***
Wangimu dan Suaramu…
Canduku dan selalu menjadi candu untukku…
***
Motor itu membawa Arrio dan Arra menuju ke jalan pantai yang penuh dengan temaram lampu di malam hari. Lengan Arra yang melingkar di pinggang Arrio, serta dagu gadis itu yang menempel ke pundak sang pemuda membuat semuanya semakin indah. Angin malam yang berhembus membuat Arra semakin mengeratkan pelukannya ke pinggang Arrio. Dan Arrio yang bergerak tangannya untuk mengusap punggung tangan Arra.
"Dingin sekali ya?" tanya Arrio.
"Tak apa – apa. Aku sudah biasa dengan angin malam di tempat ini," jawab Arra.
"Tapi aku tidak biasa," ucap Arrio.
Dia menghentikan laju motornya dan segera menepikan motor mereka ke salah satu pinggir jalan sebelum akhirnya turun dari motor yang mereka tumpangi sejak tadi.
"Kamu mau apa?" tanya Arra yang ikut turun dari motor. "Kita mau jalan – jalan di sini?" katanya lagi sambil memperhatikan sekitar yang tidak ada apa pun kecuali deburan ombak hitam dan penerangan yang hampir tidak nampak sedikit pun.
Tapi arrio justru melepaska jaket yang dia pakai dan hanya menyisakan celana saja. Tubuhnya bertelanjang dada hingga menunjukkan secara jelas struktur perutnya yang sangat seksi dan berotot di hadapan Arra. Membuat gadis itu seketika memejamkan mata dan mundur beberapa langkah dari hadapan Arrio.
"Arrio jangan gila! Mau ngapain kamu begitu!" seru Arra yang terlihat cukup ketakutan dengan tindakan tiba – tiba sang pria.
Grepp!
"Jangan mundur terus. Nanti kamu bisa jatuh, Ra…" ujar Arrio yang menahan tubuh Arra dengan memegangi lengan sang gadis.
"J-jangan Rio… aku masih belum pernah--"
"Kamu mikirin apa? Kotor banget pikiran kamu, hmm?" bisik Arrio tepat di telinga gadis itu dan seperti sedang menggoda Arra.
Bulu kuduk gadis itu seketika meremang saat nafas hangat Arrio mengenai tengkuknya.
'Sial! Kenapa aroma tubuhnya wangi sekali…' batin Arrio yang merasa terperangkap dalam keusilannya sendiri.
"Buka mata kamu sebentar," ujar Arrio lagi.
"Gak, gak, aku gak mau! Cepat pakai lagi baju kamu!" seru Arra dengan suara melengking. Tapi bukannya menurut, Arrio justru semakin dekat dan kembali berbisik di telinga sang gadis untuk yang kedua kali.
"Buka dulu mata kamu. Nanti kamu akan mengerti, apa yang mau aku lakukan…."
Bodohnya, Arra justru menuruti keinginan Arrio dan mulai membuka kedua matanya perlahan. Saat itu, sosok Arrio lah yang pertama kali dilihat oleh Arra. Kedua mata Arrio yang menatapnya lekat dan penuh kelembutan. Hidung pria itu yang hampir menempel dengan ujung hidung mungil Arra juga sangat mengejutkan.
Saat gadis itu secara refleks ingin mundur dan menjauh lagi, Arrio lebih cepat menahan tubuh sang gadis dengan memegangi pinggang Arra dengan kedua lengannya yang kekar dan kuat. Kini bahkan, kulit tangan Arra bisa merasakan kulit tubuh Arrio dan bersentuhan langsung dengan dada bidang Arrio yang cukup seksi ditimpa cahaya bulan malam ini.
"Kamu kedinginan Arra…" kata Arrio dengan suara berbisik kepada Arra sekali lagi.
"T-tapi tubuh kamu… hangat…" Arra yang merasakan kehangatan mengalir ke tubuhnya yang bersentuhan langsung dengan tubuh Arrio jadi penasaran.
"Kamu harus memelukku terus agar tetap merasa hangat. Atau…" kalimat yang diucapkan oleh Arrio terhenti saat mata mereka saling bertemu. "Kau bisa kedinginan di sini…" katanya lagi.
