Grahem Mansion
Malam harinya....
Caitlyn terlihat duduk menyandar di kepala ranjang sambil membaca sebuah buku. Sedangkan sang suami, terlihat jalan menghampiri dimana istrinya berada, naik ke ranjang dan segera menyusupkan wajah di perut.
"Oh Tuhan..., aku lelah dengan urusan pengalihan nama penerus keluarga Browre."
Sam mengeluh sambil menghembuskan napas lelah, ketika ia selesai menghirup dalam aroma khas kesukaannya dari sang istri, aroma yang sangat menenangkan dari awal ia bertemu kala itu.
"Loh..., memangnya ada apa, sayang? Bukankah sudah dari awal kamu bilang tidak akan ada masalah," tanya Caityln bingung dan penasaran.
Pasalnya, apa yang sedang dikatakan suaminya sangat penting. Bukan hanya bagi kehidupan keluarga, tapi juga adiknya yang memiliki hak untuk menerima.
Sam tidak lantas menjawabnya, ia justru kembali menghembuskan napas, seakan ada sesuatu yang mengganjal jalur pernapasannya, ketika ingat perdebatannya saat meeting pengalihan nama di perusahaan Browre.
Dan Caitlyn yang merasa jika suaminya sungguhan lelah, mencoba menenangkan dengan mengusap perlahan kepala, yang kini masih asik bersembunyi di perutnya.
Perlahan, Sam yang merasakan usapan lembut mulai mencoba menenangkan diri, mengangkat wajah dari sana dan duduk tegap berhadapan dengan sang istri.
"Iya, memang seharusnya seperti itu. Tapi, banyak sekali bahkan hampir semua pemilik saham yang protes dan tidak menginginkan pemindahan nama ini," jelas Sam, sengaja menggantung kalimat, ingin memastikan jika sang istri mengerti apa yang dimaksudnya.
"Mereka tidak ada yang setuju?" Caityln menyahuti sambil menatap Sam serius, ikut merasa khawatir jika adiknya tidak diterima, pun jika sang suami berhasil menjadikan sang adik sebagai pewaris.
"Iya, meskipun ada, tapi itu tidak bisa memenangkan suara penolakan lainnya," sahut Sam, memasang wajah kesal dan menyesal. "Aku bisa saja menggunakan hak sebagai pemimpin. Tapi, aku tidak ingin dia dipandang sebelah mata, hanya karena menjadi pemimpin dengan bantuan orang berkuasa, Schatz (Sayang)."
Sam melanjutkan kalimatnya dengan dilema dirasa, meski masih berusaha untuk memperjuangkan hak adik iparnya.
Apalagi ia tahu, jika Kenzo adalah sosok yang tepat menjadi pemimpin di perusahaan mendiang terdahulu Browre, sebelum kehilangan pewaris yang meninggal karena kecelakaan bersamaan dengan papa mertuanya.
Seorang wanita bersama Tania, wanita yang sama sebagai penyebab istrinya menjadi yatim piatu.
Menyisakan Kenzo sebagai pewaris meski tidak sekuat dirinya, yang memiliki surat legal sebagai pemilik mutlak Browre.
"Aku mengerti apa maksudmu, Sayang. Tapi, mereka 'kan belum melihat bagaimana dia memimpin. Kupikir, kamu harus membuat mereka menilai dan dengan begitu mereka akan menyadari, bahwa kinerja pewaris yang kamu maksud bisa melebihi ekspektasi mereka."
Sam menatap istrinya dengan kepala mengangguk mengerti, bukannya ia tidak pernah memperlihatkan cara kerja Kenzo, tapi ketika diperlihatkan, mereka justru ingin Geralah yang menjadi pemimpin jika diganti alih-alih Kenzo itu sendiri.
Ini membuatnya dilema, karena masih bertemu dengan orang yang memandang orang lain, karena keturunan semata dan bukannya dari cara kerja.
"Sudah Schatz. Tapi apa kamu tahu, yang kudapat justru adalah mereka ingin Gera yang menjadi pemimpin Browre menggantikan aku. Ya Tuhan, putraku...."
Caityln ikut terdiam mendengarkan apa yang diucapkan suaminya. Tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena kini ia masih berpikir tentang masalah yang baru diketahui separah ini.
"Ini yang membuatku malas jika kerja bersama beberapa orang memegang saham. Tapi, jika tidak ada mereka, Browre pun belum tentu ada sampai saat ini," imbuh Sam ketika mengingat jasa para pemegang saham.
Ia tidak bisa menyalahkan, jelas, mereka pun menanam investasi di perusahaan Browre karena ingin untung.
Dan, jika sampai kursi kepemimpinan diberikan di tangan yang salah, bukannya untung nanti yang didapat justru malah kerugian.
Memangnya, siapa yang ingin rugi? Tidak ada 'kan.
"Itu sebabnya kamu memutuskan untuk mengubah sistem di Grahem menjadi pribadi, karena tidak ingin pusing dengan permintaan para pemilik saham. Begitu kah?" tanya Caityln, ketika mendengar gerutuan suaminya.
"Ya, tepatnya semua ini untuk Gera. Aku harus pastikan jika Gera tidak kesusahan menjalani hidup di dunia yang kejam, dunia bisnis," jawab Sam sambil mengangguk kecil.
"Baiklah, sebaiknya kamu istirahat. Besok pikirkan lagi cara untuk bisa membuat mereka bungkam, karena aku yakin jika adikku mampu menjadi pemimpin baik sepertimu. Oke?" tukas Caityln, menyudahi diskusinya bersama sang suami.
