Petrichor

Seseorang butuh separuh hidupnya untuk melupakan orang lain padahal dia bisa melupakan dirinya sendiri kurang dari satu jam.

-Hiraeth.

***

'Petrichor' seorang gadis menengadahkan kepalanya, mengedipkan beberapa kali kelopak mata yang terasa mulai mengantuk itu. Pekerjaannya akan usai jika hujan tidak menjebaknya disini bersama orang asing yang memiliki ekspresi tanpa senyum itu.

Fara Andara, dia membuka mulutnya saat hendak memanggil lelaki yang tadi duduk tepat di sampingnya karena halte bus yang lumayan ramai digunakan untuk berteduh. Tapi tidak ada suara yang keluar dari bibirnya. Fara menghela napas, dia melepas tasnya kemudian berlari mengejar lelaki itu yang tidak sengaja meninggalkan setumpuk buku dan berlari pergi meninggalkan halte.

Pria dengan nametag bertuliskan Karey itu berhenti saat mendengar derap langkah kaki yang terburu-buru, kemudian dia melepas tudung hoodie abu miliknya.

"Ada apa? Apa kamu mengejarku?"

Fara menumpukan satu telapak tangannya dan dia bernapas tergesa.

Saat pandangannya terangkat, Fara bisa melihat manik mata berwarna hitam sayu menatap tepat ke arahnya.

Gadis itu mengangguk dan langsung menyerahkan setumpuk buku yang dia tinggalkan.

"Aku memang menaruh ini dengan sengaja," ucapnya,

Fara mengernyit kedua alisnya kemudian memasang ekspresi bertanya-tanya, kenapa ada seseorang yang terlihat seperti mahasiswa malah membuang buku yang padahal berharga untuk kesuksesan belajarnya.

Pria itu tertawa sumbang, meski tidak menghadap ke arahnya, Fara tau tawa itu bukan ditujukan untuk tindakannya.

"Padahal aku sudah mencoba meninggalkan buku ini," ucapnya bergumam.

Fara membaca nametag nya dengan jelas, 'Avalia Karey'

"But, thanks,"

Setelah Fara menjawab hanya dengan anggukan, pria itu melanjutkan langkahnya pergi menjauh perlahan.

Meski tidak tau gerangan masalah apa yang sedang dihadapi oleh pria muda itu, Fara paham bahwa menjadi seorang manusia yang hidup itu adalah hal yang sulit. Tidak ada satu waktu pun yang benar-benar bisa dijadikan tempat untuk beristirahat tanpa memikirkan apapun.

"Avalia Karey," Fara mengeja nama pria tadi, dia akan mengingatnya.

***

Fara Andara, seorang gadis cantik dengan banyak kelebihan dalam dirinya. Dia memiliki bola mata hitam pekat, alis rapih, senyum manis terlebih lagi jika terlihat gigi, tidak lupa juga rambut bergelombang dan hidung yang cantik.

Fara memiliki hobby, dia suka bermain dengan Selly yang tak lain adalah kucing favorit nya.

***

Avalia Karey, pria itu berkuliah mengambil jurusan administrasi. Dia punya banyak ketakutan tetap menjadi pribadi yang berani karena tuntutan orang tuanya, tidak banyak yang Karey bisa sebenarnya. Dia hanya bisa menyusahkan bunda nya dengan banyak keperluan kuliah, sementara ayahnya sangat rajin mengirim uang ke rekening Karey, dan tidak pernah disentuh oleh Karey.

***

Haikal Araqsa, hanya memiliki bunda. Dia anak semata wayang, ayahnya pergi dan tidak pernah kembali. Menyukai teman masa kecilnya yaitu Fara Andara.

***

Karey menatap kepergian gadis yang memberikan buku miliknya yang memang sengaja dia tinggalkan disana, gadis itu juga sempat menuliskan sebuah kalimat di buku yang Karey berikan.

"Dia cantik," gumam Karey,

"Jangan pernah berpikir apa yang kamu punya sekarang adalah sebuah beban, lihatlah banyak yang ingin menjadi kamu. Pikirkan saja baiknya, kamu pasti bisa hidup lebih baik lagi. Kalau mau disumbangkan buku-buku nya, aku tau panti asuhan yang menerima buku bukunya. Masih bagus juga, layak disumbangkan," Karey tersenyum, gadis itu polos dan menyenangkan.

Tiba-tiba hujan turun, Karey yang tidak membawa jas hujan ataupun payung mendadak berlari ke arah halte untuk berteduh. Tubuhnya sakit jika terkena air, dia harus berjaga-jaga.

