Pertemuan Kenzo Dan Sang Mama

Universitas Negeri kota B

Ke esokan harinya

Seorang pemuda terlihat jalan terburu-buru sambil sesekali melihat arloji di tangan, sebelum akhirnya menatap ke depan dan semakin memacu langkah kaki.

Ia sedang mengejar waktu mengingat jika ia memiliki janji, dengan sang mama seperti permintaannya kepada kakak ipar.

Dan ya, setelahnya ia mendapat jadwal jika pertemuanya di atur siang ini, dengan waktu yang sialnya berbenturan dengan jadwal bimbingan bersama dosen untuk tesis.

Sebenarnya, ia bisa saja meminta sang ipar untuk mengganti jadwal pertemuan, tapi ia mengurungkan niat dengan mengangguk saat malam kemarin bertemu berdua, membicarakan masalah pertemuan tanpa ada kakaknya di ruang kerja mansion.

Lalu, untuk masalah niatnya tinggal sendiri sampai saat ini belum ada keputusan, Samuel bilang masih mencari waktu yang tepat untuk berbicara santai dengan sang kakak, Caitlyn.

Tidak apa-apa, ia pun sebenarnya masih mencari hunian yang pas dan nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Jadi, ia masih ada waktu pula, untuk mengatur hidup ke depannya seperti apa, ketika sang kakak mengizinkan tinggal di apartemen yang disewanya.

Hanya melewati beberapa koridor maka ia akan sampai di area parkir kampus dan ia semakin semangat melangkah, tanpa menyadari jika seseorang memanggilnya dari kejauhan.

"Kenzo!"

Ya, Kenzo lah yang dipanggil dan kini sudah hilang di persimpangan koridor, mengabaikan panggilan dari seorang gadis muda, yang melipat wajah karena merasa diabaikan.

"Huh! Apa dia tidak mendengar panggilanku? Dia terlihat terburu-buru," gumam si gadis penasaran.

Ia sesekali mengangguk dan menyapa balik seseorang yang jalan melewatinya, dengan senyum manis yang diumbar.

"Hai, Ara!"

"Oh hai juga!"

Ara, Arrata tepatnya, yang kembali mengatupkan bibir, setelah teman-teman kelas berada jauh dari tempatnya berdiri.

Ara yang masih berdiri dengan perasaan kesal di koridor karena Kenzo tidak mendengar panggilan tidak menyadari, jika di belakangnya saat ini ada seseorang yang jalan ke arahnya.

Seseorang pria tepatnya, yang kini mengulas seringai dan tiba-tiba saja menepuk bahu Ara, kemudian dengan cepat berpindah tempat berdiri di depan saat si empu bahu membalik tubuh.

Sehingga, ketika nona muda Gandhi berbalik, ia tidak menemukan siapa-siapa di belakangnya.

Puk!

"Siap- loh! Siapa yang menepukku?"

Ara bingung, ia memandangi koridor Sekitarnya dengan kernyitan, sebelum akhirnya mengangkat bahu tak acuh kemudian kembali membalik tubuh dan seketika memekik kaget, saat ada seseorang berdiri di hadapannya.

Kalau hanya berdiri sih ia tidak akan kaget seperti ini. Masalahnya, seseorang itu memajukan wajah sangat dekat dengannya dan terkekeh kecil ketika ia memanggil nama dengan pekikan kesal.

"Akh! Gera.... Reseh banget sih kamu!?"

Bukan hanya memanggil, tapi juga memukuli si sepupu yang kini membawa lehernya ke dalam pelukan, kebiasaan yang tidak pernah berubah.

Grep!

"Kaget ya tiba-tiba melihat orang tampan sepertiku ada dihadapanmu, heum?" bisik Gera, si pelaku penepukan yang justru terkekeh tanpa rasa dosa sama sekali.

Bugh!

Kembali Ara memukul, kali ini bagian perut yang terasa keras ketika mendengar kalimat tidak masuk akal, dari sang sepupu yang meringis kecil merasakan kekuatan tak main-main darinya.

"Tampan dari mana? Melihat dari ujung puncak maksudnya? Mimpi sekali kamu, huh!"

"Kamu lupa, jika sepupumu ini memiliki jajaran fans yang selalu memuji ketampanan ini?" sahut Gera balik bertanya, menatap sepupunya masih dengan seringai menyebalkan terulas.

