Seperti pagi pada biasanya, Yera dan Arka tengah sarapan dengan keadaan hening.
Meja makan selalu hening semenjak Yera menghindar membuat Arka merasa canggung karna hal ini tak seperti biasanya.
Suara klakson motor terdengar didepan rumah namun mereka tidak menanggapi mungkin itu motor tetangga.
"Yeraaaa," panggil seseorang diluar sana diikuti dengan bel rumah yang berbunyi membuat gadis itu melotot karna mengenali suara tersebut.
Yera mengambil tas ranselnya lalu bergegas menuju pintu.
"Pagiii," sapa Samuel namun Yera malah memukul lengan pria tersebut membuatnya protes tak terima.
"Lo ngapain kesini? Tau darimana rumah gue?" Yera menarik tangan Samuel menjauh dari pintu agar Arka tidak mendengarkan percakapan mereka.
"Loh semalam kan gue nganterin lo pulang, masa lupa," Samuel mendorong jidat Yera menggunakan telunjuknya.
Astaga Yera baru ingat jika semalam Samuel memaksanya untuk mengantar pulang, Yera juga tidak menduga jika pria itu akan menjemputnya untuk pergi ke sekolah.
"Udah yu berangkat, kapan lagi nih gue jemput cewek jelek." Samuel hendak menaiki motor namun kehadiran Arka membuatnya urung.
"Siapanya lo?" Samuel berbisik kepada Yera.
"Kakak gue," balas Yera cepat. "Lo inget kan kalo gue punya kakak yang kuliah di LA? Nah dia."
Samuel mengangguk paham lantas tersenyum kearah Arka.
"Pagi bang," ucap Samuel sembari salim.
"Kamu siapanya Yera?" tanya Arka heran.
"Temen kelas Yera bang."
Arka mengangguk. "Begitu ya. Sudah berapa lama berteman dengan Yera?"
"Buset bang formal banget udah kayak HRD, santai aja," kata Samuel kaget karna bahasa baku yang digunakan Arka. "Dari kelas sepuluh sih," tambah Arka.
"Tapi bang sorry ya semalam Yera pulang larut soalnya abis kerja kelompok, banyakan kok bang ada lima orang lagi," kata Samuel menjelaskan. "Buset deh gurunya ngasih tugas gak kira-kira bikin keteteran mana tiga hari mesti beres."
Arka hanya mengangguk.
"Berangkat dulu ya bang," pamit Samuel.
"Eh Ra mau ke konter dulu gak? Ambil hp," Samuel berujar sembari memakai helm fullsetnya.
"Kata abang konternya juga hari ini bisa diambil, kemarin jatuhnya gak terlalu parah lagian," tambah Samuel.
Arka menatap Yera, kenapa gadis itu tidak jujur jika kemarin ponselnya bermasalah?
"Gak butuh juga Sam, nanti aja pas pulangnya," balas Yera membalas tatapan Arka seolah menyindir.
—[]—
"Ngopi napa ngopi," ucapan Frendi sukses membuyarkan lamunan Yera membuat gadis itu menatap kesal karna terkejut.
"Lagian bengong mulu lo, gatau apa ini sekolah bekas kuburan?" Frendi menyimpan buku tugas diatas meja Yera.
"Samuel mana Samuel? Mau gue ajak tarung, bisa-bisanya kemarin godain cewek gue." Frendi mengedarkan pandangannya untuk mencari sosok Samuel.
Yera mendelik, ia sangat bosan melihat tingkah Frendi yang tak jauh beda dengan Samuel. "Dia dispen."
Frendi tertawa. "Itu dia minta dispen sama guru biar gak jadi tarung sama gue Ra."
"Terserah lo," balas Yera seperti malas menanggapi.
Yera beranjak dari duduknya, ia ingin ke toilet. Lagi pula belum bel masuk jadi ia masih punya waktu.
"Yera," panggil seseorang saat Yera hendak masuk kedalam bilik toilet.
Yera menoleh dan mendapati Bella dan gengnya disana.
Yera mempunyai firasat buruk tentang hal ini.
"Punya muka juga lo setelah ngerebut cowok orang?" Bella menyunggingkan senyuman.
"Gue? Ngerebut cowok lo?" Yera menunjuk. "Ngaco."
Yera tak kalah menatap tajam. "Sorry, siapa ya yang selingkuh?"
