BAB 19 : Raditya ingin menumpang

Jam pulang sekolah sudah berbunyi, beralih pada sosok saka yang seperti biasanya ke parkiran untuk mengambil motornya.

Saka ingin bolos sebenarnya tadi tapi karena, tiba-tiba terlalu malas dan berpikir jika bolos seperti biasa dia mau kemana?.

"Hei!." Sapanya, menepuk bahu Saka

Saka menoleh dan mendapati Raditya berada di belakangnya, saka memutar posisi tubuhnya, lalu mengerutkan dahinya.

"Kenapa?."

"Gua mau bareng lu pulang, boleh gak?."

"Maksudnya bareng nebeng ama gua gitu?."

"Ya hari ini gua gak bawa mobil, lagi males aja."

"Boleh, bentar gua keluarin motor dulu." Ujar saka, berjalan kearah motornya dan menghidupkan mesin motor lalu menghampiri Raditya.

"Lu yang bawa?." Tanya Raditya sedikit ragu

"Iyalah inikan motor gua, ayo naik gak usah banyak mikir!." Sahut Saka

"Motornya tinggi sak!." Raditya mencoba naik ke motor saka, cukup mudah baginya.

"Kayak cewe aja lu, emang lu gak bisa bawa motor?." Setelah merasa Raditya naik, saka mengeratkan gasnya dan berlalu dari sekolah.

"Gua kurang ahli aja."

"Sama bego!."

Tanpa di sadari ada sepasang manik mata menatap kepergian mereka, merasa tidak suka dengan kedekatan yang terjalin antara dua orang itu.

Di perjalanan saka dan Raditya, hanya berdiam diri sampai Raditya membuka suaranya.

"Sak lu pernah bonceng orang, selain gua gitu?." Tanya Raditya, mendekatkan diri agar saka bisa mendengar ucapannya.

"Motor kesayangan gua ini?."

"Ya, cuma nanya aja gua ini."

"Gak pernah, baru pertamakali dan ini ke lu!." Ujar saka, terus fokus ke jalan.

"Emang lu gak pernah, bonceng pacar lu gitu?."

"Gak punya."

"Kenapa gak nyari?."

"Cuma pengen sendiri."

"Ntar di tinggal nikah ama temen, baru pengen nyari."

"Lu lagi ngeledek gua atau gimana?."

"Sekalian aja." Celetuk Raditya di tambah tawa kecilnya.

"Emang lu punya?." Ucap saka, bertanya kembali.

"Hah?."

"Lupain." Saka langsung menutup kembali mulutnya, kenapa akhir-akhir ini dia sering berbicara banyak pada orang lain.

"Oh, sak gua main ke rumah lu ya?."

"Ok." Hanya itu jawaban dari saka, dia tidak pintar untuk berbasa-basi.

Setelah sampai di perkarangan rumah saka, Raditya turun sedangkan saka memarkirkan motornya di depan rumah.

"Rumah lu keliatan bersih sak." Puji Raditya, sambil penglihatannya menelusuri setiap sisi rumah saka.

"Oh thanks!." Sahut Saka, dia sedang membuka kunci pintu rumahnya dan akhirnya terbuka lalu masuk bersamaan dengan Raditya.

"Pas hari Senin paginya gua kesini itu, gak sempet buat liat-liat rumah maen masuk aja guanya itu, ya karena pas gua manggil-manggil gak ada yang nyautin, jadi gua langsung masuk aja, maaf kalo gua gak sopan."  Jelas Raditya

"Gak perlu lah, gua malah seneng lu mau berniat bawa gua ke rumah sakit, pas pingsan."

"Itu lemari kayak isi piala, bener gak?." Ujar Raditya, sambil menunjuk ke arah lemari itu.

Raditya dengan langkah cepat, menghampiri lemari kaca itu, dia yang melihat begitu banyak penghargaan membuat ia terkagum-kagum.

"Ini punya lu semua?." Tidak percaya dengan penglihatannya.

"Hmm."

"Lu hebat bener, ini waktu lu kelas delapan SMP juara fisika, menang juara satu lagi, gua pernah ikut lomba fisika di sekolah kita ini, waktu gua kelas satu dulu pas lu belum ada, cuma menang juara tiga." Jelas Raditya, sampai-sampai tidak berhenti menatap penghargaan itu di balik kacanya.

"Tapi hebat juga lu!." Timpal saka, lalu merebahkan diri di sofa.

"Lu gak ganti baju dulu?."

"Tau ah, males."

"Ini kebiasaan lu di rumah gitu, habis pulang langsung tidur, terus siapa nih yang beres-beres rumah?." Menghampiri saka yang berbaring lesu di sofa rumahnya.

"Gua nyuruh setan, kepo bener jadi orang!." Saka bangun dari rebahannya, dan memberi tatapan malas pada Raditya.

"Lah gua emang orang, ya kali hantu." Sahut Raditya, sambil mendudukkan diri di sofa tunggal.

"Berapa lama lu disini?."

"Bentar doang kok, santai sak gua gak akan makan lu hehehe." Kekeh Raditya

"Lu mau makan bilang." Kata Saka, bangkit dari tempatnya.

"Emang boleh?."

"Bayar dulu."

"Gak jadi lah, lu punya game gak?." Tanya Raditya

"Hobi gua bukan nge-game." Jawab Saka

"Gak cowo namanya kalo gak maen game, terus hobi lu ngapain aja?."

