Mulai Berubah

Grahem Mansion

Kenzo memarkirkan motor bersamaan dengan mobil milik Gera yang memasuki garasi.

Tin! Tin!

Mobil berwarna putih tersebut berhenti tepat di samping motor, dengan Kenzo yang masih duduk di atasnya, sengaja ingin menunggu si pengendara keluar dari sana.

Ceklek!

"Hei dude! Baru pulang? Kudengar dari Papa kamu mengunjungi Nenek Kana di sel?"

Sapaan serta tangan terangkat seakan menyapa di dapat dari Gerald, yang kini menutup pintu sambil membenarkan letak tas selempang yang menggantung di bahu kanan.

Wajah keturunan Grahem tampak lelah, tapi masih berusaha menampilkan ekspresi biasa saat berhadapan dengan sang paman.

"Ya, benar. Hari ini kamu ke kantor lagi?" tanya Kenzo.

Ia mencoba bersikap biasa, menerima salam pertemuan dengan mengadu kepalan tangan, kemudian mengulas senyum seperti biasa pula seakan tidak terjadi apa-apa.

"Ya, sehabis menemani Ara di perpustakaan dan sisa kegiatan di kampus. Hanya ada urusan sedikit, setelahnya seperti biasa bersama club tinju sampai sore," jelas Gerald.

"Pantas wajahmu lelah," gumam Kenzo maklum. "Jadi, berapa lawanmu yang kali ini kalah dan membawa wajah biru?" lanjutnya penasaran.

Pasalnya, sang keponakan selalu latihan dengan sparing di akhir kegiatan, jadi ia tahu jika Gera sudah bilang bersama club tinju akan terjadi apa setelahnya.

"Hanya dua orang, yang lainnya sedang sibuk dengan pekerjaan mereka dan sepertinya aku pun akan seperti itu saat magang nanti," jelas Gera, mengangkat bahu sambil melangkah bersama sang paman.

"Aku lebih memilih kegiatan memasak, lebih bermanfaat. Jika mengikuti club tinju dan dapat lawan sepertimu, sudah dipastikan pulang dari latihan wajahku selalu biru," celetuk Kenzo, terkekeh kecil ketika Gera menyenggol lengannya sambil mengumpat.

"Sial! Aku tidak sehebat itu, aku bahkan pernah kalah darimu saat kita sparing karate. Jangan merendah untuk jadi yang terbaik, Kenzo."

Kenzo yang terkekeh, sama sekali tidak marah dengan cibiran tersebut. Meski ia seperti ada bersama Gera, sebenarnya ia diam-diam memikirkan sang mama, tepatnya memikirkan ucapan sang mama kala ia menjenguk.

Ia menyembunyikan apa yang dirasakannya dengan bercanda bersama sang keponakan, seseorang yang sangat disayanginya sama seperti ia menyayangi sang mama.

Dua pemuda yang memiliki rupa sama tampan jalan menuju ruangan dalam sambil bercanda, dengan satu yang melupakan sejenak masalahnya bersama sang mama.

"Selamat datang, Sayang! Selamat datang, Kenzo!"

Sapaan bernada hangat tersebut menyambut keduanya, belum lagi senyum lembut yang diulas dengan tatapan senang, kala kini mendapati dua pria kesayangan jalan bersama.

Sudah lama ia tidak melihat kedua pulang bersama seperti ini, terakhir adalah saat masih sekolah menengah atas dan semenjak kuliah semakin jarang, karena pilihan kelas keduanya dan kegiatan luar yang berbeda.

"Mah! Kenapa Mama semakin hari kian cantik? Bagaimana kalau Gera dan Papa saling memeperebutkan Mama?"

Gera yang pertama menyahut, berkelakar seperti biasa dan meninggalkan sang paman dengan berjalan tergopoh, menuju seseorang yang dipanggilnya mama.

Cup!

Sebuah kecupan diberikan segera oleh pria tampan dambaan kaum hawa, memeluk sekilas sang mama yang menyambut di awal masuk ruang tamu.

