bagian 7

Arka keluar dari kamar lantas pergi menuju dapur, ia berniat untuk membuatkan makan malam.

Tangannya mengambil beberapa bahan yang ia perlukan untuk masakannya.

Arka sendiri terbilang cukup mahir dalam memasak karna dulu saat kuliah di Jerman mengharuskan ia mandiri karna lidahnya tak cocok dengan beberapa makanan disana.

Arka ingin memasak beberapa hidangan dengan rasa pedas dan asin mengingat Yera menyukai masakan itu.

Tangannya sangat telaten ketika memotong bawang bombay, ia seperti chef malam ini. Andai saja Yera melihatnya pasti ia akan terpana karna malam ini Arka sangat mempesona dengan pekerjaannya di dapur.

Setelah kurang lebih empat puluh menit memasak, kaki panjang pria itu melangkah menuju kamar Yera lantas mengetuknya dengan pelan setelahnnya memutar knop pintu tersebut.

Disana terdapat Yera yang tengah terduduk sembari memainkan ponselnya tanpa mengalihkan pandangan ketika Arka membuka pintu kamarnya.

"Makan malam dulu," ucap Arka membuat Yera mengangguk sebelum pada akhirnya pria itu kembali menutup pintu.

Yera tidak mau keluar kamar tapi perutnya tidak bisa diajak kompromi karna sejak siang tadi belum diisi makanan apapun karna ia mengurung diri dikamar sembari menangis.

Yera melangkah keluar kamar menuju dapur, disana sudah terdapat beberapa hidang yang terlihat enak membuat Yera tak sabar ingin menyantapnya.

Yera mengambil duduk di depan Arka, ia mulai mengambil nasi dan beberapa lauk yang terhidang.

Gadis itu makan dengan lahap membuat Arka lega karna ia fikir Yera tidak mau makan.

Suasana tenang karna Yera fokus makan sedangkan Arka sibuk dengan pikirannya tentang kejadian siang tadi. Ia tidak bermaksud seperti itu.

"Soal kejadian tadi siang saya minta maaf," Arka memecah keheningan.

Yera meneguk segelas air sebelum bersuara. "Kenapa minta maaf? Kamu gak salah, aku yang udah kelewatan. Maaf."

Mendengar kalimat itu terucap dari bibir Yera membuat hati Arka ngilu.

Tidak, ini sepenuhnya salah saya. Arka ingin mengucapkan hal itu namun Yera segera beranjak dari duduknya.

"Makasih untuk makan malamnya, maaf ngerepotin. Aku tidur. Selamat malam," ucap gadis itu lalu melengos masuk ke kamarnya lagi.

Arka menghela nafas panjang, kenapa menjadi rumit dan kenapa juga perasaannya sangat tidak enak.

Arka menatap punggung Yera yang menghilang dari balik pintu kamarnya lantas ia menyenderkan bahunya pada punggung kursi.

Pria itu mengusap wajahnya kasar.

—[]—

Satu minggu setelah kejadian Arka melempar kotak bekal itu Yera benar-benar menghindar. Ia tidak mengirimi Arka pesan maupun memanggil Arka untuk hal tidak penting seperti membuka pintu kulkas karna Yera lemas.

Entah kenapa ia merasa cemas dan gelisah ketika gadis itu tiba-tiba bersikap seperti orang asing, itu membuat Arka tak nyaman.

Seperti saat ini, jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam namun Yera belum juga kunjung pulang dari sekolahnya.

Bahkan gadis itu tidak mengiriminya pesan untuk sekedar memberi kabar.

Arka menelpon untuk kesekian kalinya namun ponselnya tetap tidak aktif.

Apa ini? Kenapa Arka sekarang merasa khawatir?

Perasaan apalagi ini, terka Arka.

Arka menoleh ketika pintu rumah terbuka, menampilkan Yera dengan baju seragamnya.

Arka berdiri menghampiri gadis itu untuk meminta penjelasan.

"Habis darimana kamu?" tanya Arka dengan tangan melipat didepan dada, matanya menyorot Yera tajam membuat gadis itu merasakan aura kemarahan.

Yera menunduk tak berani menatap mata Arka. "Aku ada kerja kelompok."