Ara menggambungkan pipi kesal, kemudian membuang wajah ke arah lain asal tidak menatap Gera, yang selalu membuatnya kesal apalagi jika ada Kenzo.

Ah.... Benar juga, Kenzo.

Seketika ia mengubah raut wajah, saat mengingat panggilannya tidak disahuti oleh pemuda tersebut.

Dan Gera yang melihat perubahan itu bertanya-tanya, mengenai ekspresi yang ditampilkan si wanita cinta dalam hati.

"Ada apa, kenapa wajahmu terlihat sedih begitu?"

Eh!?

Ara segera menoleh ke samping, menatap sejenak sepupunya kemudian mengulas senyum menenangkan, saat melihat ekspresi khawatir yang ditunjukkan Gera.

"Tidak ada, Gera."

"Yakin?"

"Iya, tenang saja. Aku tidak apa-apa, sudah ah! Aku mau ke perpustakaan, ada buku yang harus kupinjam untuk referensi," tukas Ara menjelaskan, meyakinkan Gera yang akhirnya mengangguk, meskipun dalam hati tidak percaya begitu saja.

"Baiklah. Tapi, kemana Kenzo?" tanya Gera setelah mengiyakan seakan ia percaya.

"Kenzo mengabaikanku, dia pergi entah kemana."

Jadi begitu, ini yang membuatmu selalu menampilkan ekspresi berlipat 'kan, Ara? Aku tahu itu dengan sangat, batin Gera menyimpan sedih.

"Kalau begitu aku temani, masih ada beberapa jam sebelum aku pergi," tutur Gera menghibur.

"Benarkah? Tidak bohong?"

"Hmm."

"Oke, yuk!"

Dengan begitu, Ara pun menggandeng lengan Gera layaknya sepasang kekasih, sampai-sampai jika mereka yang melihat tidak mengenal keduanya, pasti akan menyangka memang mereka adalah pasangan yang romantis.

Sedangkan Gera, yang kini digandeng Ara sama sekali tidak menampilkan ekspresi, meski secepatnya akan tersenyum tipis saat tatapan keduanya bertemu.

"Hei! Gera, bagaimana kalau tidak ada wanita yang ingin bersamamu karena aku selalu bersamamu?" tanya Aratta tiba-tiba, menoleh sekilas hanya untuk memamerkan kernyitan di kening.

"Tidak masalah."

"Bagaimana bisa?"

Karena kamu, aku rela melakukan apa saja, termasuk tidak bersama wanita lainnya.

"Kenapa tidak dijawab?"

"Hn, karena mereka tetap akan menerima bahkan mengantre, mau aku jalan denganmu atau wanita lain di luar sana," jawab Gera setelah kembali ditegur.

"Huh! Aku menyesal menanyakan ini padamu, jawabannya sungguh membuatku ingin mencakar wajah, tahu tidak?"

"Tidak."

"Ck! Gera~....."

Pekikan manja yang paling disukainya, tapi sayang Gera hanya mampu menikmati dengan dinding sepupu sebagai pembatas.

Kenzo, jangan menyakitinya apalagi membuatnya kehilangan senyum, jika tidak ingin terjadi sesuatu di antara kita, batinnya.

Ia menikmati perjalanan bersama Aratta dalam diam, menemani bagaimana sang sepupu memilih buku dengan wajah serius yang semakin cantik rupawan.

***

Rumah Tahanan Kota B

Kenzo akhirnya sampai di parkiran rumah tahanan khusus wanita, hendak menemui sang mama yang sudah lama tidak dikunjungi karena kesibukan di kampus.

Sebelum benar-benar bertemu sang mama, Kenzo lebih dulu ke bagian penerima tamu untuk menyerahkan surat kunjungan yang diberikan kakak iparnya.

Ia juga menyimpan barang yang dibawanya ke dalam loker yang disediakan, kecuali kotak makanan yang dibelinya di perjalanan.

Dan setelah menjalani banyak pemeriksaan, mengingat jika tempat sang mama dipenjara peraturannya sangat ketat, Kenzo akhirnya bisa duduk di ruang khusus dan menunggu wanita yang dirindukannya sedang dijemput.