"Kamu sedang merayu? Bukankah banyak gadis lebih cantik di luar sana?" sahut Caitlyn sambil memicing curiga. "Katakan, apa yang sedang kamu inginkan, heum...."

Dan seketika ia terkekeh, saat mendengar bisikan sang putra yang perlahan melepas pelukannya.

"Jalan sama Gera besok ke mall, oke cantik?"

Kegiatan hangat pasangan ibu-putra antara keduanya disaksikan dengan senyum hampa oleh Kenzo, saat lagi-lagi ingat akan sang mama yang sore ini dijenguknya.

Ia memutuskan untuk berdehem, dengan sang kakak yang menoleh dan kembali tersenyum hangat.

"Kenzo, bagaimana dengan Nyonya Kana? Kamu menemui Mamamu sendiri, padahal aku bisa menemani jika tidak ingin bersama Theo seperti biasa."

"Tidak apa-apa, aku bisa sendiri dan sudah bisa mengurus ini. Kakak tidak perlu khawatir denganku," sahut Kenzo memasang senyum seakan meyakinkan, kemudian melanjutkan kalimatnya saat merasa lelah, serta merasa canggung berada di tengah-tengah keduanya. "Kalau begitu, aku duluan ke kamar semuanya. Aku sangat lelah dan masih ada tugas kampus yang harus dikerjakan."

"Ya sudah! Nanti turun untuk makan malam ya, Samuel tidak ikut makan jadi kita hanya bertiga. Oke?" sahut Caitlyn mengangguk kecil, mengerti dengan kegiatan sibuk adiknya.

Kenzo hanya mengangguk, kemudian menatap Gera yang balas tatapannya dengan ekspresi biasa, tapi siapa yang tahu akan pikiran si putra Grahem ini.

Ya, apalagi saat mengingat kampus, tepatnya Aratta yang siang ini menampilkan ekspresi berlipat, karena sang paman mengabaikan wanita yang disayanginya.

"Gera, aku duluan!"

"O, ah! Ya, aku masih harus menggoda wanita cantik di sini, mumpung yang punya belum pulang," sahut Gera cepat, sempat kaget tapi segera diatasi dengan gombalan kepada sang mama seperti biasa.

Kenzo hanya mengangguk dan setelahnya meninggalkan ruang tamu, menuju lantai atas dimana kamarnya berada.

Ia memasukinya dan mengunci segera, menghambur ke atas tempat tidur empuk sambil meletakkan lengan di kening.

Brugh!

Huft...

Helaan napas kasar berhembus begitu saja dari hidung mancung si keturunan Carla-Browre, seakan beban berat menggelayut saat obrolan serius bersama sang mama kembali terngiang dan berputar-putar di atas kepala.

Sebenarnya, siapa yang harus dipercayanya?

Kenapa sang mama berkata seperti itu mengenai keluarga yang sudah merawatnya hingga besar seperti ini?

Apakah ada sesuatu yang tidak diketahuinya dan dirahasiakan darinya, meskipun sang mama sudah menceritakan semua yang tidak diketahuinya selama ini.

"Sebaiknya aku lupakan sejenak, ini semua membuatku bingung. Pertama yang harus didahulukan adalah magang, tesis dan lulus. Belum lagi rencanaku tinggal sendiri di apartemen, satu-satu harus kuselesaikan tanpa tersisa," tukas Kenzo memutuskan.

Ia beranjak dari rebahan sambil merenggangkan leher dan kedua tangannya.

Masih ada yang harus diselesaikan, agar besok bisa segera menghadap dosen di kelas yang belum diselesaikannya.

***

Universitas Kota B

Keesokan harinya...

Hari kembali berlalu, seperti biasa Kenzo melakukan aktivitas dengan kesibukan semakin bertambah.

Beruntung tugas yang semalam dikerjakannya diberikan apresiasi berupa nilai plus.

Ia harus lulus dengan predikat tertinggi, melampaui seseorang yang menjadi saingan secara tak langsung sedari dulu.