Arka masih setia menatap dengan tajam. "Apa susahnya mengabari saya dahulu? Gunakan ponsel kamu, jangan seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa, sudah tidak butuh ponsel? Kamu fikir yang ada dirumah ini hanya kamu sendiri?"

Arka mengusap wajahnya kasar, tak mengertikah gadis ini jika ada seseorang yang khawatir di rumah?

"lagian apa peduli kamu?" Kalimat yang dilontarkan oleh Yera sukses membuat emosi Arka meluap.

"Apa peduli saya kamu bilang? Ingat Yera, sekarang saya yang bertanggung jawab atas semua hal yang kamu lakukan. Saya memang tidak ingin menganggap kamu sebagai Istri namun tetap saja saya yang akan kena imbas jika terjadi sesuatu terhadap kamu," jelas Arka dengan emosi meluap bahkan suaranya meninggi.

"Kamu ini kerja kelompok atau main bersama pria lain? Apa kata orangtua kamu nanti jika anaknya keluyuran bersama pria lain?" tambah Arka membuat Yera menoleh.

Yera menggeleng. "Kamu kelewatan."

Yera melangkah pergi meninggalkan Arka di depan pintu, gadis itu merasa sakit.

Sesampaikan di kamar, Yera tidak bisa membendung air matanya.

Yera membenci dirinya, membenci karna ia masih saja menyukai pria itu walau kata-kata dan tindakannya selalu membuat hati Yera sakit.

—[]–

"Pagi bi Ijah," sapa Yera kepada asisten rumah tangga orangtuanya yang sengaja dikirim ke rumah Yera untuk pengurus beberapa keperluan seperti bersih-bersih, mencuci pakaian dan mengecheck yang lainnya.

Ya, tetap saja mereka masih membutuhkan ART karna mengingat Yera sibuk sekolah dan harus fokus sekolah jadi bi Ijah rutin 1 minggu sekali berkunjung untuk bebenah.

"Pagi non," balas bi Ijah yang tengah menyiapkan sarapan.

Yera menarik kursi meja makan dan mendudukan bokongnya disana. "Bi Ijah tumben pagi-pagi udah kesini? Dimasakin pula."

Bi Ijah menuangkan air putih digelas jangkung untuk Yera. "Loh emang non gak kangen masakan bibi?"

"Kangen dongg, banget," balas Yera sembari memeluk bi Ijah sekilas.

Bi Ijah bekerja dirumah Yera sejak Yera berusia enam tahun membuat keduanya akrab. Tak jarang juga Yera sering mencurahkan isi hatinya tentang masalah sekolah, pertemanan, keluarga bahkan percintaan semasa ia duduk di bangku menengah pertama.

"Bi Ijah disini aja bareng Yera, biar ada temen," rengek Yera seperti anak kecil.

Bi Ijah mencolek ujung batang hidung Yera gemas, ia masih seperti anak kecil saja. "Kan ada mas Arka."

Mendengar nama Arka disebut membuat Yera cemberut dan tidak bersemangat.

Bi Ijah menatap wajah murung Yera. "Kenapa non?"

Yera menggeleng.

Bi Ijah tersenyum. "Bibi mau balik lagi ya? Mami mau ngadain arisan nanti pukul delapan jadi bibi harus masak dulu."

"Hati-hati ya bi, nanti pas libur aku kesana," ucap Yera sembari mengambil lauk yang bi Ijah masak tadi.

Bi Ijah pamit membuat rumah kembali sepi.

Arka tiba dimeja makan setelah rapi dan matanya tidak menangkap keberadaan bi Ijah. "Bi Ijah sudah pulang?"

Yera mengangguk tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Suasana menjadi canggung, biasanya Arka menyukai keheningan namun kali ini berbeda.

"Saya antarkan kamu ke sekolah, saya hendak pergi dan tempat tujuan saya searah dengan sekolah kamu," ujar Arka sembari menyuapkan nasi kedalam mulutnya.

"Aku mau berangkat sendiri aja, biasanya juga gitu," balas Yera seakan menghindar untuk berangkat bersama.

Arka hanya mengangguk, ia paham jika gadis yang ada dihadapannya tengah menghindar dan Arka tak mau memaksa dan membuatnya tak nyaman.