BAB 10 : Hari Minggu

Hari Minggu adalah hari yang paling di tunggu beberapa orang, maka di hari itu mereka akan ada waktu luang untuk berlibur bersama orang tersayang.

Tapi ada juga di hari Minggu mereka akan di sibukkan dengan acara beres-beres rumah, disibukkan dengan jadwal yang padat, disibukkan lagi dengan tugas-tugas yang lama menumpuk seperti gunung.

Seperti saat ini orang yang memiliki nama Saka Dhiyankara dia sedang beres-beres rumah, seperti itulah kegiatannya setiap di hari minggu walaupun ia adalah seorang laki-laki, apakah masalah jika dia melakukan hal seperti itu?, jika bukan dia lalu siapa yang akan melakukannya.

"Pagi saka kamu sibuk sekali setiap di hari minggu, apa tidak berpikir untuk berjalan-jalan?." Sapanya

"Ehh tante Ela, gak ah tante saka harus beres-beres rumah tante ada apa?." Ujar saka masih berkutat dengan aktivitasnya

"Ini tante ada cemilan yang baru di buat, mumpung banyak sekali-kali di bagiin ke tetangga." Sambil menyerahkan sebuah kantong plastik yang berisi cemilannya

"Wah makasih tante, ntar saka coba." Langsung mengambil kantong plastik yang berisi cemilan itu.

"Yaudah semangat beres-beresnya, Tante mau bagiin ini lagi."

"Iya tante."

Saka meletakkan cemilannya di atas meja yang berada di teras rumahnya.

Setelah itu saka kembali melakukan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi, cukup lama menyirami tanaman dan bunganya, cara merawatnya harus penuh kesabaran dan ketelitian jika menurut Saka sendiri.

Memotong dedaunan yang terlihat acak-acakan agar terbentuk lagi, dengan earphone di telinga saka begitu semangat melakukan aktivitasnya.

Sekali-kali saka bernyanyi, menyambung lagu yang didengarnya bagi saka dia tidak peduli dengan apa yang dia lakukan ini semua demi menjaga kenyamanan rumahnya, agar sama seperti saat masih ada kehadiran Ayahnya.

Ayahnya memang tidak berada di rumah bersama dengan dirinya, tapi saka selalu merasa bahwa Ayahnya selalu ada untuknya dan selalu menemaninya setiap waktu, dalam sepi saka selalu memikirkan tentang Ayahnya, yang berharap agar ayahnya cepat bangun dari tidur panjangnya atau disebut koma.

Selang beberapa waktu akhirnya saka bisa merasa lega bahwa pekerjaan yang merawat tanaman sudah selesai, karena cukup lelah saka duduk di bangku yang berada di teras rumah.

Saka lalu duduk sambil melihat perkarangan rumahnya terlihat lebih rapi dan bersih, akhirnya hasil bisa terlihat memuaskan untuk saka.

Pandangannya teralihkan dengan kedatangan sebuah mobil hitam yang berhenti tepat di depan rumahnya, saka berpikir siapa pemilik mobil itu?.

Orang itu akhirnya menampakkan diri setelah keluar dari mobil, ternyata sosok pemilik mobil itu adalah Evans.

"Kok bisa disini?" Batin Saka, langsung berdiri

"Apa mengganggu waktu tenangnya?." Ujar Evans berjalan kearah saka, terlihat juga dia membawa sesuatu di tangannya.

"Heh vans kok lu bisa tau rumah gua?." Tanya Saka

"Bertanya kepada orang-orang di sekitar daerah ini." Sahut Evans dengan senyuman hangat

"Oh tumben, ada apa?."

"Tidak hanya ingin berkunjung saja."

"Gabut lu nya?, Itu gua mau nanya dimana motor gua, maksudnya di bekel mana lu taro."

"Oh motor kamu, sebenarnya ingin saya buang dan membeli yang baru." Sambil Menyengir

"Heh anjrit, itu motor kesayangan gua." Saka langsung melototkan matanya yang mendengar ucapan enteng Evans.

"Saya hanya bercanda, motornya sudah benar itu hanya lecet sedikit." Ujar Evans sambil mengacak rambut Saka

Tinggi badan antara Evans dan saka hanya lebih tinggi Evans sedikit, sedangkan saka setinggi hidung Evans.

"Gak usah ngacak rambut, kebiasaan bener jadi orang, ada hal lain yang mau lu omongin lagi?."

"Tidak ada hanya ingin menjenguk kamu, dan ini saya bawa makanan untuk kamu."

"Oh makasih, lu rapi banget mau kemana?."

"Tidak ada."

"Lu bisa ganti kata lu, selain kata tidak ada."

"Hm tidak ada."

"Dahlah lu mau masuk gak, gua belum mandi biasa hari minggu hari beres-beres."

