bagian 22

Yera yang melihat Arka tengah duduk di sofa dengan laptop dipangkuannya itu langsung menghampiri.

"Arka gak bosen apa di rumah masih asik ngurus kerjaan?" tanya gadis itu sembari merapihkan rambutnya, ia lupa menyisir rambutnya setelah mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer.

Jari pria itu masih sibuk mengetik. "Udah kebiasan."

Yera yang mendengar hal itu hanya menyunggingkan bibir.

Gadis itu mengintip layar laptop yang tengah menampilkan teks yang Yera sendiri malas untuk membacanya.

"Arka laper, mau nasi goreng buatan Arka," rengek Yera.

Arka masih tak melepas pandangan dari layar laptopnya. "Iya sebentar lagi."

"Ish laper banget ini, nanti keburu mati," Yera kembali merengek membuat Arka menyerah. Pria itu menutup laptopnya lantas menyimpan diatas meja yang ada di depan sofa.

"Yasudah saya buatkan, tunggu sebentar," Arka beranjak namun Yera mengikutinya sampai ke dapur.

"Kamu bisa gak jangan terlalu formal gitu sama aku?" tanya gadis itu.

Arka menoleh, ia mengurungkan niatnya untuk mengambil bawang putih untuk diiris. "Tidak bisa, sudah menjadi kebiasaan saya bicara formal dengan orang yang belum dekat."

Yera cemberut. "Jadi kita gak sedeket itu ya? Kamu kalau ngobrol sama kak Salsa gak ada tuh pake saya-kamu dan pake bahasa santai. Jadi kamu lebih deket sama kak Salsa ketimbang sama aku?"

Arka mengangguk. "Ya, saya sudah berteman lama dengan dia."

Yera memainkan ujung bajunya. "Arka, tapi aku ini istri kamu. Aku gak mau kamu ngerasa kaku sama aku."

"Aku gak mood makan," Yera berbalik hendak pergi menuju kamarnya namun Arka segera menahan tangan gadis itu.

"Kamu marah?" tanyanya.

Yera melepas tangan Arka yang menahannya. "Engga," ketus gadis itu.

Arka tersenyum kecil. "gak marah tapi kenapa ketus?"

Alih-alih menjawab, gadis itu malah mendelik.

"Aku minta maaf," ucap Arka membuat Yera menoleh.

"Aku?" ulang Yera.

Arka mengangguk. "Itu yang kamu mau?"

Yera tak bisa menahan senyum, gadis itu segera memeluk Arka dengan erat. "Hehe kan enak didengernya."

"Elus rambut aku," perintah Yera yang dituruti oleh Arka namun terkesan kaku.

"Ish yang santai elusnya," protes Yera membuat Arka bingung.

Yera menjauhkan badannya beberapa senti agar ia bisa menatap Arka.

"Kalau aku peluk, kamu peluk balik atau elus kepala aku. Mau cium kepala juga gak papa," jelasnya.

Arka mengangguk paham.

Pria itu mengangkat Yera dan mendudukan gadis itu diatas meja makan membuat sang empunya kaget.

"Bawel," kata Arka sembari merapikan anak rambut Yera.

Yera tersenyum membuat hati Arka merasa senang melihatnya.

"Kamu udah cinta aku?" tanya Yera.

Arka tidak menjawab namun pria itu mendekatkan wajahnya lantas menempelkan bibirnya pada bibir Yera yang manis.

Arka melumatnya membuat Yera bingung harus melakukan apa tapi yang jelas perutnya seakan-akan dipenuhi kupu-kupu yang berterbangan.

Yera mengeratkan pegangan tangannya pada baju Arka, gadis itu hanya mengikuti alur yang mengalir begitu saja.

Arka menangkup kedua pipi Yera, ciumannya kali ini lebih menuntut dari sebelumnya. Yera seolah mengerti dan mengalungkan tangannya dileher Arka.

Bunyi kecapan terdengar jelas.

Ya, Yera pernah menonton adegan yang sekarang tengah ia alami.

Yera segera menghirup oksigen sebanyak mungkin setelah Arka menyudahi ciumannya. Gadis itu merasa oksigen yang berada dalam paru-parunya habis.

Pipi Yera memerah membuat Arka tersenyum gemas.

