Di malam yang cukup gersang ini aku duduk menghadap jendela sambil makan mie buatan tangan perempuan yang kuanggap adik. Ya, walau tadi dia lupa masukan bumbunya, tetapi aku cukup bersyukur masih ada seseorang yang perhatian di sini.
Sayangnya setiap kali menyuap, hatiku diburu oleh ketidaktenangan yang besar, sebab Vivi diam di sini. Nungguin selesai sebelum pergi ngedate katanya. Asem emang. Bagi dia ngedate, bagiku bukan.
“Bang, nanti ke bioskop, yuk. Nonton.” Dia mengajak ke sana. Nada bicaranya sangat ceria.
“Iya, boleh.” Aku menyahut tanpa menoleh, dan hanya fokus pada mie instan yang sebentar lagi akan habis.
“Yeeeay!” Vivi malah pergi padaku, menggelayut manja di lengan. Ya ampun, ini sungguh membuat perasaanku tambah terbebani saja.