Bab 5

~ Sebelumnya ~

Saat jam enam di pagi hari, Sandi membuka pintu rumahnya dan melangkah keluar. Karena perubahan drastis dari cuacanya, dia mengenakan sebuah jaket yang sangat tebal berwarna abu-abu, namun meskipun begitu, suhu di luar ruangan masih membuatnya gemetar dengan tidak sadar, dan dia bertanya-tanya seberapa banyak orang menjadi sakit dan flu karena perubahan suhu yang mendadak ini.

Menjadi seorang pemandu wisata berbeda dari pekerjaan lainnya. Para pemandu wisata tidak memiliki waktu perjalanan yang tetap, terkadang bahkan menghabiskan selama beberapa hari dan beberapa malam di luar termasuk hal yang normal. Brian memberitahukan padanya jam kerja hari ini namun tidak memintanya untuk mempersiapkan hal lainnya, perjalanan hari ini di harapkan menjadi pendek.

Sandi mengangkat kedua tangannya dan meluruskan jaketnya, lalu berjalan ke arah lift dan menunggu liftnya untuk turun. Sandi mengamati jumlah angka yang berkurang pada panel angka lift ketika seseorang datang ke sebelahnya. Sandi sedikit merasa terkejut, tapi kemudian mengingat kalau tetangganya yang telah menghilang selama tiga tahun sudah kembali kemarin.

"Selamat pagi, kamu bangun lebih pagi." Milo menguap, wajahnya penuh dengan rasa kantuk.

"Karena aku harus berangkat kerja. Kenapa Tuan Milo keluar pagi-pagi begini?" Tanya Sandi.

Milo mengusap kedua matanya, lalu dia menjawab dengan suara berbisik karena mengantuk, "Bukankah kemarin aku bilang kalau aku ingin membuka sebuah toko bunga? Semakin aku memikirkan hal itu, semakin aku yakin kalau hal itu adalah sebuah ide yang bagus, jadi aku berencana untuk pergi keluar hari ini untuk menyelidiki bunga apa yang sedang populer akhir-akhir ini, dan membeli beberapa bibit bunga untuk di tanam."

Pintu lift terbuka dengan suara *ding-dong*, Sandi tidak melanjutkan perbincangannya dengan Milo saat mereka melangkah masuk ke dalam lift. Sandi berdiri dengan tanpa ekspresi di sebelah Milo yang masih menguap. dan hanya ketika mereka melangkah keluar dari pintu bangunan tempat tinggal Milo gemetar karena merasa kedinginan, dirinya kini sepenuhnya terbangun karena hawa dingin itu.

Melihat Milo yang membungkus tubuhnya erat dengan pakaiannya dan berlari untuk menunggu bis, Sandi berpikir, 'Bukankah dia dan orang biasa terlihat begitu sama? Dia sama sekali tidak terlihat seperti Orang yang Selamat.'

Setelah menaiki trem, Sandi bersandar di tempat duduknya. Orang-orang yang bangun pagi di sekitarnya sedang membicarakan tentang Orang yang Selamat, dan beberapa pekerja sosial dengan tampang mengantuk sedikit merasa khawatir masalah itu karena mereka mengira kalau Orang-orang yang Selamat yang kembali dari aliran dunia tanpa batas dengan kemampuan yang aneh itu pastinya akan menjadi pesaing yang kuat di pekerjaan mereka.

Tidak akan menjadi aneh jika satu atau dua Orang yang Selamat muncul entah dari mana dan bekerja. Bagaimana pun, kemampuan Orang-orang yang Selamat adalah untuk bertarung dengan hidup mereka. Sangat kasihan untuk para pegawai-pegawai itu yang akan memiliki kesempatan untuk naik jenjang.

Dengan kedua tangannya berada di dalam kantong di sepanjang jalan ke arah tempat berkumpul, Sandi melihat kalau Tom dan Brian sudah sampai. Mereka melambai ke arah Sandi, memberi isyarat pada Sandi untuk datang.

"Ini adalah pakaian-pakaianmu." Tom menyerahkan satu setel pakaian kerja pada Sandi, "Tahun ini benar-benar bagus. seminggu yang lalu suhunya sangat panas seperti sebuah perapian, hari ini suhunya dingin seolah-olah kita akan menghadapi musim dingin, aku rasa dalam beberapa hari ke depan suhu akan semakin turun di bawah nol derajat."