"Namanya Fara Andara tadi?" Karey mengingat nama gadis itu,

Dia membuka beberapa sosial medianya mencari nama Fara Andara, dia menemukan satu di platform Instagram.

Namanya avndara.fara, "Namanya manis," ucap Karey,

Hujannya turun cukup deras, Karey baru menyadari bahwa Fara pasti belum sampai rumahnya. Wah bagaimana jika Fara kebasahan dan sakit? Dia harus menyusulnya.

Karey berlari menerobos hujan dan dia hanya berjalan lurus, melihat tempat berteduh mencari keberadaan gadis itu tetapi tidak ditemukan.

"Mungkin dia sudah sampai," Karey menunduk, dia mengatur napasnya.

"Wah, pasti kena marah jika ayah tau bahwa aku pulang malam dan hujan-hujanan. Harusnya aku belajar,"

"Dan buku-buku ku," Karey berlari lagi menuju halte untuk memastikan buku-buku miliknya aman. Dan ternyata memang masih ada di tempatnya.

"Aku harus cari swalayan untuk membeli baju, dan kemudian pulang. Alasan saja mencari buku pelajaran,"

***

Sementara Fara, dia tadi sedang berteduh di sebalik bangunan. Dia sempat melihat pria bernama Karey tadi, seperti mencari seseorang. Tetapi, Fara tidak terlalu percaya jika yang dicari sebenarnya adalah dia, jadi Fara tidak menghampiri pria itu lagipula hujannya sangat deras.

'Harusnya dia tidak pergi menerobos hujan, dan juga bukunya? Kemana perginya buku-buku itu? Apa dia membuangnya lagi, atau bagaimana? Besok harus kutanyakan jika bertemu'

Sekarang dia sudah sampai di rumah, niat hati ingin membersihkan dirinya dari air hujan. Dia harus mandi kemudian mengerjakan pekerjaannya, tidak banyak tetapi Fara harus segera menyelesaikan pekerjaan nya itu.

***

Sejak satu jam lalu, Fara sudah duduk dan mengerjakan pekerjaannya di meja belajar. Dia mengetikkan banyak kata di keyboard nya, tiba-tiba saja terdengar suara lemparan batu terdengar dari luar balkon kamarnya.

'Pasti Haikal' ucap Fara dalam hatinya.

"Ssst, Ssst! Fara tolong buka, ini aku Haikal,"

Fara mendengar desis dari luar balkonnya, tumben sekali pria itu tidak berteriak-teriak seperti biasanya.

Fara berjalan ke arah balkon dan membuka pintu balkonnya, bagaimana Haikal bisa menyeberang kesini? Itu karena balkonnya benar-benar menyatu mengelilingi rumah. Dan ada satu balkon yang dekat dengan jendela kamar milik Haikal, itu sudah menjadi kebiasaannya.

"Hai Fara!" Haikan melambaikan tangannya,

Fara hanya tersenyum terpaksa, bayangkan saja pekerjaannya belum selesai dan ini juga sudah larut malam. Pukul 00.21, Haikal datang dengan wajah polosnya.

'Ada apa?' Fara memperagakan gerakan tangannya.

Haikal dengan sangat menyebalkan menggeleng, "Aku bosan di rumah, tidak ada orang. Jadi aku pergi kesini karena melihat lampu kamarmu masih menyala, boleh kan?" jawab Haikal,

Fara hanya menjawab dengan dengusan kesal, dia buka orang yang suka diganggu. Akan tetapi, dia adalah Haikal Araqsa. Fara tidak bisa menolak apa yang pria itu inginkan, seperti biasa.

"Kamu lagi ngerjain apa?" Haikal membuka pembicaraan, dia ikut masuk ke dalam kamar Fara.

'Pekerjaan sekolah' tulis Fara dalam selembar kertas.

"Bisa? Ada yang perlu gue bantu?" tanya Haikal,

Fara menjawab dengan gelengan, 'Sudah selesai' ucapnya memperagakan gerakan tangan.

"Kamu udah makan malam?" Fara menggeleng,

"Biar aku masakin, daripada magh kamu kambuh kan. Sebentar,"

Ini yang Fara tidak bisa, Haikal terlalu baik padanya. Perasaan tidak enak selalu menyambar jiwa Fara, tetapi dia tidak bisa menolak karena pria itu akan sedih jika dia menolak permintaannya.