Kebetulan kegiatan kampus pun sudah selesai, ia hanya ada beberapa kelas untuk hari ini dan berencana ingin menemui seseorang.

Jalan sambil sesekali mengangguki sapaan untuknya, Kenzo akhirnya sampai dekat kelas seseorang yang dituju, tepatnya di kelas dengan seseorang itu terlihat dari tempatnya berjalan saat ini.

Ia baru saja ingin menyapa ketika sampai di depan pintu, tapi urung saat mendengar suara lain dari dalam sana.

"Ck! Ayolah Ara, jangan bercanda. Kenapa harus aku, heum.... Kamu kan tahu, aku tidak suka tampil di depan umum dengan tujuan pamer wajah."

Kenzo yang baru sampai di depan pintu kembali bersembunyi, menyandarkan punggungnya di dinding dan merapat di sana.

Suara itu jelas ia kenal, tapi kenapa harus bersembunyi seperti ini dan menghindar?

"Gera..., tolong aku ya. Hanya untuk fashion show ini kok, ini tugas untuk memenuhi nilai semester bulan ini. Habis siapa lagi yang bisa kumintai tolong selain kamu, kesayanganku. Pria yang paling aku cintai seumur hidupku."

"Halah.... Ada maunya aja merayu."

Kenzo sering mendengar rengekan dari wanita di dalam sana, tapi ia baru ini mendengar dengan pernyataan yang entah kenapa membuatnya tidak suka.

Ia sedang sensitif dengan banyak hal, termasuk wanita yang diam-diam disukainya.

Ia pun sudah sering melihat keduanya mesra di berbagai kesempatan dan selalu menyimpan rasa iri untuk dirinya sendiri.

Namun, kenapa kedekatan keduanya kali ini berasa sangat menyebalkan baginya?

Apakah cinta terpendamnya juga akan dikuasai, seperti perusahaan keluarga Browre sesuai yang diceritakan sang mama kemarin?

"Gera, please.... Bantu aku untuk yang ini. Kalau nilaiku yang paling tinggi dari lainnya, aku mau dibawa kamu kemana aja dan kapan aja. Aku nggak akan protes kamu memerintah, aku juga nggak akan ngamuk dan melipat wajah. Ya, ya...."

Suara rengeken kembali terdengar, Kenzo semakin memasang telinga awas saat merasa aneh dengan semuanya.

Kenzo dari dulu merasa jika Gera ada rasa berbeda dengan Ara, tapi ia selalu menampiknya dan menganggap itu adalah kasih sayang sesama saudara.

Namun, ketika ia memberanikan diri untuk kembali melihat ke dalam sana, kenapa pemandangan yang mengejutkan justru dilihatnya?

Di dalam sana, dua orang yang ia kenali kini duduk saling berhadapan, tapi dengan satu yang memunggunginya. Sehingga, ia tidak dapat melihat jelas bagaimana wajah si pria, Gera.

Ya, Gera duduk dengan membalik kursi, menghadap Ara yang menampilkan ekspresi terkejut, membuatnya penasaran dengan apa yang terjadi.

Pasalnya, ia tidak bisa lagi mendengar obrolan keduanya, karena Gera seakan sedang berbisik dan tidak ingin yang lain mendengar pembicaraan.

Namun dari semua yang membuatnya penasaran, bagian terakhir adalah yang paling membuatnya terkejut.

Di depannya saat ini, ia melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Gera memajukan wajah mendekati Ara.

Hatinya sakit, ia memilih lekas meninggalkan depan kelas tanpa melirik ke belakang, menjauhi tempat yang membuatnya harus rela merasakan sakit untuk pertama kalinya.

Seharusnya ia tahu, meskipun Gera tampak mendukung dan menggodanya seakan setuju ia bersama Ara. Perasaan Gera belum tentu sepenuhnya jujur kepadanya.

Apalagi, Arrata adalah gadis cantik dengan segala pesona yang juga membuatnya jatuh hati.

Sial!

Bersambung.