Bab 18 - Jadian Kita (?)

Kita harus selalu bersama

Aku akan selalu menjagamu… Aku akan selalu melindungimu

Selamanya… dan Sepanjang Waktu…

***

Perjalanan mereka malam itu berakhir dengan status mereka yang berubah kemudian. Dari sekedar boss dan karyawan saja. Menjadi sepasang kekasih yang saling mencintai. Arra menikmati setiap sentuhan yang Arrio berikan untuknya. Hingga pelukan pria itu membuat Arra merasa begitu hangat dan cenderung panas di sekujur tubuh.

"Aku seharusnya tidak membiarkan kamu larut dalam perasaanku ini, Arra…" ujarnya saat masih mendekap tubuh Arra dengan erat dalam pelukannya.

"Maksudmu apa Arrio? Apa kau menyesal, sudah mengutarakan perasaanmu padaku?" tanya gadis itu balik dengan wajah bingung.

Dia bahkan langsung menarik tubuhnya dari pelukan Arrio dan seketika membuang wajah, agar tak menatap kepada Arrio.

"Dengerin aku dulu sayang… bukan maksud aku begitu," kata Arrio kemudian.

Dia menarik lengan gadis itu untuk kembali dia peluk dalam dekapan hangatnya.

"Aku bilang begitu karena aku masih belum layak sebenarnya buat bisa sama kamu. Latar belakang kita yang berbeda dan tempat asal kita juga yang berbeda. Aku tak yakin kalau orang tuamu nanti akan menerima hubungan kita," ucap Arrio.

"Kenapa harus memikirkan itu sekarang. Kalau memang sejak awal kamu sudah tidak yakin soal hubungan kita, seharusnya tadi kau tidak usah melakukan hal itu. Menciumku, memelukku, bahkan sampai mencumbu ku seperti ini. Membuat aku jadi jatuh hati padamu…" keluh Arra, "seharusnya kau tidak perlu mengatakan kalau kau mencintai aku. Tidak perlu memelukku juga, dan tidak perlu--"

Cupp!

Sebuah ciuman mendarat di bibir tipis Arra. Membuat gadis itu terdiam dan mematung seketika setelah Arrio menciumnya dengann tiba – tiba.

"Aku tidak mau mensia – siakan waktuku, Arra." Ucapan Arrio justru menumbuhkan sebuah pertanyaan baru di dalam benak Arra.

"Apa maksud kamu dengan mensia – nsiakan waktu yang kamu miliki? Memangnya--"

"Aku tidak mau kalau sampai kamu nanti justru jatuh ke pelukan pria lain. Kalau aku tidak bergerak duluan untuk mendapatkan kamu. Jujur… aku sangat mencintai kamu dan ini adalah kali pertamanya aku merasakan hal seperti ini dalam hidupku selama 20 tahun terakhir…" kata Arrio lagi.

"Jadi aku pacar pertama kamu?" tanya Arra tak percaya. "Apa iya? Dengan tampang dan bentuk tubuhmu yang luar biasa begini. Juga cara bicaramu yang lembut seperti itu, bukannya mustahil kalau kamu belum pernah mengencani satu pun wanita selama ini? Aku yakin ada banyak wanita yang siap menerima mu dengan senang hati," balas Arra.

Arrio menganggukkan kepalanya. "memang ada banyak wanita yang mendekati aku dan menginginkan aku sebagai kekasihnya. Tapi aku tidak pernah tergoda dengan mereka semua. Buat aku, mereka hanya sebatas teman untuk berinteraksi saja…."

"Kamu jahat. Mereka tidak ada yang menyatakan perasaan padamu?" tanya gadis itu.

"Ada. Tapi aku langsung menolaknya." Arrio menjawab dengan cepat.

"Kenapa memangnya? Karena mereka tidak cantik? Atau karena mereka tidak sesuai dengan tipe idealmu?" tanya Arra yang begitu penasaran.

"Memangnya, seperti apa sih tipe ideal itu?" tanya Arrio balik.

Arra ingin sekali berkata kalau tipe ideal Arrio mungkin seperti dirinya. Karena Arrio bahkan jatuh hati pada Arra seperti sekarang. Tapi nyatanya, Arrio jsutru tak mengatakan hal tersebut. Dia malah terlihat bingung dengan pertanyaan gadis yang kini sudah resmi jadi kekasihnya itu.

