAN INI!"
'DAGH!'
'BUGH!'
'BRAGH!'
'HIYAA!'
Kedua mata Vale terbelalak setelah melihat apa yang gadis itu lakukan. Iya menghajar para pria itu menggunakan tongkat besi milik pasien tuna netra, dan melemparkan kusri kayu milik penjaga meja keamanan. Ah benar, jika berat badan tidak bisa membuat mu terlihat kuat, setidaknya benda di sekitar bisa membantu mu mendapatkan kekuatan. Benar begitu, bukan?
"Hey, apa yang terjadi di sini?" tanya Cyslin, yang menatap nanar kelima orang itu. Bukannya terlalu baik, tapi siapa yang tega melihat orang terkapar di lantai dengan darah mengalir dari kepala mereka? Ugh, sedikit mengerikan, tapi itulah yang terjadi di sini. "Val, apakah kau berubah pikiran tentang gadis ini?" Vale yang ditanya menganggukkan kepalanya, pria itu masih kagum sekaligus shock, sehingga ia tidak bisa berkata apapun lagi.
Cyslin menghampiri gadis itu, tersenyum kaku kearahnya, dan mengulurkan tangannya, kemudian ia berkata. "Siapa nama mu? Anggota tim baru?" tanya Cyslin. Gadis itu membalas uluran tangan Cyslin, ia tersenyum lebih tulus dari dugaan Cyslin.
"Aku Gracious, kau bisa memanggilku Gracie. Senang bertemu dengan mu, Cyslina Anndomera!"
~~~~~