Sementara itu di Kota, Rohan terlihat turun dari angkutan umum di depan sebuah rumah kontrakan. Ia menyeka keringatnya yang bercucuran karena teriknya sinar mentari. Seharian di dalam pasar induk, menawarkan hasil panen di kebunnya membuat Rohan kelelahan.
Dari arah dalam rumah, keluarlah seorang wanita yang tengah hamil muda. Ia tersenyum kearah Rohan. Tak lupa melambaikan tangannya yang langsung dibalas lambaian oleh Rohan.
Rohan berlari menghampiri wanita hamil tersebut. Ditaruhnya karung sisa dagangan untuk besok hari lalu memeluk wanita hamil itu.
"Kangen," ucap manja wanita itu.
"Sama. Kangen juga. Kangen Ibu dan juga adik bayi. Adik bayi baik-baik saja kan ditinggal Bapaknya pulang kampung?" Rohan mengelus perut wanita yang bernama Nita dengan penuh kasih sayang.
"Sempet rewel karena kangen Bapak."
Rohan tersenyum lebar. Ia berjongkok di hadapan perut besar itu lalu menciuminya. Tangan wanita itu mengelus rambut Rohan.
"Bapak pulang, nak. Nanti kita kangen kangenan ya." Rohan memeluk perut Nita. Matanya mengedip kearah Nita, membuat wanita itu terkekeh.
"Waduh, gawat! Bapak kangen adik bayi, Ibu yang kelelahan nanti."
Rohan berdiri lalu memeluk Nita. "Yuk masuk."
Rohan menggandeng Nita masuk ke dalam rumah kontrakan lalu menguncinya.
***
Flashback
Nita menitikkan air mata bahagianya saat Rohan menyematkan cincin pernikahan di jari manisnya. Hari itu keduanya resmi menikah siri. Pernikahan yang amat sangat sederhana dan hanya dihadiri beberapa orang kerabat saja.
Rohan yang selama ini bersabar mendapatkan anak dari Alena isterinya, tidak sengaja meniduri Nita tetangga kontrakannya yang seorang janda cantik.
Sebulan setelah itu, Nita dinyatakan hamil oleh dokter. Rohan yang mengetahui kehamilan Nita sangatlah bergembira. Pasalnya ia sudah menunggu lama ingin memiliki keturunan. Dan Nita saat ini mengandung benihnya.
Awalnya Nita menolak usulan Rohan untuk menikah siri dengannya. Mengingat status Rohan yang sudah menikah. Tapi Rohan tidak pantang mundur meyakinkan Nita kalau pernikahan mereka tidak akan diketahui oleh isterinya di kampung.
Akhirnya Nita luluh setelah berpikir cukup lama. Dengan alasan bayi yang dikandungnya, Nita pun menerima lamaran Rohan untuk menikah siri.
Flashback off.
***
Rohan membuka matanya. Pandangan matanya langsung tertuju ke arah punggung Nita yang polos membelakanginya. Seperti yang sudah dikatakannya tadi saat tiba dirumah, Rohan melakukan 'kangen-kangenan' dengan Nita.
Isteri mudanya itu terkulai lemas setelah digempur habis-habisan olehnya. Rohan semakin merapatkan tubuhnya dengan istri mudanya. Tanganya mengelus lembut perut Nita sambil memejamkan matanya lagi.
Nita terganggu dengan milik Rohan yang kembali mengeras di bawah sana. Ditambah tangan Rohan yang mulai menggerayang ke arah dadanya.
"Bapak.... Lelah Pak," erangan Nita manja. Rohan terkekeh. "Bapak ingin nambah lagi, boleh?" Rohan mendusel-dusel hidungnya di punggung Nita.
"Ibu lelah Pak."
Rohan mencumbu isterinya lagi. Nita mengerang nikmat. Ia tidak bisa berkutik saat Rohan kembali menggerakkan pinggulnya maju mundur. Miliknya yang masih tertanam di dalam kembali mengeras seiring dengan liarnya gerakan sang pemilik.
Nita mengerang nikmat, begitu juga dengan Rohan. Rohan sangat beruntung memiliki dua isteri yang pandai memuaskannya diranjang. Sejak kandungan Nita semakin besar, Rohan mulai mengurangi kegiatan panasnya lama-lama.
Yang penting terpuaskan.
"Bapaaaak... aaaakhhh!" Pekik Nita saat benih Rohan menghangati rahimnya. Rohan menghentak pinggulnya beberapa kali sebelum akhirnya terkulai lemas diranjang.
Rohan mencium bibir isterinya. Nafasnya memburu. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Nikmatnya bercinta dengan wanita hamil, pikirnya.
"Terima kasih sayang untuk santapan siangnya," puji Rohan membuat Nita melambung tinggi.
"Sama-sama, Pak."
Rohan mengelus perutnya dan merasakan gerakan dari buah cintanya. "Oh... bergerak Bu," serunya.
"Adik Bayi suka, Pak." Rohan mencium pipi Nita yang chubby sejak mengandung. "Pastilah suka. Ibunya saja suka di goyang Bapak."
Nita tersipu malu. Ia memukul lengan suaminya. "Bapak ih!"
"Loh, memang iya kok. Ibu kan suka kalau Bapak goyang ke kanan ke kiri. Jerit jerit pula seperti tadi."
"Bapak, malu!" Nita menutup wajahnya yang memerah dengan kedua tangan. Rohan tertawa.