"Apa kamu tinggal sendirian?." Sambil mengikuti saka masuk kedalam rumah

"Ya gitulah, lu duduk aja mau gua buatin minuman?." Tawar saka

"Air putih saja."

"Yakin cuma air putih?." Saka mengernyitkan dahinya.

"Saya hanya haus."

Evans melihat saka dengan keringat yang membasahi tubuhnya, membuat ketampanan saka terlihat, belum lagi dia terlihat sangat manis, dengan bola matanya, bulu mata yang lentik, lalu bibir yang terlihat tipis, dan bentuk alisnya.

"Jangan kebanyakan bengong, ntar kesambet." Ucap saka yang langsung menjentikkan jarinya tepat di muka Evans

Sedangkan Evans hanya membalas dengan senyuman konyolnya, jadi salah tingkah dianya jika bersama saka.

"Bentar gua ambil air minumannya dulu, semoga lu nyaman ama rumah gua ini." Saka melangkahkan kakinya meninggalkan Evans sendirian di ruang tamu.

Di pikiran Evans sekarang tentang rumah saka, Rapi dan bersih begitulah pikir Evans. Entah kenapa Evans merasa nyaman dengan suasana rumah saka.

Evans melihat-lihat sekeliling sampai pandangannya menangkap sebuah lemari kaca yang memiliki ukiran indah dengan panduan warna emas.

Evans berjalan kearah lemari kaca itu, sungguh Evans tercengang dengan apa yang dia lihat di dalam lemari kaca itu, ternyata isinya sebuah piala, piagam, mendali emas dan tercetak nama Saka Dhiyankara di beberapa pialanya. Setiap penghargaan itu tercetak Juar satu, macam-macam nama kejuaraannya.

Seperti juar olimpiade matematika, sains, fisika, bahasa, bahasa Inggris, puisi, berbalas pantun, Voli, estafet, ada juga penghargaan tulisan yang terbagus, perhargaan renang, piagam kedisiplinan, ada juga penghargaan bermain piano, bernyanyi, perhargaan juara kelas, piagam peringkat satu yang berturut-turut dan banyak lagi.

Evans benar-benar tidak percaya, saka bisa mendapatkan semua itu dan itu hanya tercetak angka satu, tidak ada juara dua atau tiga, bahkan mendali ya emas saja, tidak ada perak atau perunggu. Evans memuji saka memang luar biasa, tapi kenapa nilai-nilai saat SMA ya sangat kecil, bahkan saka di cap murid nakal dan sering bolos sekolah.

"Dia hebat sekali!" Batin Evans, tanpa disadari dia tersenyum kecil melihat semua itu.

"Lu liatin apa?." Tanya saka tiba-tiba, sambil membawa segelas air minum.

"Ini semua milik kamu?."

"Oh itu lemari khusus tempat penghargaan gua, itu Ayah gua yang beliin karena waktu kecil gua yang minta." Jujur Saka

"Kamu luar biasa saka, tapi kenapa sekarang kamu tidak bisa seperti itu?."

Saka yang mendengar ucapan Evans itu, membuatnya langsung terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan Evans.

"Apa kamu punya masalah, jika ingin bercerita saya akan mendengarkan dengan baik." Ujar Evans, sambil mendekat ke saka yang terdiam di tempat

"Cuma males aja!." Singkat saka

"Kenapa?" Evans berucap dengan suara beratnya sambil mengelus pucuk kepala Saka

"Hah?."

"Tidak ingin cerita?." Evans semakin mendekatkan dirinya kepada saka.

"Lu ngapain?." Saka menepis tangan Evans yang mengelus kepalanya

"Umur kamu sekarang berapa?." Langsung menanyakan hal lain

"16 Tahun kenapa?." Bingung saka, memundurkan dirinya

"Lahir?."

"20 April, lu kenapa nanyain soal begituan dah!."

"Oh begitu ya, jika saya lahir 13 Maret dan sekarang umur saya masih 17 tahun." Evans menegakkan badannya kembali, dan langsung kembali seperti semula.

"Terus?"

"Agar kamu tahu saja."

"Bikin gua merinding aja tadi, nah minum lu." Saka menyodorkan gelasnya langsung

"Terimakasih, apa sekarang kamu sibuk?."

"Gak juga, emang kenapa?."

"Apa ingin menemani saya untuk berjalan-jalan?."

"Tapi sambil ngambil motor gua."

"Baiklah, katanya kamu belum mandi apa tidak mandi dulu?."

"Emang gua bau ya?." Saka mengendus aroma tubuhnya

"Bukannya kamu bilang tadi, jika kamu belum mandi?."

"Bener juga, ok gua mandi dulu lu tunggu disini aja." Ucap saka

"Saya mengerti."

Saka melangkah pergi dari ruang tamu untuk mandi, tidak begitu lama akhirnya saka selesai mandi dan mulai mencari pakaian yang akan dikenakan olehnya.