Sam mengangguk kecil mendengarnya, kemudian membantu sang istri menyimpan buku dan memadamkan lampu kamar. Sehingga, kini kamar yang semula terang benderang menjadi remang, hanya menyisakan penerangan dari lampu kecil di atas nakas.
Di kamar lainnya, tepatnya kamar yang pintunya baru saja ditutup kasar, terlihat seorang pria muda berdiri memunggungi pintu yang ditutupnya.
Kepalanya menengadah ke atas sana, sambil menarik napas berulang seakan menenangkan hati dan pikirannya.
"Mereka ingin Gera yang menjadi pemimpin Browre menggantikan aku."
Apa ini? Kenapa lagi-lagi ia mendengar pembicaraan mengenai perusahaan Browre?
Perusahaan yang sang mama bilang seharusnya menjadi miliknya. Namun, kenapa ada nama Gera disebut dan menjadi pemimpin segala macam?
Apakah benar, kakak iparnya ingin menguasai apa yang dimiliki sang mama?
Kalau memang iya, kenapa dirinya dirawat dengan penuh kasih seperti ini?
Mungkinkah kakak dan kakak iparnya ingin meminta maaf atau justru memperalatnya, dengan memperlakukannya penuh perhatian dan kasih sayang dari hati?
Hingga suatu saat nanti, ketika waktunya ia tidak dibutuhkan lagi maka ia akan diperlakukan kejam seperti sang mama yang dimasukkan ke dalam penjara?
Mungkin kah begitu?
Tidak!
Ia menggelengkan kepalanya segera, menampik apa yang dipikirkannya dan masih harus mencari kejelasan, hingga tidak ada yang mengganjal di hatinya.
"Aku harus bertanya," gumam Kenzo, tapi kembali ia berpikir dan menggelengkan kepala. "Aku tidak berhak bertanya, selama ini aku selalu diperlakukan sama. Sehingga, aku lupa caranya untuk protes dan bertanya dengan kata 'kenapa' di depannya," lanjutnya muram.
Kenzo dilema, ia berjalan menuju tempatnya biasa belajar dan mengerjakan tugas, duduk di sana kemudian termenung.
"Cobalah kamu membaca berita lama, tentang keluarga kita, Sayang. Kembalilah minggu depan dan kita akan berbicara lebih banyak lagi, tentang semua kejadian di masa lalu."
Deg!
Kenzo tersadar dari termenungnya, segera membuka laptop dan menghidupkan daya.
Ia mengetuk permukaan meja tidak sabar, saat layar masih menampilkan gambar loading.
Keluarga kaya sekelas Grahem dan Browre, tidak mungkin tidak memiliki jejak digital mau itu sudah beberapa puluh tahun sekalipun.
Ia akan memulai pencariannya dari sana, kemudian mengambil inti dari pemberitaan berbagai sumber, barulah bisa mengambil sikap setelahnya akan bagaimana terhadap Grehem.
Akhirnya layar berubah menjadi foto tiga orang sebagai background. Biasanya, ia akan memandangi sejenak gambar keduanya dengan senyum kecil. Namun saat ini tidak, justru ia menatap kecewa dan segera membuka tab dengan mesin pencarian tertera di layar.
Selanjutnya, hanya ada kesunyian di dalam sana, dengan si empu kamar menampilkan ekspresi yang berganti di setiap apapun yang dibacanya.
Kenzo tidak tahu, jika dulu mendiang kakaknya adalah tunangan sang ipar dan ia pun tidak menyangka, jika sebagian besar berita yang dibacanya sama seperti yang dikatakan sang mama.
Namun ini aneh. Kenapa semakin banyak artikel yang dibacanya, bukannya meringankan rasa penasaran justru membuatnya semakin bingung, tentang perbedaan sudut pandang yang dimuat dari berbagai sumber yang kembali dibacanya.
Ini semakin membuatku bingung, batin Kenzo frustrasi.
Berbeda situasi dengan kamar yang dihuni Kenzo, di kamar lainnya ada keturunan Grahem yang sedang berjalan hilir mudik, sambil memasang pose saat ia sampai di depan sebuah cermin tinggi.
"Ara sialan! Apa aku harus jalan kaku seperti robot seperti ini di depan umum? Untung saja aku menyayanginya."
Gera mengumpat di depan cermin, sebelum akhirnya kembali berjalan dan mencoba untuk bisa rileks. Namun, sebanyak apapun ia mencoba memasang wajah rileks, tetap saja wajah datar tanpa minat yang terpasang.
"Oh my..., kupastikan kalau kamu benar-benar membayar jasaku dengan mahal Arrata."
Kembali ia mengumpat, meski tetap saja bibirnya mengulas senyum senang kala mengingat wajah itu, wajah Ara yang membuatnya selalu jatuh dalam pesona terlarang.
Jelas ia tahu tidak mungkin, tapi tetap saja menyimpan tanpa niat untuk membuang dan melupakan rasa itu.
Namun, ia dibuat lupa diri ketika bisa mendapat kesempatan, untuk mendekati wajah yang justru memasang ekspresi lucu, saat meminta bantuan kepadanya.
Apalagi, ketika ia berbisik di depan wajah Ara, dengan pukulan bertubi-tubi yang diterimanya.
Ya, siang ini tidak ada adegan ciuman atau hal aneh antara sepupu Grahem-Gandhi. Jika nyatanya, Gera justru tergelak dengan Ara yang memasang wajah masam sepanjang kebersamaan mereka.
Ara, apapun yang membuatmu bahagia, aku akan memberikannya, sekalipun itu Kenzo yang kamu sukai.
Bersambung.