"Balapan."

"Balapan motor gitu?."

"Hm."

"Cepet-cepet pengen ketemu maha pencipta ini." Celetuk Raditya, menampilkan wajah mengesalkannya.

"Seterah gua lah." Sahut Saka

Tok tok tok...

"Bos!." Teriak seseorang dari depan pintu

Saka langsung pergi kearah pintu untuk melihat siapa yang memanggilnya, seperti kenal.

"Bos gawat Geng Wsiorn dapet masalah, tiba-tiba di tantang padahal udah minta maaf."

"Bener kita di suruh manggil bos."

"Udah hubungi bos, tapi bos gak ngejawab."

"Ketua Fandri suruh bos dateng buat mecahin masalahnya."

"Ok, bentar gua ganti baju dulu, ntar bilang ama gua apa inti permasalahannya."

Saka langsung berlari menuju kamar mandi dulu, untuk membasuh mukanya, tangan dan kaki. Sudah selesai dengan acara basuhnya saka langsung berlari ke kamar.

Membuka lemari pakaian, dengan cepat saka mengganti dengan Pullover Hoodie berwarna hitam, Jeans hitam, di tambah menggunakan topi berwarna hitam, kacamata hitam, dan masker hitam, setelah selesai saka keluar dari kamarnya.

"Ayo cepet, tunggu Raditya sekalian gua nganter lu pulang." Ujar saka

Raditya menoleh kearah saka, menatap bingung saka kenapa terlihat rapi sekali, apa lagi saka terlihat bukan seperti biasanya.

"Oh ok." Sahut Raditya, lalu mengikuti saka keluar.

"Kalian duluan saja." Perintah saka pada keempat orang tadi.

"Kita ikut saja dengan bos." Ucap mereka serempak.

"Hm." Saka yang tidak suka berbasa-basi langsung mengiyakannya saja.

Sedangkan Raditya belum paham dengan situasi, membuatnya linglung, Raditya masih belum paham dengan panggilan bos untuk saka.

"Gak usah bingung, cepet naik gua gak pengen buang waktu."

Ucapan saka membuat si Raditya langsung sadar dari lamunannya, dan naik ke atas motor.

Dengan kecepatan tinggi saka langsung mengendarai motornya menyusuri jalanan, membuat Raditya dengan cepat langsung memeluk pinggang saka, bagi Raditya ini kecepatan yang sudah di ambang batas.

"Saka gua gak pengen mati!." Histeri Raditya yang sudah ketakutan, karena dia takut akan seperti dulu lagi, menabrak pejalan kaki sampai di bawa ke rumah sakit, itu membuat ia sedikit trauma dengan motor.

"Diem aja!." Timpal saka, dari balik helmnya

Raditya tidak bisa berkata-kata lagi dia lebih mengeratkan pelukannya, sedangkan keempat orang yang mengawal di belakang ikut menyeimbangi kecepatan saka.

Sreett!...

Saka langsung mengerem laju motornya, karena lampu merah, di seberang depan jalan saka ada sebuah kendaraan mobil yang juga ikut berhenti.

Orang itu menatap saka, seperti kenal dengan motornya.

"Bukankah itu motor saka?." Gumanya

"Tapi dia bersama dengan orang lain dan itu Raditya, BERANINYA DIA!." Geram Evans, mengepalkan tangannya tidak suka dengan pemandangan di depannya itu.

Raditya memang masih memeluk saka, dengan detak jantung yang tidak karuan.

"Dimana rumah lu?." Tanya Saka

"Hah?, hah ya rumah gua belok kiri jalan ini terus lurus, dan nanti ada belokan ke kanan nah rumah gua cat warna putih." Jelas Raditya

"Hm." Setelah lampunya berganti menjadi hijau, saka melajukan motornya mengikuti petunjuk Raditya tadi.

Lalu bagaimana dengan Evans, tentunya dengan perasaan marah dia mengikuti kemana saka pergi.

"Orang yang berada di  belakang saka siapa?." Evans bertanya sendiri, terus melajukan mobilnya mengikuti saka dari belakang.

Saka yang sudah melihat rumah yang bercatkan warna putih, dengan pagar besi, saka memberhentikan motornya di depan rumah itu.

"Ini kan?." Ucap Saka

"Ya ini rumah gua, makasih dah nganterin gua, gak pengen masuk dulu?." Raditya turun dari motor saka dengan kaki yang gemetaran.

"Lain kali aja, lu ngapain gemetar gitu?."

"Lu bawa motornya kayak pengen, langsung dibawa ke yang maha kuasa."

"Ok lah, gua pergi dulu." Ujar saka, langsung mengeratkan gasnya dan melaju dengan cepat.

Sedangkan empat orang di belakang, juga ikut menyusul pergi.

"Untung gua gak mati, tapi saka hebat bener bahkan kalah guanya." Guma Raditya, sambil masuk ke dalam rumahnya dan menutup kembali gerbangnya.

Evans berhenti tepat didepan rumah Raditya, dengan tatapan dingin yang bisa membuat siapapun ketakutan melihatnya.

"Raditya kau akan mendapatkan masalah, jika kau terus bersama dengan saka termasuk keluarga mu." Ucap Evans dingin, lalu pergi lagi menyusul saka tadi.