"Bagaimana pun, bahkan para orang-orang yang dari aliran dunia tanpa batas itu keluar, di bandingkan suhunya, hal itu lebih luar biasa." Brian menyela.

Tom mengangguk setuju dan berkata, "Kamu benar."

Berganti pakaian ke pakaian kerjanya, Sandi memakai topinya untuk menutupi rambutnya yang berwarna putih, "Jam berapa kita berangkat hari ini?"

"Jam 7:30, para penumpang seharusnya datang ke tempat pertemuan nanti. Ingatlah untuk tetap mengawasi mereka saat kalian sudah sampai di puncak, terutama pada anak-anak muda yang ikut." Brian masih merasa sedikit khawatir, "Banyak orang di sini karena kawah yang di hantam oleh Orang yang Selamat itu. Ketika waktunya sudah tiba, aku akan menjelaskannya. Karena Sandi tidak suka berbicara, kamu akan mempertahankan barisannya."

"Oke." Sandi merespons, "Jadwal kita sangat pagi hari ini, apakah ada tim lainnya di siang nanti?"

"Ya, jujur saja, aku tidak begitu mengerti kekaguman yang anak-anak muda itu miliki pada Orang yang Selamat itu." Brian menggelengkan kepalanya, "Sampai-sampai harus ke sini untuk secara personal melihat sebuah lubang yang di buat oleh salah satu Orang yang Selamat itu."

Tom tertawa keras, "Hey, aku bilangin, kamu benar-benar tidak memperlakukan Sandi sebagai orang muda, aku ingat kalau Sandi baru berumur 23 tahun."

"Ha?" Brian terdiam sejenak, lalu tertawa bareng, "Aku tidak bisa menahannya, Sandi benar-benar ketinggalan jaman dan dewasa, aku lupa kalau dia masih muda."

Sandi menggerakkan badannya sedikit, lalu dia melihat seseorang datang dari kejauhan, "Mereka sudah berdatangan."

Tom dan Brian bergegas menyambut mereka, menunjukkan jalannya kepada para wisatawan. Mereka menyuruh orang-orang itu untuk masuk ke dalam bis dan menunggu sejenak. Kali ini perjalanannya dengan banyak orang, jadinya akan menjadi penantian yang panjang.

Para wisatawan datang satu per satu, sebagian besar dari mereka adalah orang-orang muda. Sebelum naik ke dalam bis, mereka terus menerus bertanya apakah benar-benar ada seorang Yang Selamat yang menghantam sebuah lubang. Ada juga orang yang sedang memegang sebuah kamera video, mungkin seorang blogger video yang sedang sedang membuat vlog, dan setelah melihat Sandi, dia sudah berharap kalau dia bisa merekam Sandi juga. Tapi setelah di tolak berkali-kali, dia naik ke dalam bis dengan wajah yang kecewa.

Waktu berlalu, dan dengan cepat jam menunjukkan pukul 07:30.

"Waktunya berangkat." Sandi menatap Brian, "Apakah semua orang sudah datang?"

"Satu lagi." Brian membandingkan jumlah orang yang hadir dengan datanya, "Nama yang terdaftar adalah Ricko. Mari kita tunggu lima menit lagi. Dalam lima menit, aku akan meneleponnya dan bertanya apa yang terjadi."

Sandi menundukkan kepalanya saat Brian menyebutkan nama Ricko ketika dia sedang melamun. Ricko adalah nama teman masa kecilnya. Dia meninggal karena serangan jantung tiga tahun yang lalu, dan ketika Sandi bergegas kembali pulang, Ricko sudah lama di kremasi. Jadi dia bahkan tidak bisa melihatnya sekali lagi. Jadi kemungkinan itu adalah seseorang dengan nama yang sama, lagi pula, Ricko bukanlah nama yang tidak biasa.

Sandi menoleh dan mulai memeriksa barang-barangnya, sebelum dia menyelesaikan pemeriksaannya, sebuah tangan menyentuh pundaknya. Sandi secara tidak sadar menyikut orang itu yang mana mengeluarkan dengusan teredam di belakangnya dengan suara yang tidak asing.

Bersambung