Arra hampir tak bisa bernafas. Dadanya yang sesak dan jantungnya yang berdebar kuat sudah dipastikan bisa dirasakan oleh Arrio saat ini. Hanya beberapa inci saja, sampai kedua bibir mereka bertemu satu sama lain. Bahkan Arrio juga berulang kali menatap kedua bibir Arra dan mata gadis itu secara bergantian.
"Arrio…" lirih Arra dengan suara yang hampir tak terdengar.
"Jantungku berdetak kuat sekarang… apa kau, mendengarnya?" tanya Arrio kepada Arra. "Apa kau bisa merasakannya juga?"
Arra melirik dada bidang Arrio, di mana tangannya sudah menempel di sana sejak tadi. Memang kalau dirasakan lebih dalam, Arra bisa tahu bahwa jantung pria itu berdetak dengan sangat kuat dan cepat. Seperti bukan biasanya.
Dia menganggukkan kepalanya di hadapan Arrio.
"Setiap kali aku melihat matamu dan membayangkan wajahmu, jantungku akan selalu seperti ini Arra…" ucap Arrio kembali.
Arra lagi – lagi hanya bisa diam dan menelan salivanya sendiri.
"A-aku…" Arra tak mampu melanjutkan kata – kata yang menggantung di bibirnya sekarang, tapi dia melanjutkan ucapan itu di dalam hatinya. 'Aku juga merasakan hal yang sama Arrio… jantungku berdetak kuat saat melihat wajahmu dan berdekatan denganmu seperti ini…'
"Kenapa kau bisa melakukan ini padaku?" tanya Arrio kemudian. "Aku tak pernah merasakan semua perasaan ini sebelumnya. Aku tak pernah, merasa sangat peduli dengan orang lain. Meski itu adalah keluargaku sendiri. Tapi padamu…" Arrio menatap mata Arra lebih lekat lagi. "Hanya pada dirimu… aku tak bisa berpaling dan selalu peduli dengan apa yang kau rasakan dan kau inginkan." Sekali lagi Arrio membuat gadis itu terdiam dalam posisinya, "Aku selalu ingin kau bahagia. Senyuman dan tawamu itu… sangat penting untukku…" Arrio mengakui semua perasaan yang dia pendam di hadapan Arra. "Bagaimana bisa kau melakukan itu padaku, Arra? Bagaimana kau bisa melakukannya…" lirihnya lagi.
Air mata Arra meleleh mendengar penuturan tulus dari Arrio. Kehangatan tubuh pria itu dan debaran jantungnya yang semakin cepat, bahkan kedua mata sang pemuda yang membuatnya selalu terbuai itu menghipnotis Arra.
Dengan keberanian yang datang entah dari mana, Arra kemudian mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Arrio. Menempelkan sendiri bibir mungilnya ke bibir Arrio dan memberikan sebuah kecupan singkat sambil memejamkan mata.
Hampir saja kecupan itu dilepaskan begitu saja oleh Arra. Namun Arrio sudah lebih dulu membalas kecupan yang Arra berikan dengan sebuah lumatan manis yang membuat bibir Arra basah karenanya. Setiap lumatan itu semakin dalam, ketika tangan Arrio juga memegangi pipi gadis itu dan menahan posisi kepala mereka agar tetap bersentuhan seperti ini. Sambil sama – sama memejamkan matanya masing – masing, mereka larut dalam ciuman dalam yang penuh rasa cinta dan kerinduan akan sebuah sentuhan yang tak pernah dirasakan sebelumnya oleh mereka berdua.
Cukup lama mereka mereguk keintiman itu. Hingga saat Arrio akhirnya melepaskan bibirnya dari bibir Arra, pria itu tersenyum lembut sambil mengahapus sisa benang saliva yang menempel di bibir Arra dengan ibu jarinya.
"Aku mencintai kamu Arra… sangat…" aku Arrio kepada gadis itu.
Bukan jawaban yang diterima oleh Arrio atas pernyataannya pada gadis itu. Arra justru kini melingkarkan lengannya di pinggang Arrio dan menyandarkan kepalanya di dada bidang sang pria sambil tersenyum tipis.
"Aku juga sangat mencintai kamu Arrio…" bisik Arra sambil terus memeluk pria yang kini jadi kekasihnya.
***