Astaga melihat Yera salah tingkah mampu membuat Arka tertawa lantas mengusap pipi gadis itu.

Yera cemberut. "Gak ada yang lucu."

Yera hendak turun namun Arka menahannya. "I love you, nyonya Yera Gamila Bimala."

gadis itu tersenyum lebar dan lagi-lagi membuat perasaan senang muncul pada diri Arka.

-[]-

Samuel tengah bersenandung sembari menggambar pada buku halaman belakang.

"Keren juga gambar bangunan reyotnya," kata Yera membuat Samuel menyunggingkan bibir.

"Ini rumah gak reyot ya sayang," protesnya tak terima.

"Eh bentar deh," Samuel mendekatkan wajahnya, memperhatikan sudut bibir Yera yang luka.

"Abis ciuman sama siapa lo? Brutal banget haha," Samuel menjauhkan wajahnya lantas tertawa.

Yera mendengus kesal. Semalam sebelum tidur Arka kembali menciumnya dengan cukup agresif.

"Orang kegigit pas lagi makan juga, jangan asal fitnah," omel Yera.

Samuel kembali tertawa. "Ya santai dong, kan gue cuman bercanda. Biasanya kalau yang jawabnya sewot itu bearti emang bener ngelakuin."

"Ah udah lah males gue sama lo," Yera cemberut.

Obrolan mereka menyita perhatian Gio yang ada dibangku tepat didepan mereka.

"Apa sih ribut-ribut?" tanyanya.

"Temen lo tuh abis di-" Yera segera menutup mulut Samuel.

"Samuel berisik banget gue jahit nih mulutnya?" galak Yera.

Samuel menjauhkan tangan Yera dan kembali tertawa dengan usilnya membuat Yera kesal.

Yera beranjak dari tempat duduknya lantas gadis itu menarik tangan Gio. "Mending temenin gue ke kantin aja yu."

Gio hanya menurut mengikuti Yera yang berjalan dengan wajah cemberut menuju kantin.

"Lo lagi dapet? Kayaknya sensi gitu?" tanya Gio dengan lembut.

Yera menghela nafas lantas berbalik kearah Gio. "Gatau ya gue kalau deket sama Samuel mau lagi dapet kek atau lagi engga juga tetep aja emosian. Cuman ya pagi ini gue emang agak sensi gitu, liat siput yang jalannya lambar aja bikin emosi."

Gio tersenyum. "Lo kalau lagi kesel bawel ya?"

"Gue cuman meluapkan kekesalan gue aja, Gio," balasnya.

"Mau yogurt?" tawar Gio sembari membuka lemari pendingin berisi minuman berbagai merk dan rasa.

"Pas banget, gue emang suka yogurt. Apalagi yang ngasih yogurtnya orang yang gue suka," katanya membuat Gio tertawa sembari menyodorkan satu kotak yogurt.

"Lo suka sama gue?" tanyanya sembari menyodorkan uang kepada penjaga kantin dengan uang pas.

"Ya engga lah, gue suka sama orang lain," ucap Yera menyedot minumannya.

"Samuel?" tanya Gio membuat Yera tersedak.

"Gak ya!" galak gadis itu lagi-lagi membuat Gio tertawa.

Yera memilih duduk dibangku kantin, ia malas untuk kembali menuju kelas.

"Lo pindah kesini gara-gara apa?" Yera bertanya ketika Gio menduduki bokongnya di kursi samping Yera.

"Karna ada lo di sekolah sini," jawab Gio sembari tertawa kecil.

"Lo aja kenal sama gue setelah lima hari pindah kesini," kata Yera menjelaskan.

"Ya gue pindah kesini karna bosen aja di sekolah gue yang dulu, suasananya gak asik," Gio meluruskan kakinya.

Yera mengangguk paham. "Semoga aja deh gak pindah lagi, soalnya disini ada orang gila kayak Samuel."

Gio mengacak-ngacak rambut Yera gemas. "Lo punya dendam apa sih sama dia hm?"

Yera mendengus. "Ya emang kenyataannya gila, bisa-bisanya dia dijadiin ketua basket."

"Bearti dia orang gila yang punya bakat dong?" Gio tertawa.

"Kayaknya gue gak cocok gibahin Samuel didepan temen SMP-nya ini."