Rohan bangun dari tidurnya. Ia membantu isterinya bangun lalu keduanya bergandengan tangan berjalan ke kamar mandi dan melanjutkan sesi panas mereka di dalam sana.
***
"Hari ini jadwal jam berapa kontrol ke bidannya?" tanya Rohan sembari mengenakan pakaian.
"Jam tujuh malam Pak."
Rohan melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh menit.
"Wah, sepertinya kita datang telat, Bu?" Ujarnya membuat Nita mendelik sebal. "Siapa yang bikin telat?!" Nita ketus. Rohan terkekeh.
"Iya deh, iya. Bapak yang bikin kita telat kontrol. Habis mau bagaimana lagi. Bapak kangen Ibu dan adik bayi." Rohan mengedipkan sebelah matanya.
Dengan menggunakan motor pinjaman tetangganya, Rohan mengantar Nita kontrol ke bidan yang berada di ujung jalan. Rohan begitu antusias tiap kali mengantar Nita memeriksakan kandungannya yang sudah memasuki usia kandungan 5 bulan.
Kurang dari 4 bulan lagi Rohan akan menimang anak pertamanya dari pernikahannya bersama Nita Iswara.
"Bulan depan kontrol lagi ya Pak, Bu. Adik bayinya sehat sekali dan mulai aktif."
"Syukurlah Bu Bidan. Kami senang mendengar perkembangannya yang setiap bulannya selalu meningkat."
"Ibu senang, adik bayi juga senang Pak."
Bidan Tuti tertawa. Rohan mencuil hidung isterinya. Keduanya berpamitan pulang. Sebelum pulang, Nita melihat ada pasar malam. Ia meminta Rohan untuk berhenti sejenak di Pasar malam dan berkencan.
***
Rohan masuk ke dalam bilik kamar setelah mencuci muka dan menggosok gigi. Ia tersenyum melihat isteri mudanya duduk bersandar di ranjang sambil membaca sebuah majalah yang baru saja dibeli dari Pasar Malam yang mereka kunjungi.
"Belum tidur, sayang?"
Rohan mengelap wajah, tangan dan kakinya yang basah oleh air menggunakan handuk yang tergantung di belakanh pintu sebelum akhirnya naik ke atas ranjang bergabung bersama isterinya.
"Belum Pak. Masih asik membaca majalah. Seru."
Rohan mengecup dahi Nita, lalu membaringkan tubuhnya dengan posisi kepala tepat di hadapan perut buncit isterinya. Seperti sudah menjadi kebiasaan bagi Rohan sebelum tidur untuk berinteraksi dengan calon anak pertamanya.
Nita meletakkan majalah di atas nakas. Tangannya mengelus rambut Rohan.
"Bapak menciumi adik bayi terus. Ibunya ngga pernah dicium," rajuk Nita manja. "Kalau Bapak ada maunya aja baru ibu di ciumin," lanjutnya lagi.
"Iya kan beda sayang. Bapak ciumin adik bayi karena ini anak pertama yang selama ini Bapak inginkan. Kalau cium Ibu jadinya bergairah."
"Ck! Nafsuan!"
"Ya nafsulah sama isteri sendiri. Kalau tidak bernafsu, tidak mungkin ada adik bayi di dalam perut ibu."
Rohan bangun dari tidurnya lalu menarik Nita kedalam pelukannya. Nita tersenyum. Ia hanya bercanda tapi Rohan menanggapinya serius.
"Bapak sayang sekali sama Ibu dan adik bayi." Rohan menciumi wajah isterinya lalu menciumi perut sang isteri.
"Ibu dan adik bayi juga sayang sekali sama Bapak." Nita mengelus wajah suaminya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Sejak mengandung, Rohan dilarang untuk mencukur bulu wajahnya karena Nita suka meraba wajah Rohan yang berbulu sebelum tidur.
Rohan mengikuti keinginan isteri mudanya untuk tidak mencukur bulu bulu halus di wajahnya. Ia membiarkan bulu bulu halus itu melebar. Rohan menggunakan bulu bulu diwajahnya untuk memantik gairah kedua isterinya.
"Pak, boleh Ibu bertanya sesuatu?"
"Boleh sayang. Ibu mau bertanya apa?"
"Apa reaksi Alena saat tahu Bapak membiarkan bulu bulu halus Bapak seperti ini?"
"Dia mengomel panjang lebar. Alena lebih suka melihat Bapak dengan bulu bulu tipis daripada bulu tebal dan lebat seperti ini."
Nita tersenyum. "Bagaimana ini? Adik madunya ingin suami tetap seperti ini?"
"Apapun akan Bapak lakukan demi isteri senang. Bukankah isteri senang, bayi pun senang?!" Nita tertawa.
"Tapi Alena marah wajah Bapak brewokan."
"Jangan dipikirkan karena itu tidak penting sayang. Sekarang yang terpenting bagaimana bumil cantik dan seksi ku ini bahagia menjalani kehamilannya."
Rohan mencium mesra isteri mudanya. Nita membalas ciuman Rohan lebih mesra lagi. Jika sudah seperti ini, Nita hanya bisa pasrah mengikuti permainan Rohan. Karena saat ini Rohan telah melucuti satu persatu kain yang menempel ditubuhnya.
Malam panas, panjang dan bergairah akan segera mereka lalui kembali.
***
To Be Continue