"Lo selingkuh Bel?" tanya salah satu temannya seolah tak mengetahui hal tersebut.
Yera menatap mereka dengan meledek. "Jadi kalian bertiga cuman ngasal ikut doang sama ini nek lampir? Jangan mau jadi babu deh."
Bella meloloskan satu tamparan dipipi kanan Yera membuat cewek itu tak tinggal diam dan membalasnya dengan menendang tulang kering Bella membuatnya ambruk meringis kesakitan.
"Lo salah pilih lawan Bel, gue emang banyakan diem di sekolah bukan bearti gue cupu," tegas Yera.
Salah satu teman Bella menarik rambut Yera dan membenturkan kepala Yera ke dinding toilet membuatnya sedikit pening.
Dengan sigap Yera memelintir tangan gadis itu membuatnya merintih kesakitan.
Yera memang sewaktu sekolah dasar sudah diajarkan bela diri oleh Papi untuk berjaga-jaga jadi ia lumayan mahir tentang ini.
Yang lain tidak mau melawan karena tidak mau menanggung resiko sehingga mereka berteriak minta tolong seolah menjadi korban.
Beberapa siswa atau guru yang mendengar segera berlari menuju arah suara dan mendapati dua gadis tengah ambruk sembari menahan sakit dan menangis dan dua lainnya berusaha menolong, sedangkan Yera hanya berdiri menatap dengan datar.
—[]—
Arka menghela nafas panjang, ia baru saja menghadiri panggilan dari guru kesiswaan terkait kasus yang menimpa Yera.
"Mereka duluan Arka yang mulai," bela Yera tidak mau kena amukan Arka.
"Iya, saya tahu. Kamu sudah menjelaskan tadi di ruang guru," kata Arka lagi-lagi menarik nafas.
Meski memang bukan kesalahan Yera sepenuhnya namun tetap saja Yera di skors selama lima hari sedangkan Bella dan temannya hanya dua hari itupun mereka harus tinggal di rumah sakit selama beberapa saat untuk menjalani pengobatan.
"Kamu tidak apa? Katanya kepala kamu dibenturkan?" tanya Arka menatap Yera.
Yera memegang bekas benturan di kepala bagian kiri. "Benjol dikit."
"Jika tidak melawan mungkin kamu bisa mendapatkan luka yang parah, ditambah mereka berempat," ujar Arka sedikit lega.
"Dan itu bikin kamu repot nantinya," sambung Yera menatap keluar jendela. Mereka masih ada di parkiran sekolah, Arka sampai rela menunda meeting hanya untuk memenuhi panggilan sekolah yang mendadak.
"Saya minta maaf tentang kejadian di kantor dan semalam," ucap Arka sembari mengetuk stir mobilnya. "Saya sudah kelewatan dan pasti sudah membuat kamu sakit hati."
"Itu tahu," kata Yera jutek.
"Kamu mau memaafkan saya? Saya akan turuti semua yang kamu mau," ujar Arka menatap yakin kearah Yera membuat gadis itu dengan cepat menoleh.
"Izinin aku bawa Popi ke rumah," ucap Yera membuat Arka melotot.
"Yang lain saja," tolak Arka.
"Yaudah gak dimaafin," Yera menjawab cepat membuat Arka frustasi.
Masalahnya Popi adalah kucing kesayangan Yera dan Arka membenci kucing, karna menurutnya kucing bisa saja buang air besar sembarangan atau bahkan mencakar sofa sampai busanya berhamburan apalagi bulunya yang selalu ada dimana-mana.
"Popi itu gak jorok Arka, dia pinter. Dia tahu harus apa kalo kebelet, dia gak bakal nakal dan dia nurut," jelas Yera meyakinkan.
"Jika dalam dua minggu dia tidak seperti yang kamu katakan, terpaksa saya tidak mengizinkan." Keputusan Arka pada akhirnya membuat ia berdoa untuk yang terbaik.
Yera tertawa. "Makasih."
Tanpa disadari Yera kembali cerewet seperti dulu.
"Kita jemput Popi," ujar Arka sembari memasang seatbelt.
"Sekarang?" tanya Yera kaget.
"Ya sudah minggu depan saja—"
"Go sekarang!" balas Yera cepat sebelum Arka berubah pikiran.