Ia tidak sabar bertemu sang mama tanpa penjagaan seperti biasanya, hingga suara pintu terbuka dan dua orang wanita terlihat di ujung sana.

Kenzo berdiri, melangkah tergopoh sambil menahan ekspresi sendu melihat penampilan kusam seorang wanita yang telah melahirkannya. Berbeda dengannya, yang memakai pakaian bagus dan rapi serta hidup enak.

Grep!

Dengan rasa sesak yang dirasakan, ia membawa tubuh ringkih sang mama kedalaman pelukan hangat dan membisikan kata rindu yang dirasakannya.

"Mah..., Ken datang, Ken sangat merindukanmu, Mah."

Kanaya Ros Browre, mama kandung pemuda yang memeluknya kini ikut membalas dan terisak, saat bisa kembali merasakan pelukan sang putra.

Merasakan bagaimana tubuh putranya yang semakin besar, hingga kini ia tenggelam dengan harum yang menenangkan.

Perlahan Kana melepas rengkuha, meski sempat dapat penolakan dari sang putra, kemudian menatap sayang harta satu-satunya dari mendiang sang suami.

Ia telah kehilangan anak perempuan dari suami terdahulu, hanya tersisa Kenzo dan harta benda yang kini dikuasai oleh keluarga Grahem.

Seketika ia menoleh ke setiap sudut ruangan, mencari sosok pria tinggi yang biasanya selalu berjaga, jika sang putra datang mengunjunginya.

"Kamu sendiri ke sini, Sayang?" tanya Kana penasaran, masih menatap sekitar seakan memastikan jika apa yang dilihatnya benar.

"Ya, Mah. Tuan Sam mengizinkan Kenzo untuk menemui Mama, tepatnya mulai sekarang Kenzo bisa menemui Mama sendiri tanpa perlu pengawasan," jelas Kenzo menatap mamanya dengan senyum senang.

"Benarkah?" Kana menatap berbinar apa yang dikatakan putranya, dengan banyak hal yang ingin dikatakannya.

Ya, ia merasa tidak bebas berbicara dengan sang putra, saat ada seorang bodyguard yang berjaga.

Ia merasa diawasi dengan tatapan tajam pria yang diutus Grahem sialan, seseorang yang sudah menghancurkan kehidupan indahnya, serta kekuasaan yang seharusnya menjadi miliknya, harta dan perusahaan Browre.

"Mah, duduk dulu!"

Ajakan dari Kenzo membuat Kana tersentak kecil, kemudian mengangguk dan menurutku saat lengannya dirangkul oleh sang putra.

Keduanya duduk berhadapan, dengan Kenzo yang membuka sebuah kotak berisi macaroon yang dibeli sebelumnya.

"Bulan kemarin Mama bilang ingin makan macaroon 'kan? Ini, Ken beli khusus untuk Mama," tutur Kenzo lembut, mengambil satu dan mengulurkanya kepada sang mama.

Kana terharu dengan perhatian ini, benar-benar seperti Reyhaan yang memiliki hati lembut, hingga terkadang membuatnya takut akan kehidupan sang putra di luar sana.

Apalagi..., saat ini putranya masih tinggal dengan Samuel Grahem yang sangat dibencinya.

"Terima kasih, sayang."

Ia pun membuka mulut, menerima suapan dan tersenyum saat wajah berbinar sang putra terlihat jelas.

Waktu yang dihabiskan keduanya diisi dengan berbagai obrolan, Kenzo juga terlihat sesekali menyuapi sang mama dan bergantian merasakan suapan, serta usapan yang membuat adik Caitlyn merasakan bahagia.

Kana yang merasa putranya bahagia ikut merasakan bahagia, tapi ia tetap tidak percaya jika putranya benar-benar diperlakukan adil oleh Grehem.

"Kenzo."

"Iya Mah, ada apa?"

Kenzo masih mengulas senyum cerah menatap wanita cantik di depannya, hingga perlahan senyumnya memudar tergantikan dengan raut wajah bingung, ketika pertanyaan aneh terucap dari sang mama.

"Kenzo, apakah benar keluarga Grahem memperlakukanmu dengan baik dan adil, Sayang?"

Eh! Apa maksudnya ini?

Bersambung.