"Kamu tidak paham apa itu tipe ideal?" tanya Arra.

"Bukannya tidak paham sayang. Bukan itu… aku paham arti kata tipe ideal, tapi aku sendiri tidak tahu bagaimana tipe idealku itu. Aku hanya mengikuti bagaimana hati dan perasaanku yang berbicara. Kalau aku tidak merasakan apa pun dengan seorang gadis. Mau seperti apa pun cantik dan menariknya gadis itu. Buatku itu tidak penting. Karena selama hatiku tidak merasakan getaran apa pun. Aku tidak akan mendekati dia atau mengakrabkan diri dengannya," jelas Arrio.

"Kalau denganku?" tanya gadis itu lagi untuk ke sekian kali.

"Kamu?" Arrio menolehkan kepalanya dan menatap sang kekasih yang masih duduk sambil memeluk kedua lututnya sendiri. "Sejak awal aku melihatmu, perasaanku sudah sangat berbeda. Rasanya ada gejolak aneh yang membuat aku selalu ingin menatap wajahmu dan mendengar suaramu. Seperti ada sebuah magnet besar yang menarik semua perhatianku hanya padamu. Setiap kali kamu merasa bahagia dan tersenyum, hatiku akan ikut senang bahkan ikut tertawa bersama dengannya. Tapi ketika kamu merasakan kesedihan… hati aku akan ikut sakit dan sedih. Bahkan lebih sedih dari yang kamu sendiri rasakan…"

"Lihat, kan? Mulutmu manis sekali… pintar merayu," elak gadis itu.

"Ini bukan rayuan, Sayang. Aku mengatakan yang sesungguhnya padamu. Memangnya kamu pernah melihat aku mendekati pegawai atau pelanggan wanita yang lain, atau memperlakukan mereka seperti aku memandang, mendekati dan memperlakukan dirimu?" tanya Arrio balik.

Arra terlihat diam dan memikirkannya. Kalau di ingat – ingat, memang Arrio tidak pernah berlaku seperti layaknya seorang pemain pro yang biasa mempermainkan seorang wanita dengan memanfaatkan ketampanan wajahnya. Pria itu bahkan cenderung diam dan tidak ramah pada wanita. Meski dia sangat pintar untuk akrab dan dekat dengan pegawai kafe lainnya yang laki – laki.

"Lalu bagaimana dengan gadis yang tadi? Sepertinya tadi juga kamu membuat dia tersenyum dan membalas senyumannya. Memangnya, apa yang kalian sedang bicarakan sebenarnya. Sampai dia menatapku dengan pandangan yang mesra seperti itu?" tanya Arra secara beruntutan.

"Kamu benar – benar cemburu dengan gadis yang tadi sayang? Serius?"

Dengan kesal, Arra langsung menjawab dengan ketus pertanyaan dari kekasihnya itu.

"Menurutmu, kenapa aku tadi ingin sekali pulang dengan cepat. Padahal biasanya aku akan bertahan sampai pelanggan terakhir keluar dari pintu kafe ku?" tanya Arra balik.

"Karena ingin pulang lebih cepat mungkin?" seloroh Arrio sambil mengangkat kedua bahunya. Tanda tidak tahu.

"Mck! Rio! Ini sama sekali bukan lelucon. Aku tanya baik – baik loh." Arra yang tiba – tiba tersulut emosi, kemudian segera bangun dan bersiap pergi meninggalkan Arrio begitu saja di tempat itu.

Tapi tangannya tertahan oleh tangan Arrio yang menggenggamnya dengan cukup erat. Dan dengan cepat, Arrio bahkan menarik tubuh Arra sampai jatuh ke dalam pelukannya.

Dengan memandangi wajah Arra sepenuh hati dengan tatapan mata teduh yang penuh cinta, pria itu kembali berkata, "aku tidak pernah menatap gadis lain. Dan tidak akan pernah melakukannya. Aku hanya akan menatapmu dan menempatkan kamu di dalam hatiku. Jadi jangan pernah kamu cemburu… atau takut kalau aku akan mengkhianati hati dan kepercayaanmu itu. Sebab itu tidak akan pernah terjadi…."

Arra balas menatap Arrio dengan pandangan yang masih agak bingung.

"Aku harap… keputusanku dengan menyerahkan hatiku untukmu itu tetap. Aku harap… keputusanku untuk mencintaimu juga tepat…